Pencitraan

18 4 3
                                    

"Baik anak-anak sekalian. Dipagi hari ini, saya ingin menyampaikan hal yang sangat mengembirakan, sekolah kita memenangkan olimpiade Matematika tingkat Nasional" Seru kepala sekolah SMA Tunas Bangsa yang sedang menjadi pembina upacara pada pagi yang sudah mulai panas.

Seluruh Peserta upacara bertepuk tangan mendengar kabar baik tersebut.

"Bapak persilahkan Caroline untuk maju untuk menyerahkan tropy"

Tampak seluruh pasang mata menatap Caroline atau yang kerap disapa Alin itu dengan tatapan kagum. Tak lupa memberikan tepuk tangan dan sorakan kagum kepada Alin sang bintang sekolah.

Alin, sosok yang sungguh pintar, cantik, manis, postur badan bak modelnya itu, yang memang seorang model. tak heran kaum adam sangat mengidolakannya.

(.)

Alin berjalan menelusuri koridor sekolah menuju kelasnya. Disepanjang jalannya itu selalu terhenti dengan banyakknya siswa maupun siswi mengajaknya berfoto dan ada juga yang sekedar basabasi alias modus bertanya.

"Alin, selamat ya"ucap Tiwi kakak kelasnya.

"Makasih" senyum Alin tulus. Begitu seterusnya siswa maupun siswi tunas bangsa ini memberinya ucapan selamat.

"Alin, ajarin gue logaritma dong, gue gak ngerti di ajarin Bu Bere. Eh sebelumnya gue ucapin selamat ya, lo juara banget." modus Rafael teman satu angkatannya cuma beda kelas yang menyetopkan langkah Alin tinggal beberapa langkah lagi sampai dikelasnya.

"Nanti ya Rafael, pas waktu gue kosong. Dan makasih ucapan selamatnya." tolak halus Alin dengan seyum tipis.

"Kapan?sore nanti?atau malam? Atau besok juga boleh, atau-"

"Nanyi yah Rafael" ucap Alin menghela nafas pelan.

"Hm oke deh, gue siap nunggu" senyumnya merekah. Dasar cowo modus.

Alin membalas dengan senyum yang kali ini dipaksa, melangkah kembali menuju kelasnya.

Kelasnya berada di XI Ipa 1 yang termasuk kelas unggulan dari kelas kelas lainnya.

Banyak juga sebenarnya yang pintar pintar seperti Alin, seperti Elisabet sang penakluk soal soal kimia, Reno si jagoan bahasa inggris, Resya si penalar fisika. Dan masih banyak lagi teman kelasnya yang pintar pintar, bukan hanya ia.

Alin duduk dikursinya menghela napas lelah melihat layar ponselnya dengan tak bernafsu.

Kak bayu
Dek, pulang sekolah jadwalmu jangan lupa ya, pemotretan. Pulannya naik taksi ya, kakak ada janji ketemu klien, pulangnya telat.

Lagi lagi Alin menghela napasnya lelah dengan kehidupannya yang selalu diatur kakaknya.
Alin merebahkan kepalanya dimeja sambil memejamkan mata.

"Lin, lo sakit?" Bianca sahabatnya sekaligus teman sebangkunya itu menempelkan tangannya dikening Alin untuk memeriksa.

Alin membuka matanya, lalu kembali duduk tegap sambil menggelengkan kepalanya tanda ia tidak kenapa-napa.

"Pasti capek ya lin, jadwal lo selalu padat setau gue" prihatin Bianca kepada Alin.

Ia sangat mengetahui Alin dari pada siapapun. Mereka bersahabat sejak SMP. Ia hapal betul kehidupan Alin seperti apa. Hanya tampak perfect dari luar saja.

"Gue ada pemotretan lagi Bi, padahal udah berapa kali gue bilang ke kak Bayu, gue pengen fokus sekolah aja."

"Abang lo tuh suka banget kuras tenaga lo demi uang, gak pernah berubah dari dulu. Kapan lo sadar sihh?" kesal Bianca.

"Disuruh jadi model, lu nurut Lin, disuruh syuting iklan lo turuti Lin, ikut private les sana sini buat jadi pinter buat jadi perfect lo turuti Lin, lo manusia apa boneka" lirih Bianca sedih melihat manusia bagai boneka didepannya itu.

"Keluarga yang gue punya cuma bang Bayu, Bii." Bianca menghela napas lalu kembali tersenyum. Senyum palsu.

"Gue seneng, asal abang gue seneng. Lo gak perlu khawatir" senyum Alin lagi menepuk pundak Bianca.

Lo terlalu munafik Lin, batin Bianca.

Bu Tere masuk menyampaikan materi Fisika sesuai bidang pengajarannya. Setelah kurang lebih 2 jam pelajarannya usai, bu Tere membagi kelompok berpasangan untuk mengerjakan 20 soal latihan.

Bianca tidak satu kelompok dengan Alin, Bianca berpasangan dengan Resya.

Sedangkan Alin berpasangan dengan Abi, dengan nama lengkap Abi Anugraha. Siapa tak kenal Abi sang kapten basket super jutek, kaku, dan sinis ini.

"Kapan mau ngerjainnya Bi?" tanya Alin dengan senyumnya selalu.

Abi menaikkan satu alisnya
"Serah" satu kata keluar dari mulut Abi, yang bikin Alin kesal, tapi cepat ia tutupi dengan senyumnya.

"Gimana kalo weekend ini, soalnya gue cuma punya waktu hari itu-" belum selesai Alin berbicara langsung dipotong Abi ketus.

"Gak"

"Yaudah malam ini gimana? Gue ada dirumah jam 7an." akhiri Alin.

Abi mengedikkan bahu menjawab ucapan Alin.

(.)

"Eh Bii, itu si Abi manusia asal dari mana ya? Kok ketus amat jadi cowok" kesal Alin yang sedang mengaduk mie ayam yang diberinya kecap.

Bianca menelusuri penglihatannya ke segala arah kantin.
"Mana Abi?" tanyanya.

"Ih lemot banget sih bii, pas dikelas maksud gue tadi" Alin menyeruput jus jeruknya.

Bianca ber-oh, " Emang gitu tu anak, makanya gak ada temen, ada sihh anak basket doang kayaknya" Ucap Bianca mengetuk ngetuk dagunya.

"Gak peduli deh gue, kalo emang tu anak gak bisa kerjain tugas kelompok, gue bisa sendiri"

"Eleh, tu anak Pintar juga keles, mangkanya sering-sering masuk kelas, jangan malah ikut seminar, ikut olimpiade terus, baru deh lo gak tau otak temen sendiri" cerocos Bianca.

"Gue tau kok, cuma gue gak merhatiin Abi, buat apa coba. Gue baik sama orang yang baik juga" senyum Alin merekah.

"Gak bosan ya lo pencitraan mulu" bisik Bianca ketus.

"Cukup Abi yang ngomong ketus ke gue bii, lo jangan" ucap Alin dengan nada sedih dibuat buat.

Saat tengah asik bercerita-ria bersama Bianca, datang cowok dengan kaca mata tebalnya yang memegang sebungkus coklat. Bisa dilihat beberapa penghuni kantin menatap tak suka si culun berkaca mata tersebut.

"Al-in, hmm ini buat lo" ucap cowok berkaca mata itu gugup sambil menyerahkan sebstang coklat kepadanya.

"Wah, makasih yah. Padahal gue gak lagi ulang tahun lo" Alin menerima dengan tulus pemberian cowok berkaca mata itu.

Bisa dilihat cowok berkaca mata itu tersenyum malu-malu, berlalu dari meja Alin dan Bianca dengan sedikit berlari. Dasar aneh.

"Wih, mantap juga nyali tu si Elbert culun. Mau diserang fans elo kek nya"

"Oh namanya Elbert. Lucu juga" tawa kecil Alin, memasukkan sebatang coklat tersebut kedalam saku rok pendeknya.

"Jangan bilang lo suka modelan kayak begitu Lin" tawa Bianca yang dihadiahi jentikkan jari putih Alin ke lengannya.

Ngomong-ngomong yah Bianca, begitulah ia yang Alin kenal, ceplas ceplos dan apa adanya. Berbeda dengan dirinya sendiri yang selalu tampak sok tegar dan palsu.

Alin jadi teringat kata kata kak Bayu tempo hari

"Kamu harus jadi sempurