Aku Kanibal

11 4 0
                                    

Aku kanibal. Banyak yang bilang begitu. Mengais-ngais makanan tanpa pandang bulu, entah itu cacing maupun daging temanku. Hoek, kalian pasti jijik.

Tapi, begitulah kenyataannya. Di kondisi seperti ini, pasca perang nuklir terjadi pada dua puluh tahun yang lalu, makanan hampir tak ada yang steril. Manusia-manusia serakah sekarang menerima dampaknya, hanya yang kuat yang bertahan. Hukum rimba kembali berlaku setelah sekian lama.

Pagi ini, aku kembali mengais makanan di atas tanah liat yang basah. Harap-harap cemas saat menemukan seonggok daging busuk. Walaupun langsung kumakan, tetap saja pikiranku beradu memikirkan, 'siapa yang kumakan kali ini?'

Menyedihkan. Beruntunglah kalian masih bisa memegang ponsel. Tapi, waspadalah! Dari jutaan kemungkinan di masa depan, kisahku ini termasuk ke dalam salah satunya. Hehe.

Sepi. Lengang. Hening. Sunyi. Tenang. Damai. Pokoknya, hanya itu yang bisa dirasakan di sini. Mayat-mayat manusia bergeletakan. Aku menginjak satu demi satu di antara mereka, menuju rumah di ujung jalan yang nyaris tertutup kabut.

Tok. Tok.

Dua kali kuketuk pintu dengan susah payah. Pintu lalu terbuka, menampakkan sesosok yang biasa kutemui di pagi hari. Mr. Jenerson namanya. "Oh kau, sini masuk," katanya agak bosan.

Gemeretak lantai ruangan terdengar. Kayu tua ini benar-benar harus diganti. Aku pernah memintanya untuk melakukan itu, tapi dia tak menggubris.

"Tunggu di sini." Ia menaiki tangga sambil menggaruk-garuk punggungnya yang gatal. Kebiasaan lama.

Aku diam di atas sofa. Menunggunya membawa semangkok nuget ayam kesukaan dia.

Ia datang seperti yang diharap, di tangannya terdapat mangkok penuh nuget ayam. Di mulutnya pun sudah ada yang menggantung satu.

Diletakkannya di sampingku, lantas pergi kembali. Ia pasti mengambil airnya. Benar saja, air berwarna kuning itu berada di gelas pada genggamannya ketika ia merebahkan diri di sebelahku.

Aku meraih satu nuget.

"Mm ..., lezat," batinku dalam hati.

Mr. Jenerson terkekeh. "Dasar ayam."

Cermin dalam DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang