Jadi, Yang Nikah Kita Apa Mama?

1.2K 69 0
                                    

Setelah malam dimana awal dari berputar baliknya hidup Raihan dan Alina, semuanya kini berjalan menjadi sangat tidak baik baik saja.

Hanya ada keterpaksaan dan kepura-puraan dalam setiap denyut nadi kedua insan yang baru saja di jodohkan itu.

Kebahagiaan kini memang telah tergenggam sepenuhnya di hati para orangtua. Namun, gejolak batin dihati Raihan dan Alina belum juga mereda. Setiap hari, para orang tua semakin gencar untuk mendesak mereka agar segera melakukan pendekatan.

Bukan tidak bodoh untuk melihat bahwa anak anak mereka keberatan atas keputusan sepihak dari keluarga. Namun Bu Winda dan Bu Risa dengan teratur menekankan bahwa cinta bisa datang kapan saja. Jadi, tak ada yang perlu dikhawatirkan akan pernikahan ini.

-Raihan POV-

Aku memarkirkan mobilku di bagian depan Cafe. Melirik sebentar keadaan Cafe dan melanjutkan langkahku kedalam. Agaknya setelah malam perjodohan itu, aku sedikit merasa kesal —dan canggung mungkin, dengan perempuan itu. Dan fakta bahwa Cafe tempatku berpijak kini adalah tempatnya bekerja membuatku sedikit waspada akan kehadirannya.

Melihat barisan antrian sekilas dan memutuskan untuk ikut bergabung namun mata tetap waspada akan sekeliling membuatku terlihat seperti anak yang kehilangan Ibunya.

Antrian semakin terkikis dan jarak pandangku ke arah kasir semakin jelas.
Damn it! dia disana!!!

Ingin segera berbalik badan dan melarikan diri, namun aku tak ingin kehilangan pamorku sebagai lelaki keren hilang diterpa angin pengecut.

Dengan berat hati, kulangkahkan kakiku mantap dan segera bertemu pandang dengan netra coklatnya.

Dan apa itu? Dia dengan jelas merotasikan matanya di depan pelanggan tampannya ini??

Aku berdeham singkat dan segera menyebutkan pesanan ku. Sengaja tak ingin berlama lama beradu tatap dengan wajah kesalnya

Siapa nama perempuan itu? Alika? Alisa? Siapa sih ? Ah, masa bodo.

"Silahkan. Totalnya Rp. 25.000-, pak"

Sengaja ngejek ya? Kok manggil 'pak' nya sambil ngegas? Pake melotot segala, wah tanda-tanda pengibaran bendera perang nih. Oke, liat aja.

"Kembaliannya ambil aja", setelah meletakkan satu lembar uang lima puluh ribuan dan tak lupa memberi senyum miring, aku melenggang pergi ke arah pintu keluar tanpa mengabaikan ekspresi terkejut bercampur kesalnya tadi.

Hah! Rasakan!

Oke, sepertinya pendekatan ini tak akan pernah berjalan mulus. Setidaknya hingga salah satu dari kita menyerah.

-Raihan POV end-

Alina memutar mata malas. Pagi harinya terasa semakin buruk dengan hadirnya sosok yang paling tidak ingin ia lihat. Bergaya dengan sok keren membuat Alina harus kuat kuat menahan gejolak diperutnya yang ingin memuntahkan  kembali sarapannya tadi pagi.

Masa bodoh dengan aturan "Pembeli adalah Raja" karna bagi Alina label 'Manusia Menyebalkan' telah menempel dengan lekat didahi Raihan. Maka dengan begitu, semua aturan Cafe tidak lagi berlaku untuk makhluk seperti Raihan.

Raihan. Ah mengingat namanya saja ia sudah muak. Sejak kemarin Mamanya terus saja mendoktrin bahwa Alina harus ini, Alina harus itu dan menyebut nama lelaki itu berulang kali. Membuat Alina harus kembali memupuk dalam dalam rasa bencinya terhadap lelaki itu.

-Alina POV-

Di jam makan siang, biasanya Mama sering mengunjungi Cafe ini dan memberiku senyuman hangat. Dulu kehadiran Mama menjadi penyemangat bagiku, namun entah mengapa semuanya telah menguap dan tergantikan dengan cepat oleh rasa jengah tiap kali Mama datang dengan maksud yang lain.

Jodoh Ditangan Mama [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang