04

4.2K 513 173
                                    

Chicago, Amerika

Saat itu, Taehyung baru saja terbebas dari semua alat medis yang hampir seminggu ini mengukung pergerakkannya. Selang infus, nasal cannula, beserta pulse oximeter yang melekat ditubuhnya baru saja ditanggalkan oleh salah satu suster, ketika sang ayah mengatakan satu hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

"Kita akan kembali ke Korea,"

Hanya satu kalimat, namun mampu membuat Taehyung termangu untuk beberapa saat.

Kembali ke Korea?

Tapi kenapa?

Apa penyakitnya semakin parah, sampai ayahnya berniat kembali ke Korea agar ketika ia mati nanti jasadnya dapat dikebumikan di Negara asalnya itu?

Semua pemikiran buruk tersebut seketika memenuhi isi kepalanya, membuat remaja berusia 16 tahun itu merasa bahwa dirinya begitu menyedihkan.

"Kenapa, kau tak senang?"

Taehyung menggeleng pelan, kemudian dengan ragu mencoba mengeluarkan suaranya yang terdengar agak serak.

"Aku senang, tapi mengapa begitu mendadak?"

Joongki tersenyum. Ia tahu kalau Taehyung pasti tengah merasa kebingungan dengan keputusannya yang terkesan tiba-tiba.

"Ini tidak mendadak, ayah memang sudah merencanakan hal ini sejak lama."

Alih-alih merasa lega, jawaban sang ayah justru membuat Taehyung semakin yakin bahwa apa yang baru saja terbesit dipikirannya adalah benar. Maka ia tertegun untuk rasa pedih yang diam-diam mulai melingkupi hatinya.

"Apa sudah tidak ada lagi harapan, sehingga ayah menyerah dan ingin membawaku pulang?" tanyanya dengan tersenyum getir.

"Hey, apa yang kau katakan?" Joongki sedikit terkejut mendengar ucapan Taehyung.

"Semua ini tidak ada hubungannya dengan penyakitmu, Tae. Ayah mengajakmu kembali ke Korea karena memang itulah yang sejak lama kau inginkan, bukan?" jelasnya tepat menatap ke arah iris bening milik putranya yang menatapnya nanar.

Ya, Taehyung ingat. Saat ulang tahunnya yang ke-12, ia memang sempat meminta sang ayah untuk mengajaknya kembali ke Korea. Sebab ia begitu penasaran, seperti apa Negara tempat kelahirannya itu.

Apakah seindah yang sering diceritakan oleh Jimin?

Meski nyatanya sang ayah tak juga mengabulkan keinginannya tersebut.

"Kau bilang ingin pergi ke Namsan Tower bersama Jimin kan, maka itulah yang saat ini tengah ayah upayakan,"

Joongki berbohong. Ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kepada Taehyung, kalau alasan utamanya mengajak anak itu kembali ke Korea adalah untuk hal lain yang jauh lebih penting dari sekedar pergi ke Namsan Tower bersama Jimin.

"Selain itu, ayah juga berencana untuk menyekolahkanmu di tempat yang sama dengannya." lanjut Joongki disertai senyum tipis yang membuat wajahnya terlihat semakin tampan.

Maka ucapan ayahnya tersebut lantas berhasil merubah raut wajah Taehyung menjadi berbinar. Ada perasaan gembira di sudut hatinya, yang tak ingin ia akui. Jadi anak itu berusaha untuk tetap bersikap biasa saja, seolah perkataan ayahnya tadi bukanlah apa-apa.

"Tidak mau, nanti dia merepotkan!" jawabnya dengan raut wajah dibuat-buat sebal, padahal dalam hati ingin berteriak girang karena terlampau senang.

Bisa sekolah di sekolah reguler adalah salah satu hal yang paling Taehyung inginkan sebelum mati. Jadi bagaimana mungkin dia tidak merasa bahagia.

Selama ini Taehyung hanya diperbolehkan mengikuti program homeschooling, tanpa tahu bagaimana rasanya bersosialisasi. Mungkin karena alasan itu pula, mengapa hanya Jimin satu-satunya teman yang ia miliki.

A Father's LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang