31

1.8K 164 18
                                    

“Kenapa, Bee?” tanya Saga dengan tangan yang melingkari perut berlemak Reres.
Pria itu menghirup aroma sampo yang bercampur dengan keringat hasil kegiatan mereka pagi ini. Terasa begitu memabukkan dan bikin betah buat pelukan terus. Saga memejamkan mata. Kegiatan suami istri memang nikmat dan enak, tapi memeluk istrinya yang tak berdaya dengan kehangatan yang menjalar ke seluruh tubuh membuat kegiatan itu menjadi favoritnya di urutan kedua setelah nina bobo.
Bukan tanpa alasan Saga menanyakan hal itu pada Reres. Memang istrinya itu menikmati pergumulan mereka. Namun, setelahnya wanita yang sudah melahirkan dua buah hati kesayangan Saga itu mendadak diam dengan pandangan kosong.
“Kurang, ya, jatah paginya?” Saga mengerling jahil. Menggoda istrinya supaya kembali ceria. Ia tahu bahwa ada yang dipikirkan oleh istrinya.
Reres mendengus sebal dengan ucapan Saga. Apa suaminya itu tidak tahu kalau ia sudah lemas dan hampir berubah menjadi jelly karena terlalu lelah? Ya, ia lelah karena Saga meminta jatah paginya lebih dari dua ronde. Padahal biasanya dua ronde itu maksimal. Kali ini dua ronde Saga menjadi beronde-ronde Reres.
“Terus kenapa? Ya jangan salahin aku, dong, kalau aku nanya gitu. Secara kita memang baru selesai—“
“Aku batal berangkat aja, deh,” sela Reres saat perkataan Saga belum selesai.
“Batal apanya?” Saga masih bingung. Terlalu nikmat di jatah paginya membuat otaknya sedikit lambat berpikir.
“Batal ikut reuni.” Pandangan Reres kembali kosong. Menatap langit kamar yang perlahan terang efek sinar matahari lagi.
“Kenapa?” tanya Saga dengan suara dan raut terkejut. Tubuhnya tersentak sampai duduk tegap dengan menatap wajah Reres. Menyorot penuh netral cantik Reres yang kini redup. Hatinya melompat kegirangan karena Reres batal hadir di pertemuan tidak penting itu.
“Kamu sakit?” Itu pertanyaan wajar karena Saga tahu betul bagaimana antusias Reres menghadiri pertemuan itu. Bahkan ia masih ingat sempat bertengkar dengan istrinya karena hal yang ada sangkut pautnya dengan acara itu. Ia juga pernah menolak dan memarahi Reres saat wanita di sampingnya meminta izin untuk hadir.
“Ak-aku ... aku ... aku takut.”
“Takut?” Reres mengangguk.
“Aku takut akan jadi bahan ledekan, bully dan bahan hiburan mereka karena bentuk tubuhku sekarang,” ujar Reres dengan satu air mata jatuh.
Peka dengan kondisi istrinya, Saga segera memeluk Reres. Menyembunyikan wajah Reres di dada bidang miliknya. Mengelus punggung yang bergetar dengan penuh kasih sayang. Membiarkan Reres mengeluarkan tangis yang mungkin ia tahan. Selang beberapa menit , Reres sudah diam meski tubuhnya tetap bergoyang. Saga memberi istrinya waktu.
Jujur, hati Saga amatlah senang saat tahu Reres batal datang ke acara itu. Namun, Saga harus tetap tahu alasannya. Jadi, ia akan menanyakan alasannya. “Yakin?” Reres mengangguk. “Boleh aku tahu alasannya?”
“Aku ... malu.” Gerakan di punggung Reres berhenti. Saga terkejut dengan pengakuan istrinya. Ia mengerjapkan mata berkali-kali supaya percaya dengan alasan istrinya. “Aku malu dengan bentuk  tubuhku, Bee. Aku gendut. Tidak seksi seperti dulu. Melar ke kiri dan kanan. Tubuh bengkak dan tidak secantik dulu. Aku malu, Bee.”
Saga menghela nafas. Ini adalah hal yang paling Saga benci. Ia benci saat mendengar istrinya yang kembali mengeluh, tidak percaya diri serta tidak bersyukur atas apa yang ia miliki. Ia benci saat Reres terus menerus meratapi bentuk tubuhnya dan Saga benci saat Reres kembali sedih karena bentuk tubuhnya.
“Lihat aku!!” Perintah Saga dengan kedua tangan menyentuh kedua sisi wajah Reres. “Kamu cantik. Kamu adalah wanita paling cantik yang pernah aku temui. Kamu adalah Reres istri Saga yang paling cantik. Ratu kecantikan di hatiku sejak dulu sampai sekarang.”
Saga membuang napas lalu melanjutkan ucapannya, “kamu pergi aja. Aku yakin, teman-teman kamu pasti iri melihat kecantikan kamu. Aku malah takut mereka yang insecure dengan tubuh kurus tulang belulang mereka,” dengus Saga. “Lagipula aku yakin mereka kurus karena obat bukan alami. Daripada kurus tapi sakit-sakitan, mending gendut kayak kamu. Udah gemesin, cantik, baik hati lucu pula. Paket komplit, kan?”
Reres kembali memeluk Saga. Wanita itu begitu bahagia dan bersyukur karena mempunyai suami seperti saga. Pria yang menerimanya tanpa syarat dan menerima segala kekurangan serta kelebihannya. Termasuk kelebihan berat badan.
“Kamu nggak kangen mereka?”
Kangen? Tentu Reres sangat merindukan teman-temannya, meski banyak yang tidak menyukai tapi tidak sedikit pula yang mau jadi temannya. Kadang mereka masih berbalas pesan di sosial media Reres yang dijadikan lahan pencaharian uang olehnya. Ia merindukan temannya dan ingin bertemu
“Jangan pikirkan yang iri dan nggak suka sama kamu. Nggak perlu susah payah berbuat baik di depan mereka karena itu akan sia-sia. Fokus saja sama niat kamu ke sana dan buat dirimu bahagia,” ujar Saga. Tangannya masih aktif mengelus punggung istrinya. “Hari ini gantian aku yang kencan sama anak-anak.”
Sekarang hari Sabtu yang artinya Saga libur bekerja dan kebetulan sekali acara reuni itu hari ini. Reres mengembangkan senyumnya Ia sangat bersyukur dan bahagia mempunyai suami seperti Saga. Meski pertengkaran kecil sering kali terjadi tapi kehidupan rumah tangga mereka bisa dibilang sangat harmonis.
“Terima kasih,” ucap Reres menyembunyikan wajahnya di dada bidang Saga.
“Biar makin semangat pas kencan sama anak-anak nanti, boleh dong satu ronde lagi sambil mandi,” canda Saga dengan alis yang naik turun seperti jalan raya menuju pantai.
“Modusnya bikin beku,” sengit Reres. Saga tergelak mendengarnya. Lucunya, Reres beranjak dari posisinya dengan tubuh polos menuju kamar mandi. Begitu sampai di pintu kamar mandi, wanita itu menoleh pada Saga yang masih memerhatikannya. Mengedipkan sebelah mata dengan gaya sensual dan cukup menggoda, “mau berapa ronde?”
***

“Gimana?” tanya Reres dengan gaun hasil rancangannya sendiri yang sudah melekat di tubuhnya. Terlihat begitu cantik dan err ... seksi.
“Ck, jangan pergi aja, gimana?” Reres melotot mendengar pernyataan suaminya. Wanita itu mencubit perut Saga karena kesal. “Ya gimana, kamu cantik banget gini. Mana rela aku kalo kamu jadi konsumsi publik,” sungut Saga.
Mata Saga tak berkedip melihat Reres yang terlihat slim dan begitu cantik padu padan warna dan corak yang begitu unik membuat gaun dan Reres seperti menyatu.
“Emm ... kamu di rumah aja, gimana?”
“Bee!!”
“Cium satu,” ucap Saga sambil memajukan bibirnya. Matanya terpejam dengan bibir yang melengkung ke atas. Setelah beberapa detik tidak ada pergerakan apa pun, Saga melirik kesal pada istrinya. Mengambil kunci rumah dan berjalan ke pintu kamar. “Kalau aku nggak keluar itu artinya nggak ada yang keluar rumah hari ini.”
Reres yang panik segera mendekati Saga dan mencium bibir suaminya. Bukan Saga jika membuang kesempatan meski itu sangat kecil seperti sebutir beras. Menahan tengkuk Terus lalu melumatnya hingga keduanya kehabisan nafas. Saga tersenyum sambil mengusap sudut bibir Reres.
“Oke, kita berangkat sekarang.”

Cinta 100 Kg Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang