Langit hari ini tak begitu cerah, pancaran bintang dan bulan sedikit demi sedikit terhalang oleh awan yang mulai menyapa langit pesantren.
Nadia dan Fitria tertunduk lesu di halaman asrama. Pencarian yang mereka lakukan tak menuai hasil. Rasa khawatir dan juga kecewa menyelimuti hati mereka. Indahnya bunga mawar bermekaran yang ada di samping mereka kini tak menarik lagi. Sesekali Nadia mengusap tengkuk hingga ujung kepalanya. Kadang pula mereka menenggelamkan wajahnya di balik kedua tangannya. Baju gamis yang mereka kenakan tak seindah beberapa jam yang lalu. Jalanan yang becek menjadikan ujung gamisnya terpenuhi oleh noda tanah. Warna yang semula perpaduan merah muda dan putih, kini warna coklat menambah sederet warna yang mendominasi gamisnya.
"Kita harus cari kemana lagi, Mbak?" tanya Fitria memecah keheningan.
"Entahlah, mana Mbak Nisa dari sore belum makan. Dia kan punya riwayat penyakit maag. Ya Allah ..." Nadia mengusap wajahnya kasar.
"Ya Allah terus gimana ini?" Fitria menggigit bibir bawahnya. Ditengah kekhawatiran yang mulai membuat hati mereka kebat kebit datang seorang santri putri yang napasnya tersengal-sengal.
"Mbak-Mbak Nisa ..."
"Kenapa Mbak Nisa, Mbak?" sergah Nadia yang mulai panik.
"Mbak Nisa anu Mbak Nisa ..."
"Kenapa Mbak Nisa? Yang jelas to Mbak ada apa?" tanya Nadia mulai tak sabar.
"Tarik napas dulu, Mbak pelan-pelan." Fitria mengusap punggung santri putri itu dan ia pun menurutinya.
"Jadi gini ... Mbak Nisa sudah ditemukan sama Kang Fahmi, sekarang masih di gudang belakang. Saya mau beritahu keamanan."
"Serius?" tanya Nadia memastikan.
"Iya Mbak, tadi Kang Udin yang kasih tahu. Ya udah saya mau cari keamanan. Mbak Nadia sama Mbak Fitria segera kesana. Mbak Nisa nggak ada temene soale. Katane tadi dia dikunciin di gudang itu."
"Ya Allah, ayo Mbak buruan." Nadia langsung menarik tangan Fitria.
***
"Memang perempuan itu cantik banget to, Gus. Sampek sampean rela-relain cari bunga mawar itu. Toh dianya juga nggak tahu kalo sampean beli buat dia," celetuk Yusuf kala mereka berada di sebuah toko bunga yang jaraknya sangat jauh dari pesantren. Bahkan jarak tempuhnya lebih dari satu jam.
"Jika sampean sampek ketemu langsung, saya pastikan sampean bakal jatuh cinta juga, jawab Zaen santai dan langsung mendapat sambutan ketawa dari Yusuf.
"Ya nggak bakalan mungkinlah, Gus. Masak iya saya jatuh cinta dengan orang yang sampean suka juga. Toh saya juga tipe orang yang susah sekali jatuh cinta."
"Semua itu bisa aja terjadi, sampean ingat-ingat itu. Hasna itu bukan wanita biasa, Kang. Dia terlampau istimewa."
"Ya kalau suka langsung lamar saja, Gus. Malah ini mau di tinggal ke Yaman. Ntar kalau ditikung orang gimana?"
"Semoga saja tidak, mau saya lamar sekarang bakal ditolak juga wong dia belum hatam Qur'annya. Selain itu saya pun juga ndak tau latar belakang keluarganya."
"Wah kok bisa gitu, Gus."
"Ya ndak tau lah."
Kejadian di sebuah toko bunga itu kembali berkeliban dalam ingatan Yusuf. Kata-kata yang sempat ia tampik ternyata malah menjadi kenyataan.
Membayangkan mencintai seorang yang berkedudukan tinggi dari dirinya saja ia tak pernah. Apalagi sampai harus mencintai orang yang sama dengan orang yang sangat ia hormati.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHLIGAI CINTA SANTRI NDALEM
RomanceYusuf Mahfudz santri abdi dalem yang populer diharuskan mengajar santri putri yang terdapat seorang gadis yang terkenal dengan banyaknya catatan kasus pelanggaran, Nadia Hasna. Sabarkah Yusuf menghadapi murid yang nyentrik itu? Padahal ia terkenal k...