Bad Day

300 57 7
                                    

"Ngga usah."

"Gue bilang ngga usah! Pura-pura bego apa gimana sih?!"

Kamu tersentak.

Bukan, bukan karena teriakannya. Tapi terkejut karena sama sekali tidak pernah menyangka bahwa dia, sahabatmu, akan membentakmu dengan kalimat sekasar itu saat dihadapan orang banyak.

Air matamu nyaris saja menyeruak, detik itu, sekaligus baru saja kamu dibuat sangat kecewa. Tapi kamu menahannya, menelan sesak itu bulat-bulat dan malah mengucap maaf.

Orang-orang yang sempat memperhatikanmu dan Zeya—temanmu itu—perlahan mulai pergi dengan urusan mereka lagi.

"Tau bakal gini dari awal seharusnya ngga usah lo nyanggupin buat ambil project ini bareng gue."

Zeya bersuara lagi, melimpahkan kekesalannya sekali lagi kepadamu. Matanya berpendar tajam kearah lain, melihat kemanapun, kecuali kepadamu.

Dia bertindak seolah kamu adalah hal yang paling menyebalkan untuk sekadar dilihat saat ini.

Ada sesak yang benar-benar tak bisa kamu tolelir waktu itu sehingga membuat setetes airmatamu menyeruak di sudut mata, namun tak sampai jatuh ke pipi.

Hening di menit-menit itu terasa sangat menyedihkan buatmu. Zeya masih duduk dengan wajah marah yang tak bisa disembunyikannya, sementara kamu terduduk di sudut lain Lab Kampus, menunduk, menahan kecewa sekaligus amarah.

Jujur, pada dasarnya kamupun ingin meledak.

Tapi kamu tidak bisa membiarkan emosi mengendalikanmu untuk kemudian menyakiti orang lain, atau Zeya, dengan apapun yang mungkin saja bisa keluar dari mulut kecewamu.

Dan kamu benar-benar mengalah saat Zeya bangkit meninggalkan duduknya, keluar dan pergi meninggalkanmu sendirian setelah sempat dengan keras membanting pintu.

Kamu mencengkram ujung bajumu hingga kuku-kukumu memutih, tidak, kamu sama sekali tidak akan membiarkan dirimu marah, apalagi menangis.

Tidak, jangan cengeng.

Kamu memilih untuk mengambil ponselmu, memeriksa apakah ada sebuah pesan dari seseorang yang bisa membuatnya membaik.

Tetapi nihil.

Bahkan ketika hari mulai menunjukkan petangnya, dan kamu merasa bahwa dunia terasa benar-benar menyebalkan, dia, Noa Kazama, tak kunjung membalas pesanmu dan menerima telepon. Sejak pagi.

Laki-laki itu tiba-tiba saja menghilang.

Dan kamu membenci fakta bahwa kamu mengharapkan Noa bisa memperbaiki sedihmu lebih dari siapapun. Kamu berharap banyak padanya hari itu, tetapi dia tidak bisa ditemukan dalam radar manapun.

Kamu sangat marah menyadari bahwa lagi-lagi, untuk kali kesekian, kamu membiarkan dirimu sendiri kecewa karena sebuah harap yang kamu buat sendiri.

Kamu sangat membenci hari ini dan bagaimana caranya dunia memperlakukanmu, kamu benci Zeya, kamu benci Noa yang menghilang, dan kamu jauh lebih membenci dirimu untuk banyak hal.

Tidak, kamu tidak akan membiarkan dirimu untuk menangis sama sekali.

Kamu tidak akan membiarkan dirimu dikalahkan lagi.

Bahkan ketika ojek yang kamu tumpangi akhirnya berhenti lalu menurunkanmu di depan kos-kosan, dan pemikiran-pemikiran menyebalkan itu sudah hampir membuat kepalamu pecah—tidak, kamu tidak mau mengakhiri hari ini dengan tangisan.

Tidak, sampai kemudian matamu menangkap sosok itu di sana.

Seorang Noa Kazama, dengan sebuah ransel besar di punggungnya, menatapmu dari depan gerbang dan membuat rencanamu hancur begitu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[1]-Kepada NoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang