Part 28. Takdir Kematian (2)

532 71 2
                                    


Dari punggung kudanya Sarusa menatap gerbang istana Samhian. Gerbang berwarna putih dengan aksen pintu berukir naga. Komandan tinggi pasukan negara Valia, Rederik, memajukan kudanya beriringan dengan sang raja. Pasukan di belakang mereka telah siap siaga. Pun dengan pasukan sekutu.

Penuh kecongkakan Sarusa memandang istana putih Zarkan Tar. Bayangan ia menempati istana tersebut mengawang-awang. Dengan bantuan dari segala penjuru kemenangan telah di depan mata. Ini adalah sejarah besar runtuhnya Samhian. Hari di mana bergantinya kedudukan sang mahadiraja.

Terompet terdengar dari seluruh pasukan. Bersahut-sahutan. Saling menyoraki kemenangan. Bahkan kini geraman suara Gort pun semakin mendekat. Meskipun matahari tak pernah bersinar lagi, hari memang telah menjelang siang. Suasana suram dengan angin dingin bertiup semakin menambah dingin di tengah panasnya suasana.

"Pasukan Pulau Suci di pimpin komandan baru, kudengar ia tangan kanan komandan sebelumnya." Rederik mulai membuka percakapan.

"Apakah ia handal?" tak acuh Sarusa menanggapi pembicaraan tersebut.

"Entahlah, tapi kudengar dia ahli strategi. Dulu dia tangan kanan Raja Trev. Kupikir ia orang yang sulit, nyatanya pangkat komandan utama membuatnya gelap mata." Rederik terkekeh. Namun, tidak dengan Sarusa. Sang raja menoleh ke arah pasukan pulau suci di mana komandan baru mereka sedang duduk di atas kuda menatap gerbang istana Samhian.

"Kau percaya dia orang Ratu Mazmar sekarang?" Suara Sarusa terdengar tak percaya.

"Aku melihat sendiri, bagaimana binar bahagia dia ketika mendapatkan pangkat komandan baru." Rederik terkekeh, Sarusa memandang Issac dalam-dalam. Pria dengan jubah putih dengan lengan tersemat kain yang menandakan seorang komandan masih tetap tak bergeming. Dengan lurus pandangannya tetap ke istana Samhian.

Sarusa menarik kembali pandangannya. Saat Raja Valia tersebut tak lagi menatap dirinya, sudut bibir Issac tertarik sedikit menyunggingkan senyum sinis.

***

"Yeva ...," Mazmar refleks menutup mulut karena terkejut. Langkahnya berderap lalu berdiri di depan putrinya. Mata Yeva tertutup rapat, seakan ia tertidur dengan berdiri. Namun, bukan itu yang membuat Mazmar kaget dan linglung.

Yeva, seluruh tubuhnya berubah menjadi kelelawar hitam. Hanya dari leher ke atas yang berwujud seperti manusia.

"Apa yang terjadi? Bagaimana ini mungkin?" kedua tangan Mazmar gemetar. Air matanya telah mengalir dengan deras, akan tetapi ia tak bisa melakukan apapun.

"Ini adalah hasil karyaku, kau menyukainya?" Yaves telah berdiri di belakang Mazmar. Wanita itu berbalik dengan wajah yang sangat dingin. Tatapan matanya menghujam kedua mata pria yang terkekeh senang itu.

"Dia anakmu! Darah dagingmu!"

Yaves tertawa terbahak-bahak. Ia menatap Mazmar dengan pandangan mengejek. "Aku tahu."

"Dan dia alat terbaik untuk menjadi alat perang."

"Mengapa kau mengubahnya menjadi seperti ini? dia seorang manusia!"

"Ck,ck,ck,ck,ck ... kau tak berkaca pada dirimu sendiri. Sedari dia lahir kau pun telah mengubahnya menjadi monster, Mazmar. Aku hanya menggenapi semua yang telah kau lakukan padanya. Menjadikan monster sesungguhnya."

"Kau ...."

"Sayangku, bukankah kita selalu dalam satu paham? Mengapa kau berubah secepat ini?" Yaves terkekeh, tangannya terulur membelai pipi halus Mazmar. Lalu gerakan halus itu tiba-tiba berubah menjadi cengkeraman kuat di leher sang ratu.

THE DESTINY (TAKDIR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang