Chapter II : Sosok

21 2 2
                                    

Lelaki itu berjalan ke arahku. Tak lama ia berlutut dan mencium tanganku. Di pipinya ada bekas luka tebasan pedang. Ada sedikit janggut menghiasi dagunya. Dan matanya... sangat aku sukai. Berwarna biru. Seperti lautan. Sangat menenangkan sanubari. Siapakah dirimu... Tunggu! Jangan pergi! Tunggu!

Sang putri terbangun dari tidurnya. Matanya tak berkedip. Pikirannya mencoba mencerna mimpi itu. Ia berusaha untuk tidur kembali. Namun Lin langsung menarik tangan dan membuatnya terduduk di atas ranjang empuknya.

"Tuan Putri tidak bisa tidur-tiduran lagi. Bukankah sudah punya jadwal untuk pagi ini?" singgung Lin.

"Pelit." tukas Annette.

"Malas bukan bagian dari diri seorang putri kerajaan. Cepat bangun atau saya akan menggelitik Tuan Putri sampai puas." Lin memperagakan gerakan tangan yg cukup mesum sampai-sampai membuat bulu kuduk Annette berdiri.

Tanpa pikir panjang lagi, Tuan Putri harus tampil mempesona lagi hari ini. Untuk menyelesaikan agenda-agenda yg telah dijadwalkan oleh sang Raja. Rambutnya yang berwarna keemasan, matanya yang berwarna cokelat dipadukan dengan putih kulitnya membuat sosok Annette seperti wanita sempurna. Gaun yg ia kenakan berwarna putih dengan corak mawar merah dan putih di sekelilingnya. Seolah motif bunga itu menjadi hidup jika Tuan Putri yg mengenakan gaun tersebut. Ya. Dialah sosok primadona seantero benua.

Hari ini sang Putri Annette harus menemui beberapa bangsawan yg mengurus perdagangan di kerajaannya. Menggantikan posisi Ayahnya, ia harus tampil maksimal dan terlihat menjanjikan. Seorang putri harus penuh wibawa dan menjunjung tinggi rasa keadilan dan kehormatan. Sebuah kalimat bak sihir ajaib dari sang Ayah yg mampu membuat Annette tetap teguh dalam menjalankan perannya. Pekerjaannya itu tidaklah mudah. Mengingat setiap orang mengutamakan hak ketimbang kewajiban mereka. Annette paham benar tentang prinsip itu.

Setelah menyelesaikan urusannya, Annette memutuskan untuk menemui Kepala Ksatria yg berada di wilayah militer. Lin yang terus bersamanya menyarankan agar sang putri beristirahat terlebih dahulu. Namun sang putri menolaknya.

Dengan kereta kuda, mereka berdua diantar menuju pintu gerbang wiliayah militer. Di dalam perjalan, Lin ingin bertanya beberapa hal kepada sang putri. Namun melihat raut wajahnya yg seolah menyembunyikan kesedihan itu, ia tak sanggup.

Setibanya di tujuan, sepasang ksatria telah menanti sang putri. Mereka berlutut dan memberikan penghormatan kepadanya.

"Sudah cukup. Tidak perlu berlebihan. Saya ingin bertemu dengan Kepala Ksatria. Apakah beliau tersedia?" ujar Annette.

"Siap! Ada, Tuan Putri Annette. Saya akan mengantar anda langsung menemui beliau ke ruangannya. Silahkan ikuti saya."

Tuan Putri dan pelayan pribadinya itu mengikuti prajurit tersebut. Mengantarkan mereka berdua di sebuah ruangan yg cukup mewah.

"Silahkan tunggu di sini, Tuan Putri Annette. Sebentar lagi beliau akan datang. Saya izin pamit dahulu."

"Silahkan, Tuan Prajurit." Annette tersenyum.

Prajurit itu jadi salah tingkah. Sampai-sampai kakinya tersandung karena menyaksikan senyuman indah sang putri. Hal itu mengundang sedikit tawa Lin.

"Lihatlah itu, Tuan Putri. Dia terpesona."

"Jarang sekali melihatmu bahagia seperti itu, Lin." kata Annette sembari tersenyum.

Namun saat Lin melihat senyuman itu, dia langsung menghentikan tawa kecilnya. Dadanya menjadi sesak sesaat. Lin tahu benar kebiasaan majikannya tersebut. Lin mencoba menegur dirinya sendiri.

"Maaf ketidaksopanan saya, Tuan Putri."

"K-kenapa kamu minta maaf, Lin? Kamu... memang aneh."

"Ehem!" sebuah suara memecahkan keheningan.

Black Rose LegacyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang