Fanta and Oreo (3) - MinRen

1.3K 124 15
                                    

Semakin sering Renjun bertanya, semakin dekat jarak mereka.

"K-kau mau ap-" Renjun merasakan nafas pria itu menerpa wajahnya.

"Memaksamu." Jaemin tersenyum, lalu mendekatkan wajahnya. Renjun sudah menutup matanya tapi pria di depannya itu mengalihkan targetnya dari bibir Renjun menuju Leher jenjang itu.

Mengendus dan menggesekkan hidungnya di sana. Membuat di manis meremang geli.

"Jaemin hentikan." Tidak di dengar tentu saja.

Lalu Jaemin mengecup tepat di detakan nadi Renjun, lalu mulai menghisapnya keras.

"Ughh." Beruntung lorong klinik hewan ini sepi, lebih tepatnya hanya mereka.

Sampai tak berapa lama Jaemin menjauhkan tubuhnya, tapi masih mencengkram bahu Renjun.

"Apa yang kau lakukan?"

"Menandaimu, agar kau tidak bisa kabur kemana-mana."

"KAU GILA?" Renjun mebulatkan matanya meraba lehernya yang masih basah karena ulah Jaemin.

"Yep, bisa di bilang begitu." Jaemin memperhatikan bekas merah di sudut leher Renjun, ia tersenyum.

Tak lama, seorang dokter keluar mendorong tempat Taro yang lemas menuju ruang isolasi. Anjing itu tertidur, tapi kakinya di perban juga Renjun melihat beberapa jahitan di sana.

"Taro mau di bawa kemana?" Renjun berdiri lalu menatap doker yang juga baru saja keluar.

"Ia akan di bawa ke ruang istirahat, kakinya retak karena terlindas juga terseret jadi aku memberikan beberapa jahitan di sana."

"Apa ia akan baik-baik saja?"

"Tentu, ia akan baik-baik saja dalam beberapa bulan." Lalu dokter pergi dari sana meninggalkan Renjun dan Jaemin.

"Ayo pulang." Jaemin meraih tangannya.

"Tidak apa, aku bisa pulang sendiri."

"Kau milikku jangan membantah."

"Memangnya aku barang- YAK, HEI NA JAEMIN TURUNKAN AKU!" Jaemin menggendong Renjun di bahunya, ia mengangkat tubuh mungil itu seakan Renjun karung beras atau apa.

"Kau sendiri yang menyebut dirimu barang." Jaemin mengabaikan pukulan-pukulan di punggungnya dan terus berjalan ke halaman klinik.

"Yaa tapi kan-"

"Diamlah!" Jaemin mengatakannya dengan suara rendah, Renjun ternyata lebih berisik dari yang ia pikir.

Lalu Jaemin menurunkan si mungil di atas motornya, tanpa bicara apapun ia ikut naik dan mengendarai motornya keluar dari areal klinik menuju jalan raya.

Setelah hampir setengah perjalanan Renjun mengerutkan keningnya. Ini bukan arah ke rumahnya.

"Yak Jaemin, rumahku bukan ke sini"

"Memang."

"Apa maumu, jangan lakukan yang aneh-aneh." Renjun memukul punggung itu seakan bisa menyadarkan Jaemin entah dari apa.

"Hanya mengantarmu pulang........ Ke rumah kita."

"Hah?"

"Diam saja, jangan banyak protes!" Jaemin meraih tangan Renjun dan mebawanya agar memeluk pinggangnya, jika si mungil itu makin banyak bergerak dan bertanya ia tidak bisa fokus nanti.

Renjun bungkam, ia cemberut karena pertanyaanya tidak di jawab.

Mereka sampai di sebuah gedung apartemen elit yang menjulang, setelah Jaemin memarkirkan motornya mereka menaiki lift menuju lantai 18.

Renjun tidak bicara apapun, tapi selama berada di dalam lift ia hanya bisa berdoa akan keselamatannya. Tangannya terus di genggam erat oleh Jaemin seakan ia akan kabur jika di lepas.

Dentingan lift menyadarkan Renjun, ia mengikuti Jaemin menuju kamar pria itu.

Setelah menekan pasword kamarnya Jaemin membuka pintu dan membiarkan Renjun masuk terlebih dulu.

"Aku harus pulang sekarang, aku masih harus bekerja satu jam lagi." Renjun melihat jam dinding di atas televisi layar datar ruangan luas itu.

"Jangan pergi kemana-mana"

"Tapi-" Jaemin menarik si mungil agar berbalik padanya, menangkup kedua pipi tirus itu dan menyatukan bibir mereka. Memberikan Butterfly kiss beberapa kali dan melepasnya.

"Tetap di sini, jangan kemana-mana. Akan ku jelaskan nanti." Jaemin pergi menjauh, masuk ke sebuah ruangan entahlah mungkin itu kamarnya.

Seperti yang Jaemin katakan, Renjun tetap berdiri di sana tanpa melakukan apapun.

Perutnya berbunyi nyaring. Ugh, ia belum makan apapun sejak semalam. Renjun memberanikan dirinya masuk lebih dalam dan berjalan menuju lemari es mencari air putih yang mungkin bisa menahan laparnya sampai Jaemin membebaskannya.

Tapi nihil, lemari es pria itu hanya di isi Berbotol-botol besar soda dan makanan ringan.

"Ia tidak takut sakit atau bagaimana?" Renjun menutupnya lagi, saat merasakan hawa aneh di punggungnya.

"Makanya aku menyuruhmu di sini untuk merawatku." Suara rendah itu tepat di telinga Renjun, membuatnya berjengit. Jaemin berdiri di belakangnya, dada pria itu bersentuhan dengan punggungnya.

"J-Jaemin?" Tidak ada sahutan. Jaemin malah melingkarkan tanganya di pinggang Renjun, memeluknya dan meletakkan dagunya di bahu sempit itu.

"Bagaimana?"

"A-aku" Renjun mengigit bibir bawahnya, jujur saja ia terbuai dengan semua yang Jaemin lakukan seminggu ini di tambah pelukan pria itu sekarang membuat jantungnya seperti akan meloncat keluar.

"Kau tidak percaya padaku, hm?"

Renjun mengangguk.

Jaemin merogok ponsel di saku celananya lalu menghubungi seseorang.

"Halo paman Nam, kau sudah ada di sana kan?"

"....."

"Bawa semuanya ke apartemenku yah, dan bayar tiga kali lipat ke wanita menyebalkan yang beraninya mengusir kekasihku itu, okay."

"......"

"Terima kasih paman Nam."

Jaemin menutup sambungannya dan kembali memeluk si mungil yang masih membatu.

"Ada lagi yang kau butuhkan tuan putri? Berhenti mengelak sayang, denyut nadimu kencang sekali di sini." Wajah Renjun memerah mendengar kata 'Tuan putri' itu. Lalu ia berbalik agar bisa menatap Jaemin. Bisakah kali ini ia mempercayai pria itu.

"Apa aku bisa mempercayaimu kali ini?" Jaemin tersenyum, lalu mengecup sekilas bibir manis itu.

"Tentu saja." Renjun mencari kebohongan di mata cerah itu, dan hasilnya nihil tatapan yakin itu berhasil mempengaruhi Renjun. Ia tersenyum lalu menyandarkan kepalanya di dada pria itu, mendengar degup jantung Jaemin yang tak jauh keras darinya.

Membiarkan hatinya yang mungkin kali ini, akan memberikan kebahagian bagi hidupnya walau sekali saja.



























END/SEQUEL?

Semoga sukak, itu ajah
Gak jelas sih emang ini tuh, tapi yaudahlah.
Tinggalkan jejak jangan lupa hehe

NCT + ONESHOOT✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang