Part 5

15 4 1
                                    

"Suster pasien kamar 105 ada di mana ya kok ngak ada di kamarnya?."

"Oh, dia sudah pulang mbak, ini obatnya mbak, tadi dia cepat pulang jadi ngak sempat kasih obatnya, tolong omongin sama dia kalau obatnya di minum!."

"Iya Sus," Reyna pergi dengan emosi yang meluap-luap, mungkin di dalam legenda malin kundang seorang Ibu mengutuk anaknya menjadi batu, tapi sekarang tidak, seorang adek mengutuk abangnya menjadi taik karna pulang tidak memberitahu. Reyna datang ke rumah dengan mobil sport Alvata dan masuk ke rumah tanpa memberi salam, Reyna melihat Alvata bersandar di samping pintu kamarnya sambil menyilangkan tangan di dada. Reyna masuk ke kamar tanpa menghiraukan Alvata lalu ia mengikuti Reyna masuk ke kamar.

"Ngapain lo pakai mobil gue ngak bilang-bilang, kan udah gue bilangin ngak usah nyetir mobil sendirian tanpa ada orang yang ngawasin lo," bentak Alvata dengan nada tinggi.

Reyna menarik nafas dalam, ia sudah tidak bisa lagi menahan emosinya karna di bentak oleh Alvata, "seharusnya gue yang marahin lo, kenapa malah sebaliknya jadi lo yang marahin gue, gue tau kalau gue ngak pantes pakai mobil mewah kayak punya abang, abang sendiri kan yang bilang selagi ada abang gue ngak usah naik taksi dan lo tau sendiri kan kalau sepeda gue lagi di bengkel jadi ngak bisa berangkat ke sekolah dan gue ngak punya uang untuk naik taksi," bentak Reyna dengan nada tinggi.

"Maafin abang, gue lupa kalau sepeda lo lagi di bengkel."

"Ngak usah mintak maaf deh bang gue udah terlanjur sakit hati, cuma karna gue ngak pernah marah kalau di bentak lo, bukan berarti gue pengalah, gue hanya ngak pengen ngelian papa sama mama sendih karna ngelian anaknya berantem, ni ambil kunci mobil lo, gue mau pergi jadi ngak usah cari-cari gue, bay," Reyna pergi setelah emosinya telah ia keluar kan.

"Dek lo mau ke mana di luar lagi hujan ntar lo sakit?."

"Terserah gue ngak usah sok peduli."

Reyna pergi meninggalkan Alvata yang masih berada di dalam kamarnya. Reyna berjalan dengan derasnya hujan tanpa memakai payung, ia tak tau arah mau ke mana, mungkin jika orang melihat kondisi Reyna saat ini mereka bakalan mengira bahwa ia di usir dari rumah dengan ke adaan masih memakai seragam sekolah putih abu-abu, Reyna terus berjalan sambil menundukkan kepalanya dengan sesekali menggosok tangannya karna merasa ke dinginan, Reyna berhenti berjalan dan melihat di sekelilingnya, ia tidak sadar berada di mana karna ia tidak pernah lewat di daerah sini.

"Masyaallah, gue ada di mana ini ya kok gue ngak tau sih daerah sini," ucap Reyna bingung.

Reyna kembali berjalan dan selang beberapa menit ia merasa kepalanya pusing, mungkin karna ia sudah lama terkena hujan, Reyna pingsan di depan rumah yang ia tidak ketahu i siapa pemilik rumah itu.

Seseorang keluar dari dalam rumah sambil menguap, ia mengucek matanya sambil melihat keluar pagar dan melihat orang pingsan di depan pagar rumahnya, ia keluar sambil membawa payung.

"Mbak mbak, bangun mbak," ia mengguncang bahu dan menyingkapkan rambut yang menutupi wajah Reyna. "Reyna, lo ngapain pingsan di depan rumah gue ngerusak pemandangan aja ni orang," ketus Raka sambil menggendong Reyna masuk ke dalam rumah dan di bawa ke kamarnya.

*
*
*

Jam sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi, Reyna terbangun karna merasa cahaya matahari menusuk matanya.

"Lo udah bangun," ucap seseorang yang berada di depan jendela.

"Siapa kamu, ngapain lo ada di kamar gue?."

Raka berbalik badan menghadap Reyna, "Raka, ternyata lo, ngapain lo ada di kamar gue?."

Raka menyunggingkan bibirnya, "Lo itu ngak sadar apa kalau ini bukan kamar lo, lo itu ada di kamar gue."

Impossible DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang