Bad Dinner

23 6 9
                                    

"Apa kau puas?! "

Ok, baru kali ini Jimin diteriaki oleh seseorang yg dekat dengannya hampir 4 tahun. Ini pukul 23.56, itu berarti 4 menit lagi sudah tengah malam dan mereka baru saja keluar dari restoran yg di pilih Jimin untuk give away konyolnya, tentu saja Namjoon kesal.

Kenapa konyol? Jimin ternyata benar benar memilih acak, ia tidak mengenal wanita itu sama sekali dan well...

Jimin tertipu galeri IG si wanita yg dipilihnya.

Cantik... Putih.. Tinggi.. Sexy.. Langsing..

Hanya satu yg benar dari kelima kata itu, putih.

Wanita itu memang putih tapi yg lain, Jimin jadi ingin mengutuk aplikasi edit foto dan video yg mampu mengubah hampir 100% si pemakai.

Tidak! Jangan salah paham pada pemuda bermarga Park ini, bukan perkara bentuk tubuh dari wanita itu. Hanya saja, ia merasa ditipu dan memang sempat marah pada wanita tadi.

Jimin mengatakan jika ia harus menunjukkan siapa dirinya, bagaimanapun keadaannya.

'Tak ada yg salah dengan tubuh berisi, jika innermu baik semua akan baik.'

Begitu nasihat Jimin, tapi setelah itu si wanita menangis sejadi jadinya hingga ia dan Namjoon dibuat pusing akibat seluruh pasang mata menatap mereka tajam.

Dan yaaa, sekitar 15 menit lalu si gadis baru bisa terdiam dengan berbagai bujukan dari kedua pemuda itu.

"Maafkan aku, Hyung. Aku sadar ini sangat konyol, tapi yaaa kita jadi tau kenapa banyak dari mereka yg memanipulasi diri mereka di dunia maya. Sebuah pengalaman baru, bukan?"

"Memang. Tapi kau membuat kita hampir dalam masalah besar karena dia menangis sehebat itu, dan aku yg harus selalu menemuinya dikantin setiap hari. Kau menceburkanku ke lahar panas, Dude." sinisnya.

Jimin menggaruk belakang kepalanya karena  ia memang merasa bersalah karena Namjoon yg harus bertanggung jawab dari kekonyolannya.

" Maaf, Hyung. Aku janji akan membuat semua seperti semula, bersabarlah untuk sehari dua hari. " ujar Jimin.

" Buktikan saja, Park. Aku lelah mendengarmu."

Namjoon berbelok dan Jimin masih terdiam disana hingga tubuh sahabatnya hilang di balik tembok yg tak lain adalah pagar rumahnya, sedangkan Jimin masih harus berjalan melewati 4 rumah lagi untuk tiba di kediamannya.








Keesokan harinya Jimin menghampiri Namjoon yg tengah duduk bersandar di bawah pohon besar tepi danau buatan di belakang Universitas.

"Hyung."

Namjoon tak bergeming dan Jimin paham, wajar jika pemuda ini masih marah padanya. Ia memang sangat konyol kemarin.

"Hyung bagaimana jika aku menjadikannya kekasihku saja ya? Agar ia tak perlu mengganggumu lagi." ujar Jimin.

Namjoon menutup bukunya, ia memandang lurus ke depan dimana para mahasiswa dan mahasiswi berlalu lalang.

"Jangan bertambah konyol, Jim. Wanita licik seperti itu mana ada dalam kamus pacar impianmu?"

Namjoon masih tak menatap lawan bicaranya.

"Perempuan agresif juga tak ada dalam kamusmu, Hyung. Ini bukan tentang ada atau tidak kriteria kita padanya, ini perkara tanggung jawabku." Jimin memelankan suara di akhir kalimatnya.

"Jika ia jadi kekasihmu, kau bisa lepas darinya? Bagaimana jika ia akan menangis histeris seperti kemarin saat kau memutuskannya? Kau tidak ingin mati konyol, bukan? Matimu harus elegan, Jim."

CupcakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang