Paginya setelah sarapan, Nath dan Karen dipanggil ke ruang kerja Opa. Nath menghampiri Karen yang sedang berdiri sambil bertumpu pada kursi rodanya di dekat kolam renang, lalu menepuk pelan pundak Karen. Karen menoleh, dan untuk sepersekian detik ia tampak terkejut dengan kehadiran Nath. Detik selanjutnya, ia tersenyum tipis. Matanya masih sembab dan memerah. Nath berdiri canggung. Ia ingin mengajak Karen ke ruangan Opa, tapi ia masih bingung. Ia masih bingung bagaimana bicara dengan Karen tanpa mengeluarkan kesan yang sinis dan sarkas.
"Mau ke ruangan Opa sekarang?" tanya Karen memecah keheningan.
Dalam hati, Nath bersyukur Karen menanyakan hal itu. Ia kemudian mengangguk, membuat Karen bergumam "oke". Ia beranjak melepaskan pegangannya pada kursi roda, lalu berjalan pelan. Namun belum ada tiga langkah, Nath menarik pergela gan tangan Karen. Membuat Karen berhenti lalu melemparkan tatapan heran ke arah Nath.
"Apa?" tanya Karen.
"Kata suster lo harus pake kursi roda," ucap Nath.
Mendengar ucapan Nath barusan membuat Karen merasa berbeda. Seperti ada getaran yang timbul akibat perkataan Nath barusan. Perkataan yang keluar dari mulut Nath itu sangat asing di telinga Karen. Seumur hidupnya, yang pernah ia terima dari kata-katanya adalah Nath yang memarahinya, memaki dirinya, dan memojokkan Karen sehingga ruang rasa bersalahnya terbuka.
Karen tersenyum lembut, "Oke," ucapnya. Karen kembali berjalan mendekati kursi rodanya, lalu duduk di sana. Dalam hati Nath bertanya-tanya. Papa, Dodit, Gabi, bahkan suster Grace selalu mengatakan kalau Karen sangat susah untuk duduk di kursi roda. Ia selalu bersikeras untuk berjalan, yang walaupun pada akhirnya ia akan pasrah duduk di kursi roda.
Ingatan Nath kembali saat malam dimana ia pergi bersama Dodit. Saat itu Dodit mengatakan kalau Nath adalah salah satu pengaruh terbesar bagi kesembuhan Karen. Saat itu juga Dodit mengatakan kalau saja Nath mau menyemangati Karen, mungkin akan mudah bagi Karen untuk sembuh. Karen pasti akan sangat senang jika diperhatikan oleh Nath. Karen sendiri bahkan sudah mengakui secara terang-terangam, kalau ia menanti Nath untuk turun tangan membujuknya pada Dodit waktu di lapangam kemarin.
Nath meraih pegangan kursi roda itu, lalu mendorongnya menuju ruangan kerja Opa. Ruang kerja Opa ada di lantai satu, sehingga memudahkan Karen untuk pergi ke sana. Ini pertama kalinya Nath mendorong kursi roda Karen. Walau hanya setitik, Nath merasakan kalau hati kecilnya berteriak kegirangan karena pada akhirnya, ia bisa melakukan sesuatu untuk Karen. Sesuatu yang selama ini Karen nanti-nanti.
Sesaat setelah memasuki ruangan Opa, Opa tampak terkejut melihat Nath mendoromg kursi roda Karen. Tadi Opa pikir, Nath akan datang seorang diri dan Karen akan menyusul bersama suster Grace. Tapi secepat mungkin Opa mengubah ekspresinya. Ia mempersilahkan cucunya itu masuk, lalu langsung berbicara to the point. Karen harus kembali ke rumah sakit malam ini, jadi Opa tidak bisa menunda lagi untuk berbicara.
"Ada pesan terakhir dari Papa buat kalian," ucap Opa mengeluarkan sesuatu dari laci mejanya.
Dan tanpa didadari, Nath dan Karen sama-sama menahan nafas mereka saat Opa mengeluarkan sebuah notes kecil. "Ini ditemukan di tas kerja Papa kalian di lokasi kejadian," ucap Opa.
Tangan Opa tergerak untuk membuka-buka notes itu perlahan. Hatinya pasti sakit melihat tulisan tangan anaknya yang sudah tiada. Sebelum matanya berkaca-kaca, Opa berdeham. "Opa bacain, ya,"
"California, 8 Desember 2016.
Halo Nathan dan Karen. Ini surat pertama Papa buat kalian. Aneh banget ya nulis surat di zaman begini? Hahaha. Tapi Papa inget, waktu kecil Papa sering nulis surat. Kalau ada hal yang sulit disampaikan langsung, Papa pasti nulis surat. Dan hari ini… rasanya Papa harus banget nulis surat buat kalian. Ada beberapa hal yang mau Papa omongin ke kalian masing-masing.
Pertama, Nath. Kamu anak Papa yang pertama. Kalo Papa udah nggak ada nanti, itu artinya kamu harus siap jadi pengganti Papa. Kamu harus bisa jadi orang yang
ngelindungin Karen. Kamu juga harus siap buat ngurusin segala keperluan dia, pengobatannya, sama hal-hal lain.Lalu soal sikap kamu sama Karen… Papa suka ngerasa bersalah sama Mama setiap kamu bentak Karen, bikin Karen nangis, atau yang paling sering itu ketika kamu nggak peduli sama dia. Dia adek kamu, tapi kamu perlakuin dia kayak orang luar. Mungkin ini salah Papa karena nggak pernah ajak kamu ngobrol tentang ini. Papa nggak pernah tahu pasti kenapa kamu begitu… tapi kalau Papa boleh minta satu hal, Papa mau kamu ubah sikap kamu ke dia. Kalo mau bikin Papa seneng, gampang kok. Kamu nggak perlu rangking satu umum atau juara basket di mana-mana. Cukup ubah sikap kamu ke dia, pasti Papa bakal seneng banget. Selain itu, Papa juga mau kamu janji buat nggak berantem lagi sama Vano. Stop bikin badan kamu sakit, nambah dosa pula. Bukan cuma berantem sama Vano aja ya, sama orang lain juga.
Selanjutnya buat yang paling imut,
Karenina. Pertama, Papa mau minta maaf sama kamu karena Papa nggak selalu bisa nemenin kamu kalo kamu lagi di rumah sakit, Papa jarang jemput kamu sekolah. Intinya Papa jarang ada buat kamu. Tapi Papa janji, Papa bakal memperbaiki kesalahan Papa. Walaupun Karen nggak liat Papa, Papa pasti ada di samping kamu. Karen bisa pegang janji Papa. Kalo nggak ada Papa, kamu harus jadi anak baik. Kalau Nath mulai bandel, diingetin aja, ya? Jaga satu sama lain. Papa percaya kok,
Karen udah dewasa dan pasti kamu bisa gantiin posisi Mama buat dia.Nath dan Karen, Papa sayang banget banget banget baaanget sama kalian berdua.
Papa udah tenang soalnya Papa udah nabung banyak banget hasil kerjaan Papa buat kalian. Kalian jangan berantem lagi ya. Kalo kalian mau bikin seneng Papa sama Mama, kalian harus akur. Enggak boleh lagi bentak-bentakan, teriak-teriakan, cuek-cuekan kayak yang udah-udah.
Papa beruntung banget punya anak-anak seperti kalian. Kalian anak-anak kuat. Jangan putus asa kalau suatu saat apa yang kalian harap nggak tercapai. Inget aja, Tuhan selalu punya cara lain untuk bikin kalian tersenyum.
From the deepest part of my heart,
Papa sayang kalian.Sincerely,
William Alexander."Air mata Opa menitik. Sementara Karen, ia sudah terisak saat notes itu diberikan Opa padanya. Karen menangis sambil mendekap notes itu erat-erat. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan Papa saat menulis surat ini. Apakah Papa merasa sedih? Apakah Papa merasa khawatir? Apakah Papa merasa sudah tenang? Tidak ada yang tahu.
Surat ini membakar tekad di dalam dada Nath. Keputusannya untuk berbicara dengan Karen semalam memang sudah sangat tepat. Tiap kata yang Papa tulis dalam surat itu meresap ke dalam diri Nath. Ia berjanji pada diirnya sendiri, bahwa ia tidak akan mengecewakan siapapun. Ia akan berusaha sangat keras untuk itu.
--
cepet kann updatenyaa
vomment duuund
gimana pendapat kalian soal part ini hehemulmed : papa🥀
griertoast.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rester [COMPLETED]
Ficção Adolescente[completed story] [highest rank : #3 in SadEnding, 8 July 2019] •°•°•°• "Dit, kenapa lo bisa lengket terus sih sama cewek penyakitan kayak Karen? Kenapa nggak cari cewek lain aja yang bisa di ajak have fun? Karen kan lemah. Diajak main basket aja n...