18 -- No Thanks!

18.6K 1.6K 36
                                    

Aku meletakan ponsel yang masih terus berbunyi itu ke meja bar, sambil berdoa agar Nyonya Hapsari Triadoyo yang Terhormat pada akhirnya lelah meneleponku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku meletakan ponsel yang masih terus berbunyi itu ke meja bar, sambil berdoa agar Nyonya Hapsari Triadoyo yang Terhormat pada akhirnya lelah meneleponku. Tapi sepertinya aku memang anak durhaka yang doanya tak pernah didengar Tuhan sehingga ponselku masih terus berbunyi. Aku bangkit dan pindah ke kursi bar, menenggak habis martini yang masih sisa setengah gelas, kemudian memberi kode pada Mandy agar mengisi gelasku kembali, sebelum akhirnya menekan tombol hijau di layar ponselku.

"Halo," jawabku malas-malasan.

"Tania Lova Djatiharsono! Kemana saja kamu dari tadi saya telepon tidak diangkat?" Suara mendesis milik Nyonya Hapsari Triadoyo yang Terhormat membuatku ingin segera mematikan sambungan telepon, tapi aku tahu dia hanya akan terus meneleponku jika aku melakukan hal itu.

"Aku baru keluar dari kantor polisi. Ada apa?" dustaku.

Yah, memang tidak benar-benar berbohong, karena siang tadi aku memang habis dari kantor polisi. Tapi sekarang sudah hampir enam jam sejak aku kembali ke kantor.

"Bicara apa kamu sama polisi?"

"Apa hubungannya hal-hal yang aku bicarakan dengan polisi sama Mama? Kayaknya itu bukan urusan Mama, deh," sahutku.

"Kamu itu nggak punya sopan santun ya sama orang tua!" celanya. "Mama harus tahu apa yang kamu bicarakan dengan polisi, karena ini berkaitan dengan Galih."

"Apa kaitannya sama Galih?" tanyaku belagak bodoh. "Apa menurut Mama, Galih berhubungan sama kematian Joseph Laksmono? Padahal aku nggak tahu apa-apa loh tentang Galih. Emang Galih ada di Jakarta ya? Tumben dia nggak dateng ke tempatku dan minta duit karena orang tuanya kurang ngasih duit. Lagian aku heran deh, dia kan udah menggambil posisi CEO di perusahaan Papa, kenapa dia masih kekurangan uang juga? Dipakai buat apa aja sih emangnya uang dia? Mama sebagai komisaris harusnya cek dong itu kerjaan CEO perusahaan."

"Jangan menggurui Mama."

"Well, aku nggak menggurui. Tapi Mama jangan lupa kalau aku pemilik saham terbesar di Djati Global Investment, dan aku nggak akan tinggal diam kalau CEO perusahaan warisan Papaku itu nggak becus kerja dan malah terlibat sama pembunuhan," ancamku.

"Jaga bicara kamu, Tania. Galih itu saudara kamu!" serunya.

"Saudara tiri, dan nggak ada hubungan darah sama sekali," ralatku.

"Tania, bersikap baiklah sesekali. Jaga Galih agar dia tidak dihubung-hubungkan sama kejadian di kantormu."

"Aku rasa Galih memilih kelab yang salah saat melakukan kejahatannya," cemoohku. "Aku tidak akan membiarkan Exhale kena masalah karena kelakuan minus anak tiri Mama itu, dan aku juga nggak akan tinggal diam kalau sampai perusahaan Papa kena masalah akibat kebodohannya. Seharusnya Mama dan Om Alif bisa mengatur anak berandalan itu dengan lebih baik, karena aku nggak akan menutupi kesalahan apapun yang dibuatnya kali ini."

"Galih bukan anak berandalan," ucap Mama dengan nada tinggi. Aku tahu bahwa aku telah menarik pelatuk emosinya, tapi sepertinya memang perang yang diinginkan Nyonya Hapsari Triadoyo yang Terhormat saat ini.

"Bukan berandalan gimana kalau dia ditangkep polisi karena pakai shabu dan aku yang harus nebus dia dengan uang hampir setengah milyar? Bukan Mama. Bukan Om Alif. Tapi aku yang harus mengurus anak berandalan itu di Polsek," ocehku panas. "Apa aku masih kurang berbaik hati pada anak tiri berandalan Mama itu? Bahkan Om Alif sampai sekarang juga menganggap hal itu wajar saja, nggak ada ucapan terima kasih, apa lagi niat buat mengembalikan uangku. Maaf, aku nggak berminat lagi mengotori tanganku untuk membereskan kekacauan yang dibuatnya."

Aku mematikan sambungan telepon dan melemparkannya ke seberang ruangan. Ponsel itu mendarat dengan suara pecah yang cukup mengerikan, tapi aku tak peduli. Aku menenggak habis martini yang tadi dituangkan Mandy.

Sepertinya aku memilih racun yang salah untuk berusaha melupakan rentetan masalah ini. Seharusnya tadi aku menuang tequila, bukan martini.

"Lo kalau marah serem juga ya," ujar Mandy ketakutan.





---

Music Video : Solo by Jennie BLACKPINK

Tanya Tania [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang