fifteenth

3.4K 221 2
                                    

Setelah kejadian datangnya Brian menemuiku, aku tidak pernah melihat Rynaldi. Mungkin dia marah atau juga mulai berpikir untuk tidak mempertahankanku. Entah kenapa aku merasa begitu takut.

Setiap hari yang kutemui hanya dokter dan suster atau perawatku. Papa sudah dua hari ini juga tidak mengunjungiku karena harus menemui sahabatnya di luar kota.

Ini sudah tiga hari aku tidak bertemu dengan Rynaldi. Aku sedikit gusar. Aku sepertinya sudah terbiasa dengan kehadiran dan perhatiannya. Untung saja ada kebahagian lain saat ini, yaitu menunggu bayi yang akan kususui. Tidurku jadi terganggu tapi aku bahagia.

" Begini ya jadi seorang ibu." Kataku kepada suster yang duduk disebelahku.

" Memang bayi itu merepotkan. Tapi punya bayi dambaan setiap ibu. Apalagi bayi pertama."

" Anak ini menggemaskan..."

" Lucu sekali. Lihat bu..dia tersenyum. Coba kata ibu, dia mirip siapa?" Aku tak menjawab, siapa pun tahu bayi ini mirip Rynaldi.

" Bayi ini bibirnya seperti mamanya, matanya punya papanya. Hidungnya seperti papanya. Dia akan cantik seperti mamanya. Anak kedua nanti pasti laki laki ya bu..tampan dan gagah seperti papanya. Benarkan bu..ibu ingin anak laki laki."

" Tidak..aku tidak ingin bayi kedua." Ucapku tegas, senyum suster itu lenyap mendengar ucapanku.

" Jangan begitu bu. Pa Rynaldi bilang ibu ingin anak laki laki. Mungkin memang sekarang belum mau..tapi nanti juga akan hilang rasa takut dan ibu akan hamil lagi."

Suster itu terus berkata kata. Aku hanya meringis. Apa benar aku tidak ingin punya anak lagi, tanyaku dalam hati.

" Melahirkan yang kedua tidak akan begitu sakit bu." Lanjutnya.

" Ibu adalah wanita yang beruntung."

" Beruntung bagaimana?" Tanyaku penasaran.

" Masih muda, cantik, kaya raya dan begitu disayang suami."

" Suster tahu betul kalau Pa Rynaldi menyayangi saya."

" Aah..semua terlihat jelas bu. Suami ibu begitu menyayangi ibu, waktu ibu hendak melahirnya dia berdoa tanpa henti. Dia membawa ulama untuk berdoa bersama. Dia menangis memeluk ulama itu memohon doa keselamatan untuk ibu dan bayinya. Dia memesan bunga banyak sekali. Dia memberi kami hadiah dan setelah bayi lahir dia memeluk ayahnya sambil menangis bahagia. "

" Dia ayahku bukan ayahnya..."

" Oh ya..mertuanya. Dia juga menyumbangkan satu unit Ambulance atas rasa syukur keselamatan istri dan bayinya."

" Yah..aku tahu." Bohongku, aku sendiri merasa kaget dengan semua cerita suster. Rynaldi memang dermawan. Aah..aku jadi memujinya.

" Dia juga akan membuat pesta besar setelah ibu pulang ke rumah nanti, kami semua diundang." Mata suster itu berbinar.

" Yah aku tahu..." Bohongku lagi sambil tersenyum. Ada rasa bahagia tak terkira menyeruak dalam dadaku.

" Semoga ibu terus sehat. Sudah bobo bayinya bu..saya permisi."

" Aku ingin bayi ini tidur disini."

" Tidak boleh bu."

" Bagaimana kalau dia nangis lagi."

" Akan saya bawa ke sini bu."

" Apa tidak merepotkan?"

" Tidak bu. Itu sudah tugas kami."

Setelah suster pergi dari ruangan aku merenung sendiri. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Aku sudah berkata, aku tidak akan pergi. Tapi kehadiran Brian kemarin itu membuatku tak tenang, ditambah ketidak hadiran Rynaldi beberapa hari ini. Apa dia marah. Kenapa aku jadi merasa takut memikirnya.

Whisper of the Heart (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang