" Seakan berhenti berdetak, terasa menyesakan kala netra ini melihat. Ketidakadilan yang kau terima, kebodohan yang direndahkan oleh sesama manusia. Bolehkah aku membenci mereka, karena merekalah kau terluka. Aku tak rela, bahkan melihat mereka bahagia membuatku muak!"
.........................
(Author ***** POV)
Jungkook tak mampu bergerak melawan, tenggorokannya sulit mendapat oksigen. Terbata dengan suara tersendat, sesuatu yang erat mencengkramnya. Tak bisa dicegah lagi bagaimana wajah manis nan tampan itu mulai memucat. Oksigen, oksigen... itulah yang ada dipikirannya saat ini. berharap bantuan datang cepat sepertinya tak mungkin, dirinya yang lemah benar-benar pengecut.
Di manik netranya yang basah akan cairan suci nan bening. Ia melihat bagaiaman tawa nista dengan wajah penuh kebahagiaan terpancar. Seorang musuh yang berusaha menghabisi nyawanya. Sadar diri jika dia adalah manusia lemah yang Tuhan ciptakan. Mengharapkan sebuah mukjizat yang entah kapan datangnya.
Satu nama dalam benaknya ketika dirinya merasa berat untuk menahan kelopaknya. seseorang yang terngiang dalam otaknya ketika tangannya tak mampu lagi memberontak, menahan cengkraman dia yang semakin kuat dengan kuasa membunuhnya. Sebuah ingatan kebersamaan yang indah bersamanya, ketika kedua kaki yang sedikit melayang itu bergerak lemah. Perlahan dengan pasti kepala itu menunduk, sebuah kepasrahan yang penuh dengan pengharapan amnesti.
Jungkook....
Dia sudah menyerah, takdir dan hidupnya ia tak tahu. kematian mungkin, yang kini ia takutkan adalah...
Jika tubuhnya kaku tak bernyawa, dilihat oleh bola mata sang kakak. Jungkook hanya takut jika dia pergi dengan cara tragis. Mati tercekik oleh manusia biadab yang merendahkan dirinya. Bagaikan kriminal tingkat kakap yang terahli.
Jeon Yoongi. satu nama yang Jungkook ingat dalam otaknya. Sebelum nafasnya semakin berkurang dengan kadar oksigen di bawah rata. Tubuh sedikit terkejang dengan leher tercekik. Sakit....
Sakit sekali....
"JUNGKOOK???!!!"
Panggilan itu, sebuah panggilan menyebut namanya. membuat Jungkook sedikit mengangkat kepalanya. Ia lihat, seseorang yang selalu menjadi pahlawannya. Dirinya yang lemah dan juga saudara yang selalu menjadi benteng pertahanan yang rela terluka. Jungkook sedikit mengulas senyumnya, ia bisa melihat kedua mata sipit yang membola terkejut. Wajah yang menggeram kesal, Jungkook hafal. Dia hafal bagaimana alpha dalam diri seorang kakaknya bertindak.
Rasanya....
"Yoongi hyung..." jatuh, dengan tak berdaya. Kepala itu sudah menunduk total, disusul dengan kedua kelopak yang menutup sempurnya. Perlahan dengan pasti tubuh itu merosot dengan punggung bergesekan dengan dinding.
Kesalahan.
Sebuah kesalahan yang dilakukan oleh orang sebrengsek dia. Yoongi menggeram, kedua tangannya mengepal. Membuat putih kedua telapak tangannya, satu kalimat dalam hati terucap bagi mereka yang menyakiti Betanya.
Bajingan! Geraman lantang terucap dengan bibir tipisnya. Pemilik kulit putih pucat itu sudah mengeluarkan tanduknya. Kali ini tidak ada Yoongi baik hati. Ingin membunuh manusia laknat disana.
Melupakan fakta seseorang yang sedang masuk dalam area emosi. Jaebum, dengan dua Yeoja juga Hansung disana. sedikit terperangah, sadar jika tubuh Jungkook tak bergerak. Dengan cepat cengkraman tangan Jaebum terlepas, menatap kedua telapak tangan yang sudah kejam mencekik seseorang. Saat itulah Jungkook yang menutup kelopaknya jatuh dengan kepala menyentuh tanah terlebih dahulu.
"Matilah kalian ditanganku, aku tak akan memaafkan kalian!" Yoongi berucap lantang, ia sudah menutup nurani hatinya. tak ada yang namanya kasihan, mereka terlalu bermacam-macam dengan Yoongi. bolehkah Yoongi membunuh mereka dengan cara sadis. Ia akan mengamuk pada mereka yang menyakiti Betanya, saudaranya juga atensi untuk selalu melindunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha Beta (Sad Story Yoonkook) [Spesial Tears]
Fanfiction'Tidak ada alasanku untuk berhenti mempedulikanmu, karena yang kutahu bahwa kau adalah Beta bagiku. Maka aku katakan dengan lantang di depan dunia, bahwa aku menyayangimu... sangat menyayangimu. Betaku sekaligus adikku. Ya, tentu saja... Karena seor...