Sepuluh

1.4K 88 8
                                    

Maaf ya, up buat chapter ini agak lama. Semoga nggak kecewa sama chapter ini. Jangan lupa kasih vote n comment-nya ya.. Makasih udah sempetin baca. 😊😊

**********************

Semakin lama kondisi Arkana semakin lemah. Oksigen semakin sulit masuk ke paru-parunya. Sedangkan Angga yang juga mulai merasa sesak nafas, terus berusaha mencari jalan keluar dari ruangan pengap itu. Oksigen di dalam ruangan itu terus menipis.

Ruangan yang tertutup rapat itu membuat udara pengap. Terlebih di dalam gudang tersebut banyak barang yang sudah lama tak terpakai tertutup oleh debu tebal.

"Hh..Hh..Hh.." Nafas Arkana berderu tak beraturan. Bahkan dia sudah tak sanggup untuk menggerakkan tubuhnya.

"Kak. Kak, loe bertahan.. Loe harus kuat." Angga membaringkan Arkana di lantai.

Tiba-tiba saja ada asap yang masuk melalui sela pintu. Asap itu cukup tebal hingga membuat gudang yang sudah pengap menjadi semakin pengap. Udara serasa semakin menipis. Tak hanya sampai disitu, kini pandangan mata pun menjadi buram karena tebalnya asap yang masuk ke dalam ruangan itu.

Angga yang semula tak merasa sesak, sesaat setelah asap itu memenuhi gudang, pemuda itu pun mulai merasa sesak. Kepanikannya semakin menjadi saat melihat Arkana yang sudah tergeletak lemas di atas lantai gudang yang kotor penuh debu. Meski panik, dia mencoba untuk tetap tenanh mencari jalan keluar.

"Kak, loe masih sadar kan? Loe tunggu bentar. Gue bakalan cari jalan keluar. Loe tahan." Ungkap Angga sembari mengedarkan pandangannya.

"Hh..Hh..Eeergh.." Tak ada jawaban dari pemuda tampan itu. Ia hanya meringis kesakitan memegangi dadanya.

"Kak, loe harus bertahan. Tunggu bentar. Gue coba cari jalan lain." Angga mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.

Kedua mata hazzel milik Angga menangkap sesuatu yang membuatnya sedikit tersenyum. Perlahan dia melangkahkan kakinya menuju jendela yang tertutup. Sekuat tenaga, Angga mencoba membuka jendela itu. Tapi sayang, jendela itu terkunci dan tidak bisa di buka.

Sekilas Angga melihat Arkana yang semakin melemah. Tak tega melihat kakak kelasnya yang sudah tak berdaya, akhirnya Angga memutuskan untuk mencari cara lain. Pemuda bertubuh jangkung itu kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh gudang. Senyum kembali terukir saat matanya mengangkap sebuah balok kayu besar.

BRUKK.. Angga jatuh saat meja yang diinjaknya ternyata sudah rapuh.

"Ang...ga..." Arkana memanggil nama Angga saat melihat Angga terjatuh. Suaranya terdengar bergetar menahan rasa sesak yang dirasakannya. Tentu saja dia mengkhawatirkan Angga.

Pergelangan kaki Angga memerah dan mengeluarkan darah meski tak banyak. Rasa sakit dirasakannya tak hanya di kakinya, namun juga di lengan kanannya yang terluka. Angga mencoba untuk tak merasakan sakitnya itu dan berusaha mengambil kayu itu.

PYAARR.. Angga memecahkan kaca jendela menggunakan balok kayu itu. Pecahan kaca berserakan dimana-mana. Tak mau berlama-lama, Angga segera keluar dari gudang itu melalu jendela itu.

"Hh..Uhuuk..Hh..Uhuuk.." Arkana semakin sulit bernafas. Keringat dingin membasahi tubuhnya.

BRAKK.. Pintu terbuka sesaat setelah Angga mendobrak pintu berwarna cokelat itu. Dengan sigap, ia menghampiri Arkana dan memapahnya menuju ke ruang UKS.

"Gila. Ini orang cungkring tapi ternyata berat banget. Ngerepotin banget sih?" Keluh Angga yang sekuat tenaga menopang tubuh lemah Arkana.

"Woy, bangun.. Kak!!" Angga menepuk pipi Arkana lemah, namun Arkana hanya diam sembari mengatur nafasnya yang tak beraturan.

ARKANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang