Ten Count

1.4K 212 24
                                    

Disclaimer:

Naruto belongs to Masasihi Kishimoto and Studio Pierrot.

Fanfik ini dibuat untuk memeriahkan Event NaruHinaFluffyDays.

Dari Sei, untuk para pembaca NaruHina yang setia.

.

.

.

Saat itu langit berwarna kelabu, dengan titik-titik putih turun perlahan. Hinata ingat karena waktu itu mata peraknya menerawang jauh, memikirkan kehidupan sekolahnya yang tinggal menghitung jari.

Lalu sebuah suara menyadarkannya dari lamunan.

"Hinata! Oi, Hinata!"

"Ah! selamat pagi, Naruto-kun."

Pria bermata biru itu menatapnya lurus, lalu turun sembari menunjuk sesuatu. "Hati-hati, di depanmu ada genangan yang membeku."

"Kau benar. Terima kasih," Hinata berhenti dan melangkah dengan hati-hati.

Sebuah uluran tangan hadir di depannya. Mata perak itu bergulir, bersitatap dengan mata biru di depannya.

"Pegang tanganku," ujar Naruto sambil memalingkan muka. Menutupi separuh wajah dengan syal merah yang ia kenakan.

Kepulan asap putih yang keluar dari mulutnya, menjadi tanda betapa dinginnya pagi ini. Namun ketika jemari lentik meraih tangan besar itu, Hinata justru merasa hangat.

Di bawah langit bersalju di bulan Desember. Dengan rasa canggung dan malu, untuk pertama kalinya mereka berdua saling bergandengan tangan.

...

Ini kencan pertama mereka di musim semi setelah kelulusan. Seminggu setelah kuncup bunga sakura gugur, mereka baru bisa bertemu.

Di depan gerbang kediaman keluarga Hyuuga. Pemuda pirang itu berdiri di samping sepeda hitam milikinya. Pakaian kasual dengan celana jeans serta kaos berlengan panjang berwarna kuning cerah.

Untuk sesaat, Hinata terdiam. Masih tidak percaya kalau perasaannya terbalaskan. Ketika Naruto memanggil namanya, darahnya berdesir pelan.

Ini bukanlah mimpi.

Hinata segera berlari menghampiri dengan senyum manisnya. "Pagi, Naruto-kun."

"Pagi, Hinata." balasan pemuda itu tak kalah manis. "Kita berangkat sekarang?"

Hinata mengangguk mantap. Ia segera duduk di bangku belakang dan dengan sedikit kikuk, memeluk erat pinggang Naruto. Namun anehnya sepeda hitam itu tak kunjung bergerak.

"Naruto-kun?"

"Eh-ah! Kita jalan sekarang."

Naruto memejamkan mata dan menarik napas. Siapa sangka, hatinya belum jinak juga meski ini bukan kali pertama Hinata memeluknya dari belakang.

Tak lama pedalpun terkayuh dan membawa keduanya menyusuri jalanan pendesaan. Langit cerah tanpa awan, embusan angin pelan membawa sejuk. Keduanya menikmati pemandangan tempat kelahiran mereka berdua.

Tak ada suara, hanya embusan angin yang mengiringi. Namun kebersamaan ini terasa cukup dan pas bagi mereka berdua. Rasa aman yang Hinata dapatkan dari punggung kokoh Naruto, dan rasa hangat yang pria itu rasakan dari rangkulan sang gadis.

Ten Count [NARUHINA]Where stories live. Discover now