4. Pulang

48 16 8
                                        

Akhirnya, Narel akan segera menemui kamar bilik kesayangannya.

Ini libur panjang semester pertama, ia memilih pulang ke Lembang. Menikmati masa liburan nya penuh kedamaian tanpa pusing mengikuti class meeting. Tentu saja, dia bukan pengurus OSIS atau anggota ekskul bersangkutan, bahkan dia tidak memiliki bakat apapun untuk diandalkan SATPAM mengikuti cabang perlombaan class meeting.

Sementara Banu, dia cukup sibuk menjadi bagian dari panitia voulenteer perwakilan ekskul pramuka. Jadi selama seminggu, Banu menjadi tim gudag-gidig alias logistik yang banyak pontang-panting mencari perlengkapan.

Pekerjaan nya sedikit-sedikit ditelepon, hampir setiap waktu ia mendapat panggilan masuk. Tak jarang permintaan mereka itu hal sepele.

"Banu mana tambang?"

"Monitor tim logistik kita dari humas butuh tinta printer buat cetak poster sekarang."

atau

"Coba itu suruh logistik siapin motor buat cetak spanduk, jam 2.15 harus udah ada depan sekre, gak boleh ngaret! Soalnya kalo ngaret ntar kejebak macet, tempat cetak spanduknya tutup."

Ckkk, ia menyeringai penuh kepuasan membayangkan Banu sedang kerepotan dengan kegiatannya. Tak mempunyai kegiatan di waktu libur adalah suatu kebahagiaan baginya.

Setelah cukup memasukkan beberapa pakaian dan buku untuk dibawa pulang, ia segera menutup resleting tasnya.

***

Hari mulai cukup terik, Narel harus segera bersiap pergi. Ia akan pulang mengendarai sepeda motor.

Untungnya, Narel asrama di tempat yang tidak begitu ketat. Jadi selagi asrama Narel tetap bisa membawa sepeda motor dengan beberapa ketentuan dan ketika pulang pun orang tuanya tidak usah menjemput, cukup konfirmasi melalui telepon ke pihak asrama.

"Gua pulang ya, Dah. Gua udah izin kok ke teh Tia tapi takutnya teh Iren nanyain bilangin aja pulang."

"Iya, pasti. Bye, Rel. Pulang bawain oleh-oleh ya," teriak Didah, -teman sekamarnya.

Motornya melaju cukup cepat menyusuri jalan Bandung yang padat. Sesekali Narel bersenandung memecah keheningan dalam helm nya.

Brruuusshhhhh... Bom air mulai menghujam dataran Bandung.

"Ah, sial. Kenapa mendadak hujan gini sih? Padahal tadi cerah banget perasaan," gerutu Narel.

Ahh tanggung banget sih, udah setengah jalan nih.

Tadinya ia akan terus menerobos jalanan tapi guyuran air dengan kapasitas tinggi sudah tidak memungkinkan. Akhirnya, ia mengalah untuk bertepi menggunakan jas hujan.

Jalan agak licin, semua orang pasti tau seperti apa jalanan Lembang yang mulus tapi mampu membuat orang terjerumus ke jurang. Lika-liku jalan yang curam sudah terekam sangat jelas dalam otak Narel sehingga di tikungan tajam pun ia melajukan kendaraannya dengan kecepatan yang konstan.

Narel melanjutkan perjalanan dengan kecepatan lebih tinggi agar segera sampai rumah. Tangannya sudah kebas menembus kedinginan hujan dan Lembang.

Namun, jalanan kurang mendukung maksud hatinya. Di sebuah tikungan tajam, motornya terhempas begitu keras. Narel terpental ke kiri jalan menabrak dinding tanah yang rindang tanaman rumput liar dan motornya berada di sebrang sana.

Awwhh sial, umpat Narel menahan sakit.

Tentu pahanya terluka karena karena jas hujan yang ia pakai robek hingga rok nya bernoda merah. Tapi motornya lebih mengkhawatirkan, ia terkapar tanpa daya dengan roda depan masih berputar.

"Haduh, ringsek banget lagi tuh motor," keluhnya.

"Hape mana hape, euhh..." tangannya meraba ke segala arah mencari benda kotak itu, "pas dicari susah, gak dicari ajaaa suka gampang banget keliatan."

Tangannya hendak menelepon seseorang tapi terhenti. Dia mencari kotak yang dapat dihubungi.

Abah

Call center

Cek pulsa

Pacar :*

Wa Eman

"Kontak tidak berguna," teriak Narel kesal. Dia tidak mungkin membuat panik Abahnya.

Dan apa itu maksudnya pacar? Siapa pacar? Kenapa namanya pacar dengan titik dua bintang? Selama 4 tahun menggunakan ponsel, kontak Narel tidak pernah bertambah. Tapi tiba-tiba ada kontak baru menyusup.

Bola matanya memutar, berusaha mengingat pemilik nomor baru di kontaknya. Mukanya berubah sedikit kesal mengingat tiga minggu lalu seseorang merebut ponselnya.

Iya, Banu. Siapa lagi orangnya kalau bukan Banu si benalu.

Permasalahan yang muncul adalah bagaimana ia pulang? Menghubungi Abahnya dengan keadaan motor rusak parah tidak mungkin atau meminta bantuan Banu, lebih tidak mungkin! Bagimana bisa ia meminta bantuan pada orang yang bahkan tidak ia kenali dengan baik?

Seketika itu, ia benci pada jalanan Lembang yang ia lewati.

Kenapa di pinggir jalan tidak ada pemukiman atau pengendara lain. Kenapa tidak ada satu pun yang mampu menolongnya saat itu.

Gerimis hujan semakin melengkapi drama nya di hari Sabtu sore.

Narel meringis antara sakit luka nya, sakit motor nya, sakit drama hidupnya yang seperti di sebuah cerita, atau sakit karena ternyata harapan penolongnya hanyalah Banu.

THE (hi)STORY IS OURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang