Janji

344 59 3
                                    

Jimin merebahkan tubuh mungilnya ditempat tidur kecilnya. Matanya menerawang kenlangit-langit kamarnya yang berwarna usang. Pikirannya melayang kemana-mana. Begitu banyak hal yang membebaninya.

"sudah bulan Februari, dan sebentar lagi aku akan lulus sekolah. Apa yang harus kulakukan..." ucapnya pelan pada dirinya sendiri.

Matanya mulai berair, mengingat keadaannya saat ini. Hidup bersama ibu dan ayah tiri yang hanya bekerja sebagai supir taxi dan harus memenuhi berbagai kebutuhan ibunya beserta satu adik tirinya. Ya adik tiri, anak dari ayahnya yang dibawa saat menikah dengan ibunya yang bernama Soobin.

"aku ingin kuliah...apa aku bisa kuliah...." gumamnya gusar sambil menutup wajahnya dengan bantal.

"aaaaaaaaaa!!!" Jimin berteriak dengan keras dan mulai menangis.

***

Sudah lelah aku menangis untuk hal yang tidak jelas. Entah apa yang menyebabkan aku menangis. Aku hanya sedih dan merasa kecewa. Memikirkan bahwa mungkin nanti aku tidak dapat berkuliah. Aku menghapus sisa air mataku. Ini sudah sore, dan aku harus membantu mama menyiapkan makan malam untuk ayah dan Soobin.

Aku berjalan ke dapur, mendapati mama yang sedang memotong-motong tempe membentuk potongan dadu.

"ma, hari ini masak apa?" tanyaku sembari menghampiri mama.

"tempe orek Jim, mama kira kamu belum pulang. Tadi gimana? Kak Joon sehat?" tanpa melihatku mama bertanya.

"ih masa mama ga tau kalo Jimin udah pulang sih?. Hmm ka Namjoon sehat ma, kak Namjoon makin hari makin ganteng loh mah"

"beneran, kalo mama tau kamu udah pulang pasti mama panggil kamu buat bantu mama Jim. Namjoon harus ganteng kan papanya juga ganteng" ucap mama dengan nada yang dibuat biasa saja. Tapi aku tahu mama pasti sedih dan ingin bertemu dengan kak Namjoon. Mama pasti rindu dengan kak Namjoon.

"oiya ma, kak Joon-ie titip salam juga buat mama, katanya dia kangen sama mama" ucapku sambil mulai mencuci sayuran yang tergeletak di meja dapur.

"mama juga kangen sama kakakmu." Tiba-tiba mama menoleh ke arahku, "Jim, coba kamu telpon kakakmu, bilang mama mau ketemu. Bisa?"

"bisalah ma, bentar" aku dengan sigap mengeluarkan handphone di saku celanaku. Mencari kontak kak Namjoon dan menelponnya. Mama meletakan pisau yang dipengangnya, menatap penasaran ke arahku yang sedang mencoba untuk menelpon kak Namjoon.

Aku tersenyum ketika suara kak Namjoon mulai terdengar dari sebrang sana, mama ikut tersenyum.

"iya halo Jim, kenapa?" suara kak Namjoon terdengar.

Segera aku menekan tanda speaker agar suaranya lebih keras dan mama bisa mendengar suara kak Namjoon juga.

"halo kak, ini mama mau ngomong sama kaka katanya kangen" ucapku sambil melirik mama yang sudah siap siap ingin berbicara.

"haha masa? Kirain kakak doang yang kangen sama mama, kirain mama udah lupa sama kakak." Aku dengan kaget mendengar ucapannya, mungkin jika tidak ada mama di sampingku aku akan dengan santai menanggapi bercandaannya yang sama sekali tidak lucu ini.

Aku segera melirik mama yang berada di sampingku, ekspresi diwajahnya berubah menjadi datar tak seceria saat pertama mendengar suara kak Namjoon.

"halo Joon, ini mama" mama mulai berbicara, dan aku memberikan handphoneku pada mama.

"gak mungkin lah nak kalo mama gak kangen sama kamu. Kamu tuh ada ada aja. Mama ingin ketemu sama kamu, kamu punya waktu nggak?" kata mama sambil melirikku. Aku balik melirik dengan tatapan yang jika di artikan 'kenapa'.

ocean [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang