Bertahun-tahun setiap musim kemarau tiba, daerahku mengalami kekeringan. Sebenarnya ada sebuah sumber air dari mata air yang melimpah, namun jarak dari desaku menuju sumber air itu cukup jauh dan terjal. Seandainya saja ada saluran air yang bisa mengalirkan air dari mata air itu menuju pesawahan dan perkebunan kami, setiap musim kemarau petani di desaku tidak akan mengalami gagal panen. Syukurlah, minggu itu datang puluhan anggota TNI AD yang akan membantu warga desa membuat saluran air dari mata air menuju desa kami. Wah, ternyata banyak yang gagah dan tampan juga para personel tentara itu. Karena aku adalah anak kepala desa dan sudah remaja, aku ikut ambil bagian dalam kerja bakti membangun saluran air tersebut.
Ada satu tentara yang mencuri perhatianku. Dibandingkan dengan yang lain, wajah tentara itu yang paling tampan, juga mempunyai tubuh yang paling besar dan paling kekar. Sepertinya dia sendiri sadar akan hal itu dan dengan bangga menunjukkannya dengan cara melepas kausnya saat bekerja, padahal matahari bersinar terik pagi itu. Sungguh sangat sexy dan membuat anus ku berkedut panas.
Sengaja aku bekerja membersihkan tanah yang akan dijadikan saluran air dengan memotong rumput liar itu dekat dengan tentara tersebut agar aku bisa leluasa mencuri-curi pandang melihat wajah tampan dan tubuh kekarnya yang menggelap akibat terpapar matahari sekaligus tampak seksi karena basah oleh keringat.
“Dik! bantuin abang cangkul sebelah sini!”
Tiba-tiba tentara itu menyuruhku membantunya. Jantungku berdegup kencang dan dengan gugup menghampirinya.
“Bisa nyangkul enggak?” tanyanya.
“Bi.. bisa bang!” jawabku tak yakin.
“Coba cangkul sebelah sini dulu!” perintahnya sambil menunjuk sebuah gundukan tanah.
Aku mengikuti perintahnya dan mulai mencangkul. Rupanya gerakanku masih kurang benar hingga tentara itu beranjak dan membantuku mencangkul yang benar.
“Begini megangnya dik,” ujarnya sambil memelukku dari belakang dan sama-sama menggenggam cangkul. Aku menjadi salah tingkah saat dada bidangnya yang basah oleh keringat menekan punggungku hingga kurasakan putingnya menusuk cukup keras.
Selama beberapa saat aku menikmati posisi seperti itu. Kuharap tak ada yang sadar titid ku mengeras karena mengkhayalkan yang tidak-tidak oleh si tentara itu. Lah....memangnya siapa yang akan menyadari, titidku saja ukuranya tidak seberapa. Sekalipun mengeras tidak ada yang tau.Malamnya, para tentara itu beristirahat di berbagai tempat. Karena ayahku seorang pemuka desa, dan memiliki teras rumah yang cukup luas, dengan rumah semi-panggung dan alas kayu licin yang dingin, lima orang tentara itu tidur di depan rumahku. Termasuk Bang Heru, nama tentara yang paling tampan dan kekar itu.
Bang Heru tidur dengan memakai kaus hijau ketat dan sarung. Entahlah, apakah dia memakai celana dalam dibalik sarungnya atau tidak, tapi tadi aku sempat mengintip dari kamarku yang jendelanya menghadap teras dan mengagumi wajah tampannya serta tubuh kekar Bang Heru yang sulit disembunyikan oleh kaus ketatnya itu.
Sudah lewat tengah malam. Aku terbangun karena ingin buang air kecil dan haus. Kamar mandi di rumahku letaknya di luar rumah dan aku harus keluar melalui dapur untuk menuju kamar kecil.
Betapa terkejutnya aku saat keluar, Bang Heru sudah berdiri di sana.
“Eh, bang? mau ke toilet?” tanyaku.
Bang Heru mengangguk sambil menguap malas. Aku meneguk ludah melihat puting dan juga otot eight packnya yang menonjol dibalik kausnya. Setelah itu, aku menuju dapur untuk mengambil segelas air. Tak lama Bang Heru keluar dari toilet dan melewatiku.
“Gerah Bang?” tanyaku.
“Gerah sih enggak dik, tapi nyamuknya itu loh..” ujar Bang Heru.
