kembalinya Rose

9 1 0
                                    

Kamu berhak marah.
Tapi, sumpah demi apapun aku sangat membutuhkanmu
Maka dari itu jangan sampai ada niat dalam hatimu untuk berpisah.
-Nona1284-

Author POV

Felya, masih setia dengan majalah yang ada di tangannya, setiap huruf yang menjadi kata bahkan kalimat tak luput dari pandangan matanya.

Ternyata, setelah tiga jam lebih sebelas menit Felya sudah tidak sabar lagi menunggu Gibran pulang. Sekarang saja jam sudah menunjukkan pukul satu lebih sebelas menit dini hari.

Untung saja, keluarga Felya sudah tertidur pulas bersama alam mimpinya. Dan sepertinya ada yang salah, rupanya Eko belum tidur. Ia tahu betul bagaimana adiknya itu, Felya bukanlah orang yang cuek dengan orang-orang penting dalam hidupnya. Eko tahu itu, karna dulu Ia sendiri pernah membuat Felya menunggu hingga pukul tiga pagi.

Felya meraih ponsel yang sengaja Ia letakkan diatas nakas disamping tempat tidurnya. Berharap bahwa Gibran akan memberinya kabar, dan hasilnya ternyata nihil. Tak ada notif yang menampilkan nama Gibran diponselnya.

Tok tok tok...

Dengan segera Felya beranjak dari ranjangnya, Ia membuka pintu kamarnya, Ia pikir itu Gibran ternyata justru Eko, Abang kesayangannya. Padahal Felya sudah bertekad untuk langsung menanyakan apa saja yang Gibran lakukan seharian ini diluar sana bersama... dengan wanita yang mungkin saja bernama Rose.

"Kenapa lo? Nungguin laki lo yang hobinya kelayapan?" Pertanyaan Eko menarik Felya ke dunia nyata.

"Sejujurnya sih iya, gimana dong, Bang? Yakali gue mau kayak gini terus. Kalo Ayah sama Bunda tau gimana?" Felya menundukkan kepalanya.

Sejujurnya Ia bingung, harus bagaimana jika orang tuanya tahu, bahwa menantu pilihan mereka ternyata belum membuat mereka bangga.

"Ya bagus dong kalo Ayah sama Bunda tau kelakuan suami lo itu" tanpa seizin empunya, Eko melenggang masuk ke dalam kamar adik kesayangannya itu.

Felya menutup pintu, menatap punggung sang kakak yang berjalan mendekati ranjangnya.

"Kok bagus sih Bang? Ahelah... lo yaa kebiasaan deh. Bukannya ngasih gue saran" Felya berjalan menyusul Abangnya itu.

"Ya salah gue itu dimana? Benerkan apa kata gue? Bagus kalo Ayah sama Bunda tau kelakuan suami lo. Dengan begitu lo bisa aja kan disuruh cere' sama tuh bocah."

Felya memukul lengan Abangnya, membuat empunya sedikit mengerang kesakitan.

"Lo pikir pernikahan buat main-main?!"

"Etsss... santuyy dong Neng, Abang kan ngomong berdasarkan fakta yang ada. Lagian emang lo mau punya imam yang badboy kayak dia?"

"Yaa engga mau lah. Tapi kan hati orang bisa berubah kapan aja, siapa tau dia bisa jadi baik kan?"

"Iya deh terserah lo aja. Sini bobok dipaha Abang. Udah lama kan lo ngga tidur diatas paha Abang lo yang paling kece ini? Hm??" Eko menyelipkan sedikit nada kesombongan dalam ucapannya.

Felya memutar bola matanya jengah. Abangnya ini selalu saja merasa bahwa dia yang terkece. Meski begitu Felya menuruti perintah sang kakak. Ia segera berbaring dengan paha Eko yang menjadi bantalnya.

DiLyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang