Jika ingatannya tidak sedang berusaha menipu dirinya, kejadian ini berawal sejak dua minggu yang lalu...
Kuroko hanya melakukan hal yang biasa dilakukannya saat menutup toko. Membereskan peralatan, merapikan kardus-kardus berisi bunga kiriman dari tempat langganannya, lalu mengunci setiap pintu sebelum kemudian pulang menuju kediamannya.
Seharusnya itu menjadi hari biasa yang selalu dilaluinya dengan damai. Kuroko yakin bahwa ia tidak pernah melakukan sesuatu yang mencolok perhatian sepanjang karirnya menjadi seorang pemilik dan penjaga toko bunga, apalagi membuat masalah dengan orang lain yang sampai membuat mereka menaruh perhatian padanya. Ya, ia yakin sekali akan hal itu.
Dan yang membuat hari itu menjadi (sangat) berbeda dari biasanya adalah keberadaan setangkai bunga matahari berbalut plastik bening yang diletakkan begitu saja di depan pintu belakang tokonya.
Oh, jika saja ia tidak bekerja sebagai seorang florist, maka ia akan langsung membuangnya tanpa ragu-ragu dan tidak akan sewaspada sekarang.
Kenapa? Karena bunga matahari memiliki arti "aku selalu memandangmu". Dan sayangnya, naluri mencegahnya untuk membuang bunga begitu saja. Tidak, Kuroko tidak akan tega kecuali jika bunga itu sudah layu. Karena itu, hari ini juga ia hanya bisa meletakkannya di dalam vas bunga yang berisi air di atas meja belajarnya.
'Apa yang harus kulakukan?' pikirnya dalam hati seraya mencorat-coret selembar kertas di sela kegiatannya menulis naskah.
Melapor polisi. Coret. Tidak ada hasilnya, si pelaku sangat teliti dalam menjalankan aksinya sampai tidak meninggalkan jejak. Akhirnya ia hanya diberi nasihat agar lebih berhati-hati.
Menyelidiki sendiri. Coret. Kuroko sudah berusaha mulai dari mencatat frekuensi kejadiannya sampai mengamati satu per satu wajah pengunjung tokonya. Siapa tahu itu adalah salah satu pelanggannya, bukan berarti ia bermaksud berprasangka buruk. Namun hasilnya nihil, hari yang dipilih terlalu acak sampai-sampai saat minggu awal ia menerima empat tangkai di hari yang berbeda, tapi di minggu kedua hanya dua tangkai di hari yang berbeda pula. Dan Kuroko tidak mungkin seharian mengawasi pintu belakang karena satu-satunya pekerja di sana hanyalah dirinya.
Kuroko sudah kehabisan akal. Dengan berat hati dan sangat terpaksa, si biru harus mengakui bahwa sang pelaku sangatlah lihai dan cerdik. Frustasi, ia menenggelamkan kepalanya pada tangannya yang terlipat di atas meja sambil terus berpikir—sampai kemudian sebuah ide terlintas di kepalanya.
Segera diambilnya kertas baru lalu menuliskan sesuatu. Setelah itu dimasukkannya ke dalam amplop putih, tidak lupa untuk turut menuliskan "Kepada: Tuan Stalker" di bagian belakang amplop. Dan selesailah sudah.
Kuroko memandang puas hasil kerjanya.
Iya juga ya. Kenapa tidak menulis surat saja? Meski ada kemungkinan suratnya tidak akan sampai, tapi tidak ada salahnya dicoba. Mungkin dengan begitu ia akan mendapatkan petunjuk apapun itu, atau malah si pelaku akan berbaik hati mau menghentikan tindakannya setelah mengetahui bahwa dirinya merasa terganggu. Jika situasi memburuk, ia terpaksa melapor polisi lagi.
Dengan hati-hati, diletakkannya amplop itu di dalam laci paling atas sebelum kemudian melanjutkan kegiatannya mengetik naskah hingga malam.
OxOxOxOxOxOxO
Kepada: Tuan Stalker
Sebelumnya, maaf jika saya terlalu kasar. Tapi bisakah anda berhenti memberi saya bunga tanpa identitas? Saya merasa sedikit terganggu dan kurang nyaman karenanya. Jika tidak, saya tidak akan segan-segan melapor pihak berwajib.
Tertanda, Pemilik Toko Bunga.
OxOxOxOxOxOxO
Dua hari telah berlalu sejak ia meletakkan surat itu di depan pintu belakang tokonya, namun sampai saat ini belum juga ada balasan. Mungkin waktunya memang belum tiba, karena itu ia akan terus menunggu dengan sabar.
Dan usahanya membuahkan hasil.
Hari ini, akhirnya Kuroko bisa bernafas lega saat keberadaan suratnya tergantikan oleh setangkai tulip putih.
Itu bisa diartikan sebagai permohonan maaf.
Yes!
Akhirnya Kuroko bisa terlepas dari rasa teror itu. Selamat datang hidup damai! Selamat tinggal stalker!
.
.
.
.
.
Ia pikir begitu...
Tanpa diduganya, lima hari kemudian setangkai bunga kembali diletakkan di tempat yang sama. Kali ini adalah mawar berwarna persik, yang mewakili rasa kagum.
Keras kepala juga lawannya itu.
Begitu sampai di kediamannya, disambarnya selembar kertas kosong lalu digoreskannya ujung pena hingga terbentuk rangkaian kalimat.
OxOxOxOxOxOxO
Kepada: Tuan Stalker
Siapa anda? Apa yang anda inginkan dari saya?
Tertanda, Pemilik Toko Bunga.
OxOxOxOxOxOxO
Hasilnya pun tidak tanggung-tanggung, setelah keesokan harinya meletakkan surat itu, sehari setelahnya ia langsung mendapat balasan berupa setangkai akasia kuning dan mawar oranye.
Uh-oh, sepertinya ia harus meningkatkan kewaspadaannya satu level lebih tinggi yang 'hanya' disebabkan oleh dua buah tangkai bunga yang berarti "penggemar rahasia" dan "aku ingin mengenalmu lebih jauh".
OxOxOxOxOxOxO
Kepada: Tuan Stalker
Sebelum meminta orang lain untuk memperkenalkan diri, bukankah akan lebih sopan jika memperkenalkan diri anda terlebih dahulu? Dan sebagai catatan, tolong jangan menggunakan nama samaran.
Tertanda, Pemilik Toko Bunga.
OxOxOxOxOxOxO
Dan betapa kagetnya ia saat mendapati balasannya bukan berupa bunga seperti biasanya, melainkan sepucuk surat yang di bagian belakang amplopnya tertulis "Kepada: Pemilik Toko Bunga". Entah apa yang merasukinya saat itu, namun rasa penasaran dan ingin tahu lebih mendominasi dirinya sehingga mendorongnya untuk berlari pulang secepatnya agar bisa segera membaca apa yang tertulis di dalamnya.
OxOxOxOxOxOxO
Kepada: Pemilik Toko Bunga
Maaf kalau aku membuatmu merasa terganggu dengan bunga-bunga itu. Aku tidak bermaksud untuk menakutimu, sungguh. Aku tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakanmu, jadi tolong jangan melapor pada polisi.
Baiklah. Panggil saja aku Daiki, dan jangan terlalu formal karena aku seusia denganmu.
Tertanda, Daiki.
OxOxOxOxOxOxO
Dan Kuroko tersenyum penuh kemenangan saat membacanya, karena akhirnya berhasil membuat sang pelaku bertekuk lutut. Di sisi lain, ia merasa lega karena bisa merasakan bahwa 'Daiki' ini memang tidak bermaksud buruk.
OxOxOxOxOxOxO
Kepada: Daiki-san
Baguslah kalau Daiki-san merasa menyesal. Daiki-san tidak mengerti betapa aku harus selalu waspada dan merasa ketakutan setiap kali menerima pemberianmu itu sampai membawa stun gun ke mana-mana.
Namaku Kuroko Tetsuya. Ngomong-ngomong, darimana Daiki-san tahu kalau usia kita sama?
Tertanda, Kuroko Tetsuya.
OxOxOxOxOxOxO
Kepada: Kuroko Tetsuya
Whoa! Aku tidak menyangka kau segitu takutnya, aku benar-benar minta maaf. Ngomong-ngomong, boleh kupanggil Tetsu?
Aku cuma menebak, ternyata benar.
Tertanda, Daiki.
OxOxOxOxOxOxO
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of A Florist And A Stalker
FanficHanya sebuah kisah tentang seorang pemilik toko bunga dengan sang stalker-yang dengan perlahan namun pasti, mulai menginterupsi roda-roda kehidupan damainya. "Maaf, tapi bisakah anda berhenti mengirim bunga tanpa identitas?" / "Semoga dengan ini, ke...