“Mmmm.. iya Bang, maklum musim pancaroba..” kataku.
Bang Heru tak membalas. Dia kemudian berjalan menuju teras kembali. Aku memberanikan diri untuk memanggilnya.
“Bang! kalau banyak nyamuk tidur di kamarku aja…” tawarku.
Bang Heru berbalik dan menatapku lama. Dia kemudian mengawasiku dari atas sampai bawah.
“Bener boleh?” tanyanya memastikan.
Aku mengangguk. “Iya bang, gapapa..”
Bang Heru kemudian menuju kamarku. Kamarku pun sederhana. Aku tidur di lantai namun kasurku cukup ditiduri oleh dua orang. Bang Heru ikut rebahan di sebelahku sambil membetulkan sarungnya. Jantungku berdebar kencang mendapati tentara tampan gagah dan macho itu tidur di sebelahku.
“Bang.. Abang udah punya istri?” tanyaku.
“Udah.. anak juga udah, baru satu, umurnya dua tahun,” jawab Bang Heru.
“Kangen mereka dong bang?” pancingku.
“Iya dek, kangen pastinya. Ini aja udah hampir dua bulang abang tinggalin mereka…” keluhnya. Aku melihat Bang Heru. Wajahnya sangat tampan. Rahangnya tegas disertai tumbuhnya bulu-bulu halus membuatnya terlihat sangat jantan. Kulitnya coklat gelap sehingga menambah keseksian tentara ini.
“Abang.. abang sering latihan ya? kok badan abang lebih bagus dari yang lain?”
Bang Heru tertawa. “Iya dek, abang hobi angkat beban. Seneng aja kalau bisa ngebentuk badan, biar istri seneng sama makin hot di ranjang. Hahaha..”
“Wah.. beruntung banget istri abang…”
“Beruntung kenapa?” tanya Bang Heru curiga.
“Mmm.. punya suami yang sayang kayak abang…” kataku nakal sambil meletakkan tanganku ke atas perutnya yang rata.
Bang Heru tidak memprotes. Sekilas dia melihat tanganku yang mengusap-usap perutnya namun tak menghentikannya.
“Kalau abang kangen istri, terus gimana bang?” pancingku.
“Abang ngocok sendiri, dek..” jawabnya.
“Kok sendiri bang? enggak minta dibantuin?” tanyaku lagi. Kali ini aku memberanikan diri mengelus dadanya dan mengusap putingnya.
“Ehm… eh… kamu.. kamu mau bantuin?” tanyanya.
Aku mengangguk senang. Lalu Bang Heru melepas kausnya sehingga tubuh kekarnya terekspos jelas. Apalagi bang Heru meletakkan tangannya di kepala hingga ketiaknya yang berbulu itu terpampang jelas menantang.
Tanpa menunggu lama, aku mulai menciumi dada bidang Bang Heru. Kuserang langsung puting Bang Heru dan mengulumnya serta mengisapnya. “Aaah…” desah Bang Heru keenakan. Kugunakan gigiku untuk menggigit lembut daerah sensitif itu dan kugunakan lidahku untuk menekan-nekannya hingga Bang Heru mendesis dan menggelinjang nikmat.
Kutelusuri tubuh Bang Heru hingga sampai di selangkangannya. Ternyata Bang Heru memakai celana dalam kecil di balik sarungnya. Kusingkap sarung itu dan langsung kuturunkan celana dalamnya hingga kontol Bang Heru yang besar, panjang gelap dan berurat itu menyembur tegak keluar. Ukurannya kurang lebih 25 cm. Benar-benar kontil yang luar biasa.
Aku memerhatikan kepala kontol Bang Heru yang cukup besar bak cendawan di musim hujan. Aku membayangkan Istri Bang Heru yang menjerit keenakan setiap kali kepala jamur ini merobek memeknya tiap malam. Pantatku pun berdenyut denyut ngeri membayangkan kontol kepala jamur ini menembus lubang pantatku.
Kujilat kontol Bang Heru hingga kembali dia mendesis keenakan. Kukerahkan kemampuanku agar Bang Heru menikmati isapanku. Tubuh tentara itu menggeliat-geliat keenakan saat aku terus mengulum dan berusaha memasukkan kontol panjang, gemuk dan berurat itu ke dalam mulutku. Tapi tidak sampai sepertiga kontolnya saja yang mampu ditampung mulutku karena saking besar dan panjangnya.