"Sedih jangan dilawan, perih ada untuk dirasakan."
Kali ini Raina tidak ingin terlambat lagi.
Pagi-pagi sekali ia sudah berdiri di depan gerbang kemerdekaan. Namun, ia mengurungkan niatnya untuk masuk kedalam sekolah. Raina sempat berbalik melihat jalan yang masih nampak sepi, pikirannya kembali mengingat tentang kejadian beberapa hari lalu yang membuatnya masuk ke rumah sakit.
Siapa yang menabraknya?
Tak mau memikirkan, ia segera melenggang pergi masuk kedalam sekolah. Namun, Langkah Raina terhenti ketika melihat gerombolan seseorang di ujung koridor berjalan kearahnya. Raina menyipitkan mata guna melihat dengan jelas siapa gerombolan tersebut.
Ternyata itu adalah geng-nya Aji, si pembuat onar! Raina yang merasa tidak takut melanjutkan langkahnya semakin dekat dengan gerombolan itu.
"Eitssss! Mau kemana?" Tanya Aji, sambil menghadang Raina.
"Mau apa Lo?" Kini Raina balik bertanya dengan nada menantang.
"Mau lo, hahahhaaha." Mereka tertawa mendengar ucapan Aji yang sama sekali tidak lucu!
"Gak jelas, minggir!" Raina hendak menerobos mereka, namun ditahan oleh salah satu teman Aji.
"Gue bilang Minggir!!" Sergah Raina meninggikan intonasi suaranya.
"Tunggu dulu, slow down. Gue mau ngasih Lo pertunjukan." Selesai bicara, Aji mengeluarkan buku tebal dari salah satu tas anak buahnya.
Raina yang tidak tau maksud Aji sedikit penasaran dengan buku yang kini berada ditangan Aji. Sekarang ia sadar, itu adalah buku hukumnya yang sempat diambil Aji beberapa minggu lalu.
"Nih bukunya gue balikin! Maaf sedikit kurang, lagian nggak enak dibaca." Aji melemparkan buku tersebut kearah kaki Raina.
"Gak usah minta maaf kali, men." Celetuk teman Aji.
Mereka pun tertawa dengan bangga, sementara Raina berjongkok untuk mengambil buku berharganya. Namun sayang, di sisi kanan buku itu habis terbakar dan sebagian halamannya tidak ada.
"Gak sengaja kebakar, bukunya disobek emak gue buat bungkus lengko! Hahahhaa" Aji menyeringai puas dan ber-tos ria dengan temannya.
Mata Raina terlihat merah dan ada sedikit genangan air mata disana. Ia mendongak menatap Aji geram.
Suasana pun sudah terlihat sangat ramai. Karena sudah banyak murid yang baru berangkat ditambah murid yang dari kantin berhamburan mengelilingi mereka.
Raina yang tidak kuat menahan tangis segera bangkit dan berlari keluar dari kerumunan tersebut.
****
"Za, Lo liat nih." Ucap Lana menyodorkan handphonenya tepat di depan wajah Eza.
Eza mengamati dengan serius video yang sedang diputar oleh Lana. Keningnya berkerut melihat aksi Aji merundung Raina di dalam video tersebut. Iyan yang tidak sabaran ingin melihat, buru-buru merapatkan duduknya agar dekat dengan Eza.
"Ming-gir!" Titah eza sambil mendorong dahi Iyan dengan telunjuknya.
"Yaelah za, mau liat doang." Sergah Iyan tidak terima.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNFAIR
Teen Fiction(On Going) Karena disini, keadilan dipermainkan. Raina Adhyaksa adalah siswa SMA kelas 12. Ia hidup seorang diri. Ibunya meninggal saat ia dilahirkan. Jangan tanyakan ayahnya kemana? Ayahnya meninggal karena dituduh sebagai pembunuh pada tahun 201...