Two

6 0 0
                                    

Ale Pov
Senja sore mulai menampakkan warna merahnya. Memukau mata yang memandang. Tak seberapa besar dirimu, matahari senja.

Aku melangkahkan kaki ini yang begitu berat, entah kenapa hari ini begitu sangat melelahkan. Padahal aku tidak terlalu banyak melakukan aktivitas disekolah.

Hari ini aku sengaja pulang telat, karena ada tugas kelompok yang harus aku kerjakan dirumah temanku.

Aku mulai membuka gerbang rumahku. Aku sangatlah lelah hari ini, rasanya aku ingin segera sampai dikamar tercintaku dan mengistirahatkan badan yang lelah ini. Pada saat aku melewati ruang keluarga, aku melihat kedua orang tuaku sedang asyik menonton televisi.

“ dari mana saja kamu, dasar anak engga tau diri. Udah tau pulang sekolah itu harus langsung pulang tapi kamu malah main yang engga jelas. Kalau kamu seperti ini rugi saya sekolahkan kamu yang menghabis-habiskan biaya hanya untuk kamu saja” ucapan pedas papa meluncur begitu indahnya.

“ dasar anak engga berguna, seharusnya kamu itu ga terlahir didunia ini. kamu ini dari kecil sampe sekarang merepotkan kami saja bisanya. Aku benci dengan wajah sok melas kamu itu!” disusul dengan ucapan pedas mama.

Aku menahan air mata dan sakit hati ini. Kata-kata pedas yang terucap dari mereka begitu sangat menusuk hati ini. Tuhan berilah aku kekuatan untuk tetap bertahan, berikan aku ketegaran sampai waktunya tiba, jerit batinku.

“ pa, ma. Aku engga pergi main seperti yang kalian pikirkan, aku kerja kelompok dirumah teman” ucapku bergetar.

Aku melihat sorot tajam mata papa. Dia maju kearahku, aku sangat takut melihatnya marah seperti ini.

“ kamu berani kurang ajar sama orang tua, berani jawab kamu omongan papa ha?!! Dasar anak nakal, anak pembawa sial”

Plak . plak . plak tamparan ini sakit memang tapi lebih sakit hati ini atas perlakuan papa dan mama selama ini.

Dari sudut mataku, aku melihat kembaranku bersembunya dibalik pintu sambil menutup mulutnya. Disini aku benar-benar sendiri, aku tidak mempunyai siapa-siapa, aku hanya mempunyai kamu Tuhan.

“ aduh bi sakit, jangan dipegang keras-keras” rengekku pada bi nina.

“ iya non maaf bibi gatau, bibi hati-hati deh kompres lukanya” bi nina dengan sabar membantuku mengompres luka bekas tamparan itu.

“ bi, kapan ale bisa bahagia? Ale cape dengan keadaan seperti ini. Ale ingin rasanya pergi jauh sekali dari mereka yang tak menyayangi ale” ucapku dengan air mata yang sudah mengalir dipipiku, dengan cekatan bi nina mengelus lembut air mata dipipiku.

“ non engga boleh bicara seperti itu. Bibi yakin suatu saat non pasti dapat kebahagiaan itu. Non harus percaya bahsa seberat apapun masalahnya Allah memberi ujian kepada hambanya pasti tidak akan melebihi batasan kemampuan umatnya. Sekarang yang harus non lakukan yaitu bersabar dan mendekatkan diri kepada Allah. Non engga perlu takut sendirian, disini ada bibi yang saying sama non”

Seketika aku terenyuh dengan ucapan bi nina tak lupa juga dengan derasnya air mata yang kembali hadir, aku memeluk bi nina rasanya begitu nyaman. Tuhan apakah senyaman ini juga pelukan mama? Apakah aku dapat merasakan pelukan itu.

“ ale, kamu harus sabar. Mama, papa dan abang itu saying kamu kok” dengan entengnya ana mengucapkan itu. Aku dengan seperti biasa merespon ucapan ana dengan tatapan datar.

Setelah kepergian ana disusul dengan bi nina. Ale merebahkan jiwa dan raganya yang lelah itu di ranjangnya hingga ia terlelap.

Hallo, maaf telat banget upnya:)
Maaf kalo sedikit and typo everywhere hehe:)
Happy reading, sorry juga kalo ga nyambung wkwk:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Secret AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang