Part 19. Wanita yang Tidak Boleh Disinggung

623 74 3
                                    


Aula telah terpasang tirai putih dan ribuan bunga mensori berwarna emas yang memenuhi setiap tiang dan atap. Para tamu yang terdiri dari pejabat istana dan para dewa berdiri di setiap sisi yang menandakan kedudukan masing-masing. Sisi kanan merupakan tamu untuk para dewa dan sisi kiri merupakan tamu dari berbagai negara serta beberapa pejabat utama kerajaan.

Karpet merah tebal terpasang dengan indah hingga menuju singgasana utama yang bernuansa emas. Beberapa tamu dari negara lain saling berdecak kagum menatap tatanan megah aula istana yang dihias untuk pernikahan besar Sang Mahadiraja.

"Kudengar permaisuri yang dinikahi Sang Mahadiraja adalah orang biasa yang ditemukan di tengah hutan. Apakah Sang Mahadiraja tidak berpikir terlebih dahulu untuk menikahi seorang gadis biasa?" seseorang berkata dengan lantang. Dia adalah salah satu pangeran dari kerajaan Valia yang bernama Halius. Wajahnya termasuk tampan tetapi caranya dalam memandang orang selalu angkuh dan congkak.

Zeon yang berdiri di bawah tangga singgasana utama langsung menyipitkan matanya. Namun, menjaga martabat kerajaan Samhian ia kemudian menyunggingkan senyum tipis tanpa membalas kata-katanya. Beberapa pejabat kerajaan Samhian menatap geram pada Halius. Akan tetapi mereka juga tak bisa membantah. Pada kenyataannya permaisuri yang dipilih oleh Sang Mahadiraja tak diketahui asal usulnya. Mereka pun tak bisa menyuarakan protes pada Sang Mahadiraja karena rasa takut mereka.

"Benar-benar, seorang Mahadiraja harus ditaklukan oleh wanita yang bahkan tidak diketahui asalnya. Masih pantaskah gelar Mahadiraja tersemat di pundaknya? Coba kita lihat bagaimana tampang permaisuri dari hutan itu." Halius terkekeh, para pengikutnya yang berada di belakang pun tersenyum sinis dengan mata memandang penuh ejekan.

Tangan Zeon terkepal dibelakang punggungnya. Senyum halusnya berubah menjadi senyum mengerikan dengan mata menatap keberadaan Halius secara tajam. Ia sudah mengeluarkan suar berwarna biru untuk bersiap menyerang Halius secara diam-diam, saat kemudian teriakan pemberitahuan datang.

"Yang Mulia Raja dan Ratu memasuki aula ...."

Pintu besar berwarna emas terbuka. Semua orang yang berada di dalam aula saling menoleh dan menatap penasaran ke arah pintu. Mata mereka membulat sempurna penuh nuansa takjub ketika Sang Mahadiraja masuk dengan mengapit seorang gadis bermata ungu.

Langkah sempurna mereka diiringi beberapa prajurit dengan langkah tegap dengan pedang tersampir di pinggang mereka. Pedang-pedang yang diperbolehkan memasuki aula istana khusus untuk mengiringi Sang Ratu. Para tamu menelan saliva mereka sebagai tanda takjub disertai iri. Tak terkecuali Halius yang wajahnya memerah saat menatap Kanna.

Jubah emas Sang mahadiraja berkibar setiap gerak langkahnya. Mahkota raja yang ia pakai tak luput dari sorotan. Mahkota yang jarang sekali ditampilkan jika ia sedang bersama para pejabat istana. Begitu pula mahkota ratu yang disematkan di atas kepala Kanna menjadikan decak kagum para tamu kian menggema.

"Bukankah itu mahkota Ratu Norva?" seseorang berbisik, lalu disambut anggukan para pejabat raja.

Mereka kini dapat tersenyum lega ketika melihat wajah permaisuri yang dipersunting Sang Mahadiraja. Meski tak puas akan asal usul Sang Permaisuri, mereka hanya bisa menerima keputusan sepihak Sang Mahadiaraja. Untungnya, kecantikan Sang Permaisuri dapat memuaskan hati mereka untuk bisa disombongkan pada negara lainnya. Terutama ... para anggota kerajaan akhirnya menoleh dan menatap Halius yang kini tengah mengatupkan bibirnya.

"Wanita dari hutan itu benar-benar membuatku malu," halius menggerutu. Tangannya terkepal menatap Zarkan Tar dan Kanna yang tengah menaiki tangga menuju singgasana.

"Kita lihat saja, apakah Sang Ratu Samhian dapat memberikan hadiah memuaskan untuk para tamu-tamunya," Halius berbisik pada orang kepercayaannya. Mereka berdua menatap sinis pada dua orang yang kini telah duduk di singgasana mereka.

THE DESTINY (TAKDIR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang