Manifestasi Rasa

154 35 13
                                    

Sosok yang sedang berdiri menantang panas matahari itu diam-diam mencuri perhatianku.

Jersey basket bernomor punggung 26 memeluk sempurna tubuh atletisnya. Nggak sampai di situ, ukiran alis tebal membingkai sempurna wajah ovalnya. Iris coklat madu cowok tersebut dipadu kulit kuning langsat dan bibir berisi merah alami.

Aku tersihir dalam hitungan detik.

"No, oper sini," teriakan seseorang memaksaku memutuskan lamunan.

Kuarahkan kembali seluruh atensi kepada Dewa Air yang kini sibuk bermain basket tanpa sedikit pun memyadari keberadaanku.

Tanpa diberi aba-aba dua kali, si pemilik jersey bernomor punggung 26 itu men-dribble bola tangkas. Kerap kali meloloskan teknik pivot sebagai upaya mempertahankan bola, melakukan teknik overhead pass dengan mengoper ke teman, kembali memanipulasi tim lawan melalui teknik behind back pass, lay up sebagai sentuhan terakhir, shooting!

Dan yeah! Triple point tercetak secara mulus!

Atmosfer yang semula tegang, berangsur gaduh oleh sorak-sorak kemenangan.

Seperti lampu belajar di kamar bang Farhan yang mampu menyala secara otomatis, senyumku pun memiliki mekanisme yang sama.

Ekspresinya ... lucu.

Matanya menyipit ketika tertawa. Membentuk bulan sabit yang menggemaskan. Alisnya terangkat sebelah---kebiasaan yang sangat kupahal kalau dia lagi ketawa---belum lagi senyum sejuta watt berlesung pipit itu, duh.

Ibunya dulu ngidam apa, sih? Ngidang lolipop terus ya?
Kenapa anaknya bisa memiliki senyum semanis ini....

Kukeluarkan mini note dari saku kemeja, lalu menuliskan pengamatanku hari ini di buku tersebut.

Terutuk Kano, dewa air dari negeri sakura.

Maaf, untuk kehadiranku yang tidak pernah kamu harapkan.
Maaf, untuk untuk segala rindu yang sulit kukendalikan.
Maaf, untuk peraasanku yang tak mengharapkan balasan.

Maaf. Maaf. Maaf. Sepertinya tidak akan cukup.

***

Nama Kano berasal dari Bahasa Jepang yang artinya Dewa Air. Aku ingin sekali bertanya kenapa orang tuanya menamai dia seperti itu. Ada makna tertentu?

Namun, aku terlalu penakut untuk menanyakan hal tersebut. Bagiku, Kano itu nggak tersentuh! Dia nggak tergapai, sulit untuk kurengkuh. Dia, Kano Nakashima ... cowok separuh Indonesia-Jepang yang kelewat sempurna di mataku.

Aku takut, kehadiranku justru merusak kehidupan cowok beriris coklat madu tersebut.

Jadi, kuputuskan untuk mengamati Kano yang sedang mengunyah kentang goreng sambil sesekali tertawa renyah bersama empat sahabatnya.

Lagi, kukeluarkan buku harian untuk menulis dewa airku.

Teruntuk Kano, dewa air dari negeri Sakura.

Aku berada di sudut kantin, Kano.
Apa kamu melihatnya?
Enggak ya? Aku sangsi kamu menatap ke arahku. Kamu terlalu sibuk berceloteh dengan Wira, Bagas, Aksen, Didit dan Ojan tanpa menoleh sedikit pun ke arahku.

Kano, mengetahuimu yang sadar akan keberadaanku di muka bumi sudah membuatku terlonjak kegirangan!
Tapi sayangnya, hal itu nggak pernah terjadi, No?

Manifestasi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang