33

662 91 10
                                    

“Model?” Reres menghentikan langkah kakinya. Begitu pula Bumi yang berdiri di depannya dan Anjani yang mengikuti diam-diam.

“Iya, model. Kenapa?” tanya Bumi bingung. Perasaan tidak ada yang salah pada ucapannya, tapi kenapa Reres begitu terkejut?

Reres tertawa mencemooh pada perkataan Bumi yang menurutnya tidak rasional. Apa Bumi tidak tahu? Tidak melihat bagaimana bentuk tubuhnya? Apa pria itu tidak tahu berapa bobot Reres? Apa Bumi juga tidak tahu betapa sulitnya mencari ukuran dan model baku yang pas supaya ia terlihat tetap slim dan tidak gendut? Apa maksud pria itu?

Satu lagi, apa Bumi tidak tahu bahwa Reres perlu keberanian dan kekuatan untuk  datang ke acara reuni ini? Apa Bumi juga tidak tahu bahwa perlu seribu kali pertimbangan untuknya bisa hadir dan berada di tengah orang banyak yang menatapnya sebelah mata? Apa Bumi berniat mempermalukan dirinya? Apa Bumi sudah berubah? Tali tatapannya tetap lembut seperti dulu.

“Tapi Bum--"

“Bentar-bentar, ini maksudnya gimana, ya?” Itu pertanyaan Anjani, bukan Reres.

Wanita itu dengan cepat menyela pembicaraan antara Reres dan Bumi. Sengaja. Takut jika pendengarannya salah karena suasana yang ramai dan para tamu undangan sudah hadir. Belum lagi musik yang sedari tadi mengisi acara sehingga membuat telinganya salah mengartikan ucapan Bumi. Belum lagi perkataan Bumi yang terdengar konyol. Dari sekian banyak tamu undangan yang datang, kenapa pilihan Bumi jatuh pada Reres?
Anjani berpikir bahwa Bumi masih mencintai Reres. Masih tergila-gila pada wanita yang bersuami dan mempunya berat dan bentuk abnormal. Iya, pasti seperti itu.

“Saya akan menjadikan Reres model skincare milik perusahaan saya,” ujarnya enteng tanpa dosa dan peduli dengan kebingungan dua wanita di depannya.

“Tapi, Bum--"

“kamu pasti bercanda,” seloroh Anjani dengan mata yang masih melotot.

“Ayo makan, Res. Perut aku lapar,” ajak Bumi yang sangat berniat menghindari pembicaraan dengan Anjani.

Anjani sendiri mengentakkan kakinya kesal. Wanita itu sedang berpikir keras mencari cara supaya Reres gagal menjadi model skincare. Ia sangat kesal karena selalu kalah dengan Reres. Ia akan mengubah keputusan Bumi. Ia tidak akan diam.
Anjani melihat teman-temannya yang sesama ajang ratu kecantikan sudah datang. Mereka adalah finalis ratu kecantikan dari beberapa periode. Ada yang menjadi pemain film, ada yang hanya figuran, pemain iklan dan profesi lainnya yang masih berhubungan dengan dunia entertainment. Namun, tidak sedikit pula yang berkecimpung di dunia fashion. Seperti membuka butik, salon dan membuat brand make up mereka sendiri.

Anjani tersenyum licik. Ia tahu bagaimana cara menggagalkan hal itu. Jika ia tidak bisa mengganggu gugat keputusan Bumi, maka ia akan mengoyak Reres. Kebetulan sekali kumpulan wanita itu berdiri tidak jauh dari Reres yang mengambil makanan. Bagusnya lagi, tidak ada Bumi disana. Perfect.

“Hai, Ladies,” sapa Anjani dan bergabung dengan mereka. Mencium pipi kiri dan kanan. Ada sekitar lima orang di sana. “Ya ampun, kalian makin cantik aja. Apa kabar?”

“Kamu juga terlihat lebih cantik dan matang, Anjani,” sahut Bella. Wanita itu berkulit putih dan cantik.

“Ah, kamu bisa saja, Bell,” ucapnya tersipu malu sambil menepuk lengan Bella. “Padahal kamu sudah menikah dan punya tiga anak, tapi lihat tubuhmu masih tetap langsing dan kencang. Apa sih, rahasianya?” Anjani melirik Reres yang terdiam dan tak kunjung bergerak mengambil makanan.

“Iya, Bell. Apa rahasianya?” tanya yang lain serempak.

“Apaan sih. Malah aku pikir, bentuk tubuhku nggak ada kemajuan. Begini-begini aja,” sungut Bella kesal.

“Tapi tetap langsung dan seksi,” seloroh Anjani yang disetujui lainnya. “Aku dengar, kamu ngeluarin brand baju, ya? Tapi wajar sih, secara bentuk tubuh kamu bagus banget kayak gitar Spanyol gini,” puji Anjani dengan mata melirik Reres.

“Iya, meskipun kamu bikin brand make up juga bagus. Kamu cantik dengan bentuk wajah yang sempurna. Pasti bakal banyak pembeli,” sahut Nisa semangat.

“Kalian bisa saja. Aku ada produk make up, kalian mau review, nggak? Nanti aku kirim sample ke  kalian. Gimana?”

“Boleh banget,” seru lainnya kompak.

Tidak peduli dengan keramaian yang mengelilingi, mereka masih asyik mengobrol. Bahkan mereka mungkin lupa kalau masih dalam posisi berdiri dengan piring di tangan. Suara tawa dan obrolan mereka terdengar keras sehingga mengganggu undangan lainnya.

Reres yang melihat mereka awalnya ingin menyapa, tapi mengurungkan niatnya karena ada Anjani di sana. Wanita itu memilih untuk menjauhi circle yang memperburuk mood-nya. Lebih tertarik memilih makanan dan meletakkannya di piring. Namun, baru satu langkah ia dengar namanya disebut. Jadi, ia memilih tetap di posisi sambil menyapa lainnya.

“Waoww, kita jadi kayak Reres dong, ya?” ucap Anjani antusias. “Eh, kalian udah nyala Reres, belum? Dia datang juga loh di acara ini. Masih ingat Reres, kan?”

“Reres yang juara satu, kan?” tanya Nisa memastikan. “Aku lihat, sekarang dia jadi selebgram. Banyak sekali yang endorse dia. Tapi ....”

“Kenapa?” Bella bingung karena Nisa menggantungkan ucapannya. Wanita itu melirik ke kanan dan kiri berharap mendapatkan jawaban.

“Dia gembrot,” sahut Lisa cepat dan mengatakannya dalam hitungan detik. Lisa sendiri bisa bicara seperti itu karena mengikuti sosial media Reres. “Aku heran, kenapa ratu kecantikan bisa segendut itu? Dan lucunya lagi endorse dia banyak banget. Hampir tiap minggu ganti.”

‘Gotcha!! Umpan dimakan,’ seru Anjani senang. Tinggal kasih api dan bakar, itu akan jadi santapan lezat untuk membuat Reres mundur menjadi model skincare.

“Masa gemuk? Perasaan dia baru nikah, kan?” tanya Bella.

“Ya, dan anaknya masih dua. Beda sama kamu yang anaknya tiga tapi tetap langsing, sendok dan seksi. Jatuh banget sama kamu. Gitu kok, ratu kecantikan. Sepantasnya ratu gendut,” sahut Nisa cepat. Ia kesal karena  Reres sering kali mendapat job. Beda dengan dirinya yang sudah menawarkan untuk review gratis tetap sepi.

“Aku, habis melahirkan langsung turun berat badanku. Lihat,” ujar Lisa sambil memutar tubuh. “Sebulan setelah lahiran aku kembali normal dong. Badan dan perutku yang dulunya melar sekaranh singlet lagi. Pegang deh, perutku.” Lisa memamerkan perut kecilnya.

Reres mendengus mendengar teman-temannya pamer keseksian tubuhnya sibuk menyelipkan ejekan untuk dirinya. Asal mereka tahu, Reres juga sadar diri. Tapi mau bagaimana lagi, dia gendut saja, Saga sudah tergila-gila. Apalagi kurus? Bisa-bisa ia dikurung dalam kamar.

“Mau gemuk atau kurus itu sih terserah dia. Cuman, apa Reres nggak takut suaminya diambil orang? Giliran ada pelakor nyalahin ceweknya. Padahal itu salah dia yang nggak pandai merawat tubuh,” ucap Lisa setelah meminum jus di tangannya.

“Kalo aku jadi Reres, pasti akan aku lakukan segala upaya untuk terlihat tetap kurus. Supaya suami betah dan ketagihan.” Yang lain cekikikan mendengar kalimat Bella.

“Reres, kamu masih di sini?” Bumi datang dengan piring kosong di tangannya.

“Iya, kenapa?”

“Ini kartu namaku. Ada nomor telepon dan alamat perusahaan. Hubungi aku disana. Sekarang aku mau balik karena ada urusan mendadak. Bye.”

Cinta 100 Kg Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang