23. BERBAGI LUKA

1.5K 143 45
                                    

Author Note : Vote sebelum membaca. (Don't be sider please..) kalo gak di vote ceritanya bakal lama update, kira-kira setahun sekali lah😂

Chapter ini agak panjang. Jadi kudu sabar bacanya ya.





Aku bukannya tidak punya malu selalu mengejarmu. Aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya sebuah perjuangan melelahkan yang hasilnya mengecewakan.




Perihal keributan kemarin tidak lagi dibahas karena takut akan sampai ke telinga guru-guru. Paling parah kalau sampai ke telinga Kepala Sekolah. Selain karena tercemarnya nama baik OSIS, aku juga akan sangat bermasalah. Aku sudah dapat peringatan pertama dari Pak Narto, kalau kejadian itu terdengar Kepala Sekolah bisa saja orang tuaku dipanggil karena aku berkelahi dan tertangkap basah membawa rokok. Lebih parah aku bisa dipindakan ke sekolah lain.

Mengenai Nando, aku tidak tahu bagaimana perasaanku setelah kejadian kemarin. Aku hanya ingin beristirahat sejenak mendekatinya. Aku tidak benci dia, juga tidak melunturkan perasaanku padanya. Aku cuma perlu waktu sejenak, membenahi kepingan baja yang terlepas dari hatiku.

Niatku memang selalu ingin berlari dan mengejar tetapi kakiku tertusuk duri. Aku berada dalam masa terburuk, dan aku butuh istirahat. Setidaknya untuk beberapa saat. Itu sebabnya, seharian di sekolah aku tidak keluar kelas hingga bel pulang sekolah berbunyi. Sengaja membawa bekal dari rumah supaya tidak perlu repot pergi ke kantin atau melihat wajah Kak Ani yang berkeliaran di lingkungan sekolah. Anggap aja hari ini, hari mager-nya Utari Sastrawijaya.

"Tari." Aku terperanjat, hampir saja terjatuh dari atas pohon mangga. Bagas muncul tiba-tiba dengan cengiran lebarnya, mendistraksi lamunanku. "Ngelamun lo ya?"

"Apa sih? Ngagetin aja, kalau gue jatuh gimana?" Sunggutku, membenarkan posisi supaya lebih nyaman dan aman. Sebenarnya pohon manggannya tidak terlalu tinggi juga, tapi kalau jatuh ya lumayan sakit. Minimal patah tulang lah.

"Mau apa sih? Masih ingat juga lo balik?" sejujurnya aku masih kesal karena Bagas tidak bilang-bilang ada pertandingan di Banjarmasin. Bilangnya pas sudah berangkat.

"Ah elah marah-marah mulu dah. Turun buruan, gue punya oleh-oleh buat lo," katanya, menunjukkan paperbag motif batik sasirangan padaku.

Aku masih sok ngambek, meskipun penasaran dengan isi paperbag itu. "Nggak mau. Masih ngambek gue sama lo."

"Ngambeknya nanti aja. Nih ambil dulu oleh-olehnya."

"Emang isinya apaan?"

"Kancut upin-ipin," ceplosnya asal-asalan. "Nanya mulu, buruan turun kalo mau tahu. Ngejogrog aja di pohon mau jadi monyet lo?"

"Iya... iya,  berisik. Gue lempar mangga baru tahu rasa lo." Aku turun dengan hati-hati, sesekali berteriak kesal karena Bagas menggoyang-goyang tangga yang kupijak.

"Kampret lo ya, kalau gue jatuh gimana?" semprotku, sesampainya aku di bawah.

"Jatuh ya ke bawah Tar, ribet amat," ceplosnya lagi, membuatku kesal. Ingin menjambak tapi kasihan. "Nih, buat lo," katanya, memberikan paperbag yang tadi ia bawa.

"Isinya apaan nih?"

"Buka aja sih, ribet pake nanya-nanya." 

Dia dan Ilusiku [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang