Part 7

1.5K 198 7
                                    

Singto melirik Krist yang kini tertidur di bus. Entah bagaimana masa lalu Krist, jujur Singto sangat salut dengannya. Ditelantarkan orang tua, tak punya teman, tapi Krist sama sekali tak mengeluh. Tapi dirinya? Ditinggal ibunya ke surga sudah membuat dirinya depresi. Kalau saja Krist tak merebut kekasihnya mungkin bagi Singto Krist adalah sosok yang 'sempurna'.

"Tunggu, sempurna? Apa barusan kau memujinya? Sadar Sing, dia ini si brengsek yang merebut nong Jane. Setelah tubumu kembali kau tak ada urusan dengannya" batin Singto. Perlahan Singto menepuk pipinya sendiri, meyakinkan diri kalau Krist tak ada hebat-hebatnya.

"Hei, kau kenapa?" Tanya Krist yang terbangun karena tepukan Singto juga terasa di pipinya.

"Tidak.." ucap Singto singkat. Krist kemudian melanjutkan tidurnya, dan dengan sengaja menyandarkan kepalanya di bahu Singto. Singto terlihat kesal ingin mendorong kepala Krist, tapi diurungkannya karena melihat wajah Krist yang tampak kelelahan.

"Tapi, apa tidak apa-apa berteman dengannya?"
Singto menatap wajah Krist. Sebenarnya dirinya ingin berteman dengan Krist, mengingat selama ini Krist tak berbuat macam-macam dan menepati janjinya untuk menjaga tubuhnya, justru dirinyalah yang tidak bisa menjaga tubuh Krist. Luka lebam tempo hari saja masih berbekas dengan jelas di wajah putih Krist. Tapi Singto masih ragu, khawatir kalau Krist akan meninggalkannya jika dia terlalu bergantung pada Krist. Perlahan Singto memegang dadanya sendiri, entah sejak kapan dirinya berdebar melihat Krist yang tampak damai tertidur seperti itu.

"Sadar sing! Itu wajahmu, kau tak perlu gugup"

Bus berhenti tepat di halte dekat rumah Krist. Krist memang sengaja mengikuti Singto pulang ke rumahnya, karena orang tuanya pasti tidak pulang lagi hari ini, jadi Krist beralasan akan menemani Singto, menyembunyikan alasan sebenarnya kalau dia ingin berada di dekat Singto.

"Putri tidur, cepat bangun" ucap Singto sambil menekan-nekan pipi Krist dengan telunjuknya. Perlahan Krist membuka matanya, menguceknya sekilas kemudian meregangkan badannya dan pergi turun dari bus. Singto dengan cepat berjalan mengikuti Krist.

"Oho~ jadi kau sekarang memiliki teman eh"
Langkah Krist dan Singto lantas terhenti. Krist yang merasa kenal dengan suara ini lebih dulu berbalik.

"Off?" Gumam Krist, sementara Singto menatap orang itu dengan bingung. Ada urusan apa dia dengan Krist sampai mengikuti mereka kesini.

"Ya, dia temanku. Apa urusannya denganmu?" Ucap Singto berusaha bertingkah seperti Krist, sementara orang itu hanya berdecih pelan.

"Kau tau setahun ini aku selalu memgawasimu, kalau saja tadi tidak ada Tay aku pasti sudah menghabisimu. Kau sudah melukai Gun ku, sekarang dia tak bisa berjalan semua gara-gara kau.."

Singto membulatkan matanya, dia benar-benar tak habis pikir Krist tega membuat orang lain cacat seperti itu. Sementara Krist memainkan jari tangannya dengan gelisah. Kenapa harus sekarang? Kenapa harus di depan Singto? Padahal itu masa lalu yang ingin dikuburnya dalam-dalam, meskipun kejadian itu terjadi tanpa sengaja tapi dia mengakui kalau kondisi kekasih Off itu gara-gara dia.

"Kau, lebih baik kita bicara berdua" ucap Krist sambil berusaha menarik tangan Off, tapi Off dengan kasar menepis tangannya.

"Apa hubunganmu dengannya? Apa kau kekasihnya? Ku beri tahu ya, kekasihmu ini telah membuat kekasihku cacat selamanya! Dia tega mendorong Gun ku ke--"

Buagh!
Krist dengan cepat memukul Off untuk membuatnya berhenti bicara. Yang dia pikirkan sekarang Singto tidak boleh mendengar apapun yang keluar dari mulut Off.

"Sialan kau!" Teriak Off kemudian memukul pipi Krist. Singto yang tak mengerti keadaannya terlonjak kaget, kenapa mereka tiba-tiba bertengkar seperti itu.

[KristSingto AU] Switch! [End] [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang