💞💞💞
Virus merah jambu mulai menginfeksi hatiku
Aku harus menemukan antibodi untuk menangkalnya
Istighfarlah penangkalnya☆Hasna Kamila Firdaus☆
***
Rasanya aku malas sekali pergi ke kampus. Andai saja buku itu tidak ketinggalan, mungkin aku bisa bernapas dengan lega tanpa memikirkan soal ulangan genetika. Tapi itu semua hanya mimpi bagiku, buku itu benar-benar hilang.
Hingga menjelang siang, aku masih bermalas-malasan di dalam kamar, padahal aku berencana datang ke kampus untuk mencari buku itu. Ingatanku mulai melayang entah kemana, kesadaranku semakin menghilang.
Tiba-tiba aku mendengar suara Bunda yang sangat jelas tepat di telingaku, suara Bunda menyadarkanku dari mimpi indah yang hampir dimulai. Bunda menepuk tanganku secara pelan. Aku langsung membuka mata.
"Aihhhh, kenapa Bunda?"aku gelagapan dan langsung terbangun.
"Ada seorang pemuda yang nyariin, Neng. Neng cepet temuin dia! Dia lagi ngobrol tuh sama Ayah."jawab Bunda.
Badanku yang tadinya lemaspun langsung bersemangat, padahal aku tidak tahu siapa pemuda itu. Tapi aku merasakan kesenangan tersendiri mendengar ada seorang pemuda yang mendatangi rumahku. Sebenarnya aku pun bertanya-tanya, siapa dia? Aku tidak punya teman seorang pria.
"Siapa ya Bunda?"tanyaku, merasa bingung.
"Bunda juga enggak tahu Neng, teman kamu kali."tebak Bunda.
Bunda membawaku menemui pemuda itu. Dari kejauhan tampak seorang pria sedang duduk di ruang tamu bersama Ayah. Hidung mancungnya tetap kelihatan meski posisiku masih lumayan jauh dengannya.
Sepertinya aku mengenalinya, aku mempercepat langkahku untuk mendekatinya. Wajahnya pun tampak jelas, ternyata pria itu Kak Arbani.
Mau apa dia datang ke rumahku?
Aku masih tercengang melihat dia ada di hadapanku.
Aku duduk di sebelah Ayah dan Bunda, sedangkan dia duduk di kursi yang bersebrangan arah denganku. Tatapan dia masih tetap sama seperti kemarin, tatapannya secara perlahan menginfeksi hatiku, sampai menembus dasar hatiku yang membuat aku semakin terpesona dengan ketampanannya. Aku mencoba menghindari tatapan matanya sambil mengucap istighfar dalam hati.
"Ada apa ya, Kak?"tanyaku tanpa basa-basi.
"Aku mau ngembaliin buku ini. Untung ada alamat rumah kamu di bukunya."dia menyodorkan buku genetika miliku.
Ya Allah, dia lagi yang menjadi Ksatria penolongku, sepertinya hanya dia seorang yang ada di bumi ini. Kenapa harus dia? Perasaanku semakin aneh dikala bertemu dia.
Aku pun mengambil buku yang dia sodorkan dengan ekspresi datarku.
"Oh ya Kak itu buku aku. Terima kasih."ucapku sambil menunduk.
"Sama-sama."jawabnya singkat, sambil tersenyum tipis.
Setelah aku menerima buku itu, dia langsung pamit pulang, kelihatannya dia sedang buru-buru. Sebelum pulang, dia bersalaman pada Ayah dan Bunda layaknya ke orangtuanya sendiri.
Sikap santunnya membuatku hampir lupa bernapas, aku selalu memperhatikannya dalam diamku. Akhirnya makhluk ciptaan Allah yang aku sebut sebagai penyebar virus merah jambu itu pulang juga.
Aku masih duduk di samping Ayah dan Bunda. Ayah dan Bunda menahanku disini. Kehadiran dia membuat orangtuaku penasaran, mungkin karena ini pertama kalinya ada seorang pria yang datang ke rumah untuk menemuiku.
"Dia siapa kamu, Neng?"tanya Ayah sangat serius.
"Mmmmm-dia, dia itu-Kakak kelasku, Yah."jawabku terbata-bata.
"Lantas kenapa dia nganterin buku kamu? Neng habis belajar bareng dia, emang?"pertanyaan Ayah semakin memojokkanku.
Wajahku mulai memerah, aku bingung mau jawab apa soal pertanyaan Ayah? Aku terdiam sambil menunduk tak berani menatap mata Ayah dan Bunda. Bunda tidak mendesakku seperti Ayah, Bunda hanya tersenyum memandangiku, sedangkan Ayah memasang wajah seriusnya yang membuatku takut.
"Udah ah Yah! Tuh lihat anaknya ketakutan gitu. Nak Arbani kan udah menjelaskan sama kita."Bunda membelaku.
Ayah langsung tersenyum padaku. Aku tidak tahu maksud dari senyum Ayah. Aku menatapnya bingung.
"Ayah cuma ngetes doang Bun. Ternyata anak kita udah beranjak dewasa ya?"kata Ayah sambil tersenyum menatapku.
"Ayah rese deh, dia cuma Kakak kelasku, Yah."aku mencubit lengan Ayah dengan gaya manjaku.
"Ayah lihat, Neng menyukainya. Kalau emang Neng suka, Ayah setuju kok, kelihatannya dia anak yang baik."ujar Ayah.
"Bun, Ayah mulai sok tahu tuh! Bunda jangan ikut-ikutan Ayah, ya?"aku merengek pada Bunda.
"Udah, Yah. Jangan menggoda Neng terus! Jadi malu kan dia."kata Bunda yang berusaha menghentikan aksi Ayah.
Ayah pun berhenti mendesakku soal Kak Arbani. Kedatangan Kak Arbani menjadi musibah bagiku, Ayah berpikiran bahwa aku menyukai Kak Arbani, tapi emang kenyataannya sih.
Aku hanya takut melanggar komitmen yang sudah aku buat sejak lama. Aku takut perasaan ini terbuka untuk dia yang sudah kedua kalinya menyelamatkanku.
Mungkinkah dia orang yang Allah kirimkan untukku sebagai pelengkap hidupku?
Aku berpikir terlalu kejauhan, mungkin saja hanya kebetulan. Jangan biarkan virus bahaya singgah di hatiku sebelum waktunya.
Sejak saat itu, aku tidak pernah berjumpa lagi dengan Kak Arbani. Dia sudah lulus lebih dulu. Bedanya pun jauh banget sama aku, aku baru semester dua, sedangkan dia sudah semester akhir.
Cukup sekian cerita tentang Kak Arbani, aku tak mau mengingatnya terlalu dalam. Aku juga mulai belajar melupakan rasa aneh ini meski aku belum menemukan sosok pria seperti dia lagi. Aku tidak tahu keberadaan dia sekarang. Anggap saja apa yang pernah aku rasakan dulu, hanya sekedar kagum kilat.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ahlan Wa Sahlan Kekasih Halal
RomanceHasna Kamila Firdaus, seorang gadis yang selalu mendambakan cinta halal di dunia sampai akhirat. Ana menjauhi larangan pacaran yang memang tak dianjurkan dalam Islam. Namun pertemuannya dengan seorang pemuda membuat hatinya terbuka. Dia menyimpan pe...