24

261 13 0
                                    

Ah, kepala Zara sangat terasa pening saat ia pertama kali membuka mata pagi ini. Matanya juga terasa berat untuk terbuka.

Segelas susu putih dan sebuah piring berisi 1 buah roti adalah pemandangan yang Zara lihat saat pertama kali membuka mata. Hatinya berdegup sedikit lebih cepat saat tak sengaja ia mengingat yang diucapkan mamanya kemarin malam.

Ingus yang keluar bersama dengan air mata sepertinya tak sengaja keluar tanpa diperintah. Membuat mata Zara memanas di pagi ini. Ia yakin, matanya kali ini pasti sedikit menghitam.

Pyar...

Gelas susu terbanting ke arah lantai. Zara tidak tahu lagi. Ia seperti kekanak kanakan. Egois. Tidak mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia hanya menerka nerka bukan? Bahkan perkiraanya belum tentu benar.

Tok... Tok... Tok...

Bunyi ketukan dari luar kamar membuat tangis Zara semakin pecah. Ia menarik kembali selimut untuk menutupi seluruh badannya.

"Za... Ini Mama. Itu apa yang pecah? Kamu ga papa kan?" Suara Riani dari luar kamar terdengar. Intonasi yang amat perhatian itu, malah semakin membuat Zara membenci dirinya sendiri.

Zara membuka selimutnya paksa, menuruni kasur. Bermaksud membukakan pintu untuk Mamanya dan bersiap ke sekolah sebelum waktu bertambah siang.

Namun..

"Aw..." Mungkin Zara sedikit lupa ingatan dengan perilaku yang baru saja ia lakukan. Pecahan pecahan dari gelas susu masih berserakan di lantai. Menancap ke telapak kaki Zara yang saat ini tanpa menggunakan alas kaki apapun.

Rasanya sakit sekali.

"Mama... Tolongin Zara Ma" Ujar Zara sedikit berteriak sambil mendesis menahan sakit di telapak kakinya. Bahkan lantai marmer kamar, sedikit tergenang dengan tetesan darah yang mengalir dari telapak kaki Zara.

Klek...

Riani membuka pintu kamar Zara dan menyalakan lampu penerangan di kamar ini. Perempuan paruh baya itu berlari tergopoh gopoh menuju ke anaknya yang terduduk di samping tempat tidur.

"Kok bisa berdarah gini?" Riani berjongkok di depan Zara. Mencoba membantu anaknya untuk duduk di atas tempat tidur. Membopong kedua lengan Zara sekuat tenaga.

Perempuan itu berlari cepat menuju ke dapur untuk mengambil air, dan mengambil alkohol serta pinset di kotak P3K.

Zara tetap terduduk di atas tempat tidur, sambil melihat pecahan pecahan kecil yang masuk ke telapak kakinya.

Kejadian ini membuat Zara teringat kejadian saat ia kecil. Saat Zara kecil berlarian di rumah Oma nya, dan tak sengaja menginjak penyangga obat nyamuk bakar yang dulu sering dipakai, dan ditaruh di bawah kasur.

Waktu itu, Papanya yang pertama kali menolong Zara. Menggendong Zara ke UGD terdekat.

"Kamu itu harus hati hati! Mama ketuk pintu malah ga dijawab" Ujar Riani yang baru sampai ke kamar sambil membawa kotak P3K dan air berisi ember. Riani menghampiri Zara sambil berjongkok dan membersihkan telapak kaki Zara dengan air dari ember.

"Iya Ma."

Riani kali ini menuang alkohol di kapas, lalu membersihkan luka Zara sebelum mengambil pecahan pecahan kaca kecil menggunakan pinset, memberi antiseptik, dan membungkus dengan perban kecil.

"Sekarang udah jam 6. Mama telepon Bu Anjani, guru piket kamu aja ya. Kamu gak usah masuk hari ini" Riani beranjak dari tempatnya. Menelepon guru piket, dan kembali ke kamar Zara untuk membersihkan pecahan kaca yang masih berserakan.

***

Alex beberapa kali melirik ke arah jam yang menempel di dinding. Sudah pukul 7 lebih, dan Zara belum sampai di sekolah.

God,I Like Him [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang