"
Aku pernah mencabut duri yang teramat dalam menusuk hatiku, perjuangannya tidak mudah, pertama aku harus memberi luka lagi agar terdapat celah untuk menyabutnya, dan itu teramat pedih.
"Entah harus dari mana aku mulai cerita ini, kesedihan yang sama terulang lagi dan lagi tanpa berhenti, hingga seseorang yang aku anggap akan menjadi pendamping hidup melakukan hal yang sama.
Jika saja tidak ada hari dimana kita bertatap muka, bersapa ria, dan bertemu di tempat itu, mungkin goresan hati takkan sedalam ini, harus kau pahami, yang menggoreskan luka dalam hati bukan hanya dirimu saja, banyak luka yang selalu aku tutup rapat, menggores, melukai, bahkan menghancurkan. Luka lalu, kemarin, dan kini masih belum sempat sembuh dan kering, lalu kau hancurkan lagi begitu dalam.Apakah kau pernah merasakan dimana hati begitu rapuh hingga kau tak bisa mengeluarkan sepatah katapun? Dimana hati yang telah tertutup kau paksa masuk lalu pergi. Kejam memang.
Dalam sunyi dan kegelapan aku menatap layar ponsel, berharap segera ada pesan singkat masuk dengan ucapan "Hai!" atau "Selamat Malam," tapi nyatanya tidak. Aku tak mendapatkan pesan atau sapaan yang dulu selalu menghangatkan keseharianku. Ya, dulu.
Saat daun berguguran bersama angin yang menari indah di balik kaca jendela, aku terbangun dan menyadari, bahwa ketika kita berani bermain hati, kitapun harus sanggup memadamkan emosi dengan hati pula. Daun kuning dan kering seolah mengajakku untuk pergi dari dimensi waktu yang tak kunjung usai.
Sebelum pergipun kau tak menjelaskan titik kesalahanku, sekarang aku tahu, seseorang akan meninggalkan kita dengan dua alasan. Yang pertama karena sebuah kekecewaan, lalu yang kedua karena mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik.
Terkadang separah ini hati wanita ketika kita mulai membuka sebuah harapan, membangun kepercayaan lalu kau hancurkan segala rasa itu dengan seketika. Perih memang, cerita yang mulai terbangun menjadi sebuah kenangan yang tak pantas aku lirik.
Perasaan akan sama halnya seperti air sisa hujan, ia duduk diantara daun-daun kecil yang melambai indah lalu perlahan akan jatuh pada waktunya. Setelah itu, daun-daun hanya menunggu hujan kembali datang dan melakukan hal yang sama.
Aku mengusap air mata yang jatuh perlahan melewati pipi, seperti waktu yang terus berputar dan tak bisa berjalan mundur, ia akan melewati angka yang sama setiap harinya namun dengan cerita yang berbeda. Dan waktu pun yang mengajarkan kita harus bangkit dari keterpurukan atau jika tidak, luka yang telah menumpuk takkan kunjung sembuh, mungkin membusuk.
Terkadang memori dalam pikiranku selalu mengulang saat pertama kali kita bertemu, dimana kaki melangkah tanpa terhitung untuk memberikan sebuah sapaan hangat seorang pelayan kepada pelanggannya.
"Selamat Siang, Saya Echa ada yang bisa saya bantu?"
Tatapan pertama yang diberi membawa sebuah kunci hati yang tertidur begitu lama dan tampak berkarat, entah cocok atau tidak kunci itu kau paksa masuk hingga terbuka pun aku merasakan bahwa sebuah gorekan akan membali.
"Ada lemari es portable?" tanya dia.
"Kebetulan kita lagi kosong, paling indent!" jawabku seadanya.
"Kalau hatinya lagi kosong gak?" tanya dia lantang.
Kau tersenyum seakan penguasa pria terhebat di muka bumi, kau seperti diturunkan untuk menaruh bom dan dengan cepat kau terbang kembali. Ya, aku menyadari itu. Karena ketika bom itu menghancurkan segalanya, aku melihat kepergian dirimu.
Aku siapa dan kau siapa, aku pun tak mengetahuinya. Seharusnya kau tak usah turun di hatiku jika niatmu masih ingin berpetualang mencari yang kau cari, mengharapkan yang kau harapkan dan itu semua sungguh tak ada dalam diriku.
Sebenarnya aku tak harus bercermin untuk menyadarkan diri, aku masih terbangun dan menyadari dengan semua burukku, namun kau tetap memaksa, sehingga kesalahan pertamaku adalah mencintaimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengulang Waktu
RomancePernahkah merasakan ketika sebuah kecewa datang, lalu kau menutup pintu hati begitu rapat agar kau bisa menyembuhkan luka itu dengan caramu sendiri? Setelah itu dirinya mengetuk pintu dengan halus, membersihkan sirpihan luka yang berserakan tak tent...