12.🎡- Kepala Keluarga?

102 53 12
                                    

🎡Kalo hujan bisa turun waktu langit cerah, apa salahnya aku masih bisa tersenyum waktu hati aku terluka?🎡

"Jangan kasar." Hanya 2 kalimat itu yang mampu Kafeel lakukan. Membuat laki-laki itu menepis tangan Kafeel.

Kafeel menatap tangan yang ditepis dengan kasar oleh laki-laki itu. Lalu beralih menatap Athifa yang menangis di pundak perempuan sambil memeluk erat. Disamping kanan Athifa, Kafeel melihat ada satu anak laki-laki yang Kafeel lihat lebih muda darinya sedang menatap dirinya.

Kafeel tersentak saat laki-laki yang tadi akan menampar Athifa mendorongnya hingga tubuhnya bersentuhan dengan tanah. Membuat perempuan yang tadi memeluk Athifa langsung menahan tangan nya yang akan menarik kerah Kafeel.

"Mas, udah." Sahut Anggun, tangis nya belum mereda.

Kahfi langsung menyurung Anggun ke belakang, Tepat, Alaska langsung meraih tubuh Anggun dibantu oleh Athifa.

"Siapa kamu? Berani-berani nya ikut campur urusan saya." Semprot Kahfi, membuat Kafeel segera bangkit dari jatuhnya. Lalu berdiri tepat di hadapan Kahfi.

"Nggak penting siapa saya, yang terpenting disini. Apa Om kepala keluarga disini?." Ujar Kafeel memastikan.

"Iya, saya kepala keluarga disini." Kahfi menjawab pertanyaan Kafeel lancar, karena memang itu adanya.

Kafeel mengangguk paham, "Tapi saya rasa, Om bukan kepala keluarga. Karena gelar itu sangat tidak pantas untuk Om." Baiklah, Kafeel tahu bahwa perkataannya itu akan membangkitkan kembali emosi Kahfi. Tapi memang ini juga yang harus Kafeel lakukan.

Saat Kahfi akan membuka mulutnya, Kafeel dengan cepat memotong nya.

"Kepala keluarga di dalam keluarga saya sangat berbeda jauh sama Om, Papa saya nggak pernah mengotori tangan nya dengan menampar anak nya. Papa saya nggak pernah membuang energi nya untuk membentak anak nya. Kalo pun anak nya salah Papa saya hanya menegur tanpa menyakiti hati anak nya."

"Papa juga nggak pernah berani nyurung istrinya sendiri sampai terhuyung ke belakang. Kalo Om emang kepala keluarga. Om harusnya nggak kayak gini." Kafeel membalas dengan mengungkit perlakuan Kahfi kepada keluarganya.

Perkataan Kafeel cukup membuat Kahfi termenung lama, lalu diluar dugaan Kafeel, Kahfi menampar pipi kiri Arfa dengan cukup kencang. Suara tamparan nya membuat Alaska ikut membantu Kafeel yang terjatuh karena serangan Kahfi yang mendadak.

"Makasih." Bisik Alaska saat membantu Kafeel berdiri, Kafeel hanya tersenyum membalas perkataan Alaska.

"Sebelum nya saya minta maaf karena saya udah bicara nggak sopan sama Om saya juga udah nguping pembicaraan Om. Terus Saran saya. Pikirin semua nya baik-baik Om, jangan jadi egois. Penyesalan selalu ada di akhir, Om pikirin juga kejadian tadi. Dari mulai Om ngebentak anak Om sendiri sampai Om nampar saya."

"Saya masih SMA, dan Om udah kerja. Tapi kenapa pemikiran Om masih belum bisa berpikir dampak atau hal yang bakal terjadi kalo Om kayak gini." Kafeel menjeda ucapan nya sebentar, "kalo Om kayak gini, Om bisa aja dibenci sama anak-anak Om. Bukan saya pengen ikut campur. Tapi saya pengen bantu Om sebelum semua ini makin rumit."

"Ngerti apa kamu sama yang kayak gini." Kata Kahfi, wajahnya sudah merah padam. Entah karena menahan malu atau menahan amarah nya.

"Saya emang nggak ngerti, saya cuman mau ngomong aja. Kalo gitu, saya permisi Om, tante." Kafeel langsung menyalami tangan Kahfi, lalu beralih ke Tangan Anggun.

Anggun mengelus rambut Arfa, "Makasih nak."

"Sama-sama, tante." Kafeel menurun kan tangan Maya dari dahi nya, "Maafin Kafeel ya tante, udah ikut campur sama masalah tante."

Anggun mengangguk mengerti, Athifa yang melihat Kafeel dari awal sampai Akhir merasa takjub. Kafeel menoleh ke arah Athifa lalu tersenyum manis, sangat manis.

Athifa membuka mulutnya, "Makasih, Kak." Katanya namun tak ada suara, Kafeel mengangguk.

Kafeel menghampiri Alaska, lalu menepuk punggung nya, "Gue Kafeel, rumah warna Coklat muda,nomor 32, blok D. Satu lagi jagain nyokap sama Kakak lo."

Kafeel mundur, lalu berbalik ke arah gerbang keluar rumah Athifa.

🎡🎡🎡

Rasanya curang kalau semudah itu Athifa mendengar pernyataan Kahfi, rasanya curang karena kenyataan Kahfi lebih memilih keluarga gelap nya, pemikiran terlalu dangkal. Athifa tidak ingin mengingat kejadian tadi, terlalu menyakitkan untuk di kenang. Kafeel, cowok itu sudah membantu dirinya, Athifa sangat berterima kasih padanya.

Kafeel, cowok yang tertabrak dengan nya di koridor, memberi tumpangan untuk pulang, cowok angkuh yang hampir Athifa tak sukai. Kini, menjadi Kafeel yang berbeda dari biasanya, pandangan Athifa terbuka lebar untuk melihat sosok Kafeel yang sebenarnya.

Athifa membutuhkan teman, teman yang bisa mengerti dirinya, mau mendengar keluh kesah yang ia alami saat ini. Rasanya tidak mungkin kalau Athifa menghubungi ke-empat sahabat nya yang masing-masing sedang berlibur dengan keluarga nya.

Terima kasih, terima kasih langit senja. Karena bersedia menemani Athifa di sore ini dengan hatinya yang sedang berantakan.

Salam hangat
Pacar halu Tom Holland

Athifa - s e l e s a i -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang