Chapter 15

13.7K 1.3K 67
                                    

Teriakan ibu hamil yang akan melahirkan serasa tenang merasuk jiwa, keluarga pasien yang datang marah-marah terasa bagaikan alunan dentingan piano Yiruma, komplenan setiap pasien datang bagaikan paket online shop kusambut dengan suka cita.

Akhirnya! 1 bulan yang menyiksa, mengakibatkan berat badanku naik 3 angka, RS kami lolos akreditasi dan masih menyandang mempertahankan grade A.
Yang artinya akan ada jalan-jalan gratis lagi untuk semua karyawan RS yeaa !

Inilah salah satu benefit ketika kamu kerja di RS Swasta yang dinaungi 1 yayasan yang terdiri dari belasan RS, mereka biasanya tidak pelit untuk memanjakan karyawannya untuk jalan-jalan.

Tahun ini aku harus menyembah tempatku bekerja sepertinya, karena biasanya tahun-tahun sebelumnya kami akan disama ratakan pergi ketempat 1 destinasi di dalam kota berbeda dengan tahun ini kami akan keluar pulau!

Untuk semua karyawan mereka akan pergi bergantian 4 gelombang keberangakatan ke Bali—yeah Bali!
dan untuk tim inti akreditasi tidak hanya keluar pulau tapi keluar negeri !
tidak sia-sia aku kerja rodi setiap sabtu-minggu.

Singapura tujuan kami, negara tetangga ini bukan pertama kalinya aku kunjungi but still im so exited, liburan 3 hari tanpa embel-embel kepala ruangan tanpa pelaporan 24 jam, dan yang pasti adalah tanpa dokter dipta!

Sikap Dipta sungguh semakin tidak bisa dikatakan normal, aku semakin tidak mengerti dengan dipta yang tiba-tiba menjadi manis semanis sodium, mengajak (memaksa) kerumahnya hanya karena aku risih makan diluar—yang pasti banyak fans dipta berkeliaran, dan yang paling aneh adalah dipta yang tetap memaksa ingin mengantarkan aku ke RS dijam setengah 7 pagi!
Setelah acara makan dirumahnya beberapa minggu yang lalu, aku langsung ingin pamit pulang setelah mendapatkan tanda tangan dipta dikertas SOP, bagaimana tidak kecanggungan menyelimutiku sampai selasai makan dan sesi tanda tangan, dipta yang terus berbicara hanya sanggup aku jawab dengan anggukan.
Dipta memaksa ingin mengantarkan aku pulang meskipus sudah kutolak dengan gelengan, dipta bahkan tidak perduli dengan penolakan yang akhirnya aku tetap diantarkan pulang meninggalkan motorku yang masih nongkrong di parkiran RS.

Sungguh aku merinding dengan apa yang aku pikirkan bahwa dipta akan mendekati gila sebentar lagi.

“ra masih lama ga katanya sampainya?” tanya teh echi

Echi merupakan perawat 1 tahun diatasku kepala ruangan OK, kami bisa dikatakan dekat, layaknya ampolp dengan isinya, dimana ada echi pasti ada aku dan begitu sebaliknya. Kami yang memang sama-sama belum menikah seakan menjadi partner in crime di segala acara RS.

“tadi di grup katanya udah masuk bandara teh” aku membaca pesan di grup yang bernama ‘trip SG’

Trip kali ini kami dibebaskan pergi kemanapun selama 3 hari, ingatkan aku untuk mencium tembok RS terkasihku

Aku dan teh echi duduk dikursi besi lurus yang cukup untuk 4 orang menghadap tempat makan yang berjajar membelakangi pintu masuk pertama imigrasi, menunggu rombongan yang lain datang

Karena tim inti Akreditasi hanya terdiri dari 30 orang termasuk dokter umum dan jajaran kepala ruangan semua berangkat dihari yang sama. Mini bus yang aku tumpangi sudah sampai 20 menit yang lalu tinggal mini bus 1 lagi yang memuat dokter-dokter yang belum sampai

“ck. Kalau ngga niat ikut padahal gausah ikut ya ra, tadi juga nungguin lama dr. Nina”

“dokter ngga pernah salah teh, yang salah kita karena datang kecepetan”

“haha, itukan moto anak perawat poli ya ra”

“iya teh ‘dokter spesialis ngga pernah salah yang salah pasiennya datangnya kecepetan’ haha”

CITO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang