Chapter 5 : Lunch

693 87 4
                                    

Bobby meregangkan otot-ototnya setelah semalaman ia harus lembur, membuat badannya terasa lelah di pagi hari, ia mendapat hukuman dari sang ayah karena membolos dari perusahaan kemarin. Dan baru dibolehkan untuk pulang setelah dini hari, teganya ayah Bobby.

Ia segera bangun dari ranjangnya untuk membersihkan diri, karena hari ini harus kembali ke kantor untuk melanjutkan tugas yang semalam belum sempat ia selesai kan. Tak ada yang membantunya mengerjakan tugas yang diberikan sang ayah, Lisa pun tak membantu karena memang ayah Bobby melarang siapa saja untuk membantunya. Menyebalkan pikirnya.

Bobby menyelesaikan ritual paginya, setelah itu menyambar kunci mobil yang berada diatas meja kamarnya dan berlari kecil menuruni tangga. Ia menghidupkan mesin mobilnya dan melaju kencang menuju kantor.

.

.

.

Dengan balutan baju berwarna pink dan jaket denim yang menempel pada badannya, Jisoo melangkahkan kakinya menuju cafe milik Lisa. Ia dengan malas berjalan, karena Lisa memaksanya untuk datang, entah untuk apa. Tapi jika melihat Lisa yang seperti ini, mungkin dia hanya ingin berceloteh tentang lelaki yang disukainya. Karena biasanya memang begitu, seperti hari hari yang lalu.

Jisoo sudah membuka pintu cafe, kemudian memutar bola matanya malas ketika sebuah tangan memeluknya dari samping dengan terlampau heboh. Tangannya kemudian ditarik oleh Lisa, ia dibawa menuju kamar Lisa. Cafe milik Lisa memang sengaja dibuat menyambung dengan rumah jadi begitulah hasilnya.

"Ah sayang deh gue sama lo." peluk Lisa pada Jisoo yang sudah menggelengkan kepalanya.

Jisoo mengangkat tangannya, menempelkan punggung tangannya pada kening sahabatnya. "Fix, gak waras."

Mendengar ucapan Jisoo, dia mengerucutkan bibirnya dan memukul pelan lengan Jisoo hingga sang empu mengaduh sakit.

"Aww! Sakit lah bege." Jisoo mengelus lengannya dan tertawa.

Lisa berjalan keluar untuk mengambil beberapa cemilan dan minuman. Sedikit cerita tentang bagaimana ia bisa bersahabat dengan Lisa.

Sedari kecil Jisoo memang hidup sendiri, seperti tak punya orang tua. Namun, ia dibesarkan oleh seorang wanita yang tak begitu tua, dan seorang pria yang merupakan suami wanita tersebut.
Jisoo dibawa kerumah mereka dan beberapa hari berlalu, keluarga Lisa pindah dari negara gajah putih menuju korea, dan tepatnya dulu mereka pernah menjadi tetangga sebelum Jisoo kehilangan kedua orang tuanya untuk yang kedua kali. Awalnya mereka tak saling kenal karena terhambat bahasa, namun lambat laun Lisa menjadi sangat pandai ketika berkomunikasi dengan Jisoo. Bahkan Jisoo dan Lisa bersekolah di sekolah yang sama.

Sekembalinya Lisa mengambil cemilan, ia kemudian berbaring disamping Jisoo menatap langit-langit kamarnya.

"Lo gak ngantor?"

"Gue berangkat nanti pas jam makan siang." Jisoo menggeleng, sahabatnya ini berniat pergi ke kantor atau hanya mengabsen namanya.

"Lo tau gak?" Lisa mengerutkan keningnya menandakan ia bertanya serius dan Jisoo sudah siap mendengarkan.

"Dia di hukum sama papahnya, gara-gara bolos ngantor. Kasian dong, udah lembur gak ada yang bantuin. Pasti capek lah dia." ucap Lisa mendramatisir.

"Dia siapa?"

"Ck. Dia yang selalu gue ceritain."

"Oh jadi itu orang yang sama?" Lisa mengangguk antusias.

"Namanya siapa?" tanya Jisoo.

Namun ia hanya mendapat gelengan dari Lisa. Jisoo tak diperbolehkan tahu, hanya harus mendengarkan curhatan Lisa saja, katanya. Menyebalkan.

"Jis, kalo gue deket-deket sama dia kok bawaannya hati gue pengen loncat ya dari tempatnya. Kenapa coba?"

Jisoo memijat pelipis nya mendengar ucapan Lisa, sahabatnya ini memang tak mengerti atau bodoh sih. Ingin sekali Jisoo menenggelamkan sahabatnya ini di rawa-rawa.

"Lo bodoh apa gimana sih, udah jelas kalo perasaan lo tuh berkembang lebih dari kata suka. Mungkin artinya lo udah jatuh cinta sama dia, mungkin juga hati lo emang gak betah nempatin tubuh lo." ucap Jisoo.

Lisa memukul pelan lengan Jisoo yang sedang tertawa dan akhirnya tertawa bersama.
.

.

.

Diruangan kerjanya, Bobby hanya sendiri mengerjakan lembar akhir yang harus ia selesaikan.

Sesekali matanya melihat jam yang menempel di tangannya, dan terkadang matanya juga melihat pintu yang sedari tadi tak ada yang mengetuk.

Sudah hampir jam makan siang, tapi Lisa sekretarisnya tak kunjung menampakan dirinya. Ia menghela nafas, lelah yang ia rasakan sekarang. Kepalanya menyandar pada kursi yang didudukinya.

Ia kemudian menyelesaikan kembali pekerjaannya, lalu bangun berniat untuk makan terlebih dahulu. Belum sempat menyentuh, pintu ruangan terbuka dan memperlihatkan Lisa yang berdiri dengan senyum lebar yang terpatri di wajahnya.

"Udah selesai?" tanya Lisa dan Bobby hanya mengangguk.

Tanpa berkata apapun, Bobby langsung menarik pergelangan Lisa untuk ikut bersamanya, langkah mereka terhenti di tempat makan depan kantor.

Bobby menawarkan beberapa makanan dan Lisa hanya mengangguk, ia bingung harus apa.

"Tega lo, gak bantuin gue." Menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan yang berada di meja.

Bobby berpura pura merajuk pada Lisa, mengerucutkan bibirnya dan sesekali menghentakan kakinya pada lantai. Lisa gemas melihat Bobby seperti ini, ia kemudian melepaskan tawanya membuat Bobby memalingkan pandangannya karena aksinya malah ditertawakan.

"Lagian lo sendiri yang buat salah, gue mah cuman disuruh berangkat jam segini doang sama papah lo. Katanya biar lo gak ngerengek minta dibantuin."

Bobby berdecak, lagi lagi ayahnya tega padanya. Ia mendengus, berfikir tak mau lagi membolos saat jam kerja, kalau hukumannya selalu merepotkan.

Setelah cukup lama menunggu, makanan pun akhirnya datang. Bobby langsung menyantap makanannya, sedangkan Lisa menatap Bobby sambil menggelengkan kepala. Mereka makan dengan tenang, bukan mereka tapi hanya Lisa yang tenang, sedangkan Bobby sudah ribut karena dentingan sendok dengan garpu yang beradu diatas piring.

UHUK UHUK!

Lisa tersedak, tangannya mencari-cari minuman dan Bobby dengan sigap berdiri dari tempatnya menghampiri Lisa, memberikan air putih dan mengelus punggung Lisa.

"Santai kalo makan, terus juga mata liatnya ke makanan jangan ke gue." Lisa menunduk menahan malu, pasalnya memang benar apa yang dikatakan Bobby, saat makan matanya tak bisa lepas dari wajah Bobby.

Bobby kembali duduk dan kembali memakan makanannya, sesekali matanya melirik Lisa dan pandangannya menjadi tak fokus ketika Lisa makan seperti anak kecil, saus menempel sempurna di sudut bibir Lisa dan Bobby berdehem membuat Lisa menoleh dan disaat itulah tangan Bobby mengusap sudut bibir Lisa dengan tisu. Mendapat perlakuan seperti itu Lisa bersemu, dia segera memutuskan pandangannya dengan Bobby dan berpaling ke samping. Bobby terkekeh pelan.

Mereka menyelesaikan acara makan siangnya, dan berbincang sebentar kemudian mereka memilih untuk masuk kantor kembali.

***

WOI LAH INI APAAN, AKU NULIS APA SIH 😭

My Serendipity; Bobsoo [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang