Berhari-hari telah berlalu setelah peristiwa itu. Valeri memilih menghindari Kris agar Kris tidak bertanya lebih banyak mengapa dia menangis hari itu dan berujung mendahuluinya pulang. Dia tidak mau orang-orang bertanya apalagi khawatir dengan masalah yang dihadapinya kini. Dia juga tidak mau orang-orang menganggapnya gila jika mencintai seseorang yang jelas-jelas hanya khayalannya saja.
Valeri ingin mengenang Dimas hanya untuk dirinya sendiri. Dia tidak ingin membaginya kepada siapapun. Meskipun teramat berat yang dia rasakan, teramat perih baginya menyimpan kenyataan selama ini jika DIMAS HANYA KHYALANNYA SAJA.
Hatinya berteriak. Tekadnya untuk melupakan Dimas membara,namun lagi-lagi bayangan seorang pria semampai yang tengah berdiri di depan jendela sebuah Kapel,dengan rambut pirang kecoklatannya yang ditiup angin seolah membuai Valeri.
Logikanya dan hati nuraninya terus berperang, walau dirinya telah mendeklarasikan bahwa Dimas hanya khayalannya saja, mengakhiri penderitaannya dari bayang-bayang seorang Dimas Van Dijk secara sepihak. Memutuskan berpura-pura bahagia dan membohongi hatinya bahwa dia bahagia, dan dia tidak sakit lagi.
Valeri melewati korodor menuju kelasnya. Karena banyak melamun dia baru menyadari Kris sedang berjalan kearahnya. Segera saja dia bersembunyi dibalik pilar agar kris tidak melihat dirinya disana. Dia tidak mau ditanya oleh Kris terkait peristiwa kaburnya dirinya hari itu.
"Aneh sepertinya aku tadi melihat Valeri disini" Valeri mengeratkan pegangannya pada roknya saat Kris mencari-cari dirinya. Sungguh bukan apa-apa,dia hanya tidak ingin Kris berkomentar ini itu dan dia juga tidak mau kris ikut campur masalahnya
***
Hari ini,seperti biasa Valeri mengunci mulutnya rapat-rapat seolah dirinya bisu. Tidak ada percakapan antara dirinya dengan ayahnya selama perjalanan menuju rumah. Ayahnya yang memang terbiasa dengan sikap diam putrinya tak menanggapi serius hal tersebut. Sama seperti sebebelumnya Valeri membanting pintu mobil dan langsung masuk kedalam rumahnya tanpa mengatakan sepatah katapun. Ayahnya hanya mengendikkan bahu menghadapi putri semata wayangnya. Dia tidak menganggangap aneh sikap Valeri karena Valeri memang biasa seperti itu. Dingin dan tidak perduli dengan yang lain
Dia bersyukur Valeri kembali seperti semula. Dia lebih khawatir dengan Valeri beberapa waktu lalu. Valeri yang gelisah, terlihat sedih dan stress. Hingga dirinya harus berbaring di tempat tidur selama berhari-hari,tidak mau makan dan terus menangis. Dia sungguh khawatir dan melihat sikap tidak biasa putrinya yang terkenal datar itu sungguh memprihatinkan. Apalagi saat dia pulang dari dinas dan menemukan putri kesayangannya tergeletak dilantai bersimbah darah,dia ingat betapa kalang kabutnya dirinya waktu itu. Mengemudi seperti kesetanan dan memberteriak-teriak di rumah sakit agar perawat menolong putrinya.Dia tidak mau kehilangan putrinya Valeri.
Hal itulah yang melandasi pemikirannya sekarang. Setelah beberapa hari berdebat dengan istrinya terkait rencananya ini,dan mempersiapkan segalanya. Dia harus memberi tahu Valerinya terkait rencananya. Tidak banyak waktu yang tersisa
"Valeri!" Suara Papa dan Mama berbarengan memanggil,mengagalkan rencana Valeri untuk naik ke kamarnya. Valeri berhenti dan berbalik menghadap orangtuanya
"Kemarilah,duduk disini ada yang Papa ingin bicarakan"
"Ada apa Papa?" Valeri bingung. Tidak biasanya Papa dan Mamanya yang terkenal jenaka,kini terlihat serius. Papa berdeham untuk memulai pembicaraan
"Papa ingin kamu pindah ke Belanda dan tinggal bersama Omamu disana" Valeri menganga tidak percaya. Otak belum bisa memproses perkataan ayahnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas Van Dijk
FantasiaDimas Van Dijk adalah seorang remaja keturunan Belanda yang hidup di Indonesia pada masa penjajahan. Seorang yang menjadi alasan balas dendam dari seorang Ivanna Van Dijk, tak begitu banyak cerita yang mengalir tentangnya. Membuatku penasaran tentan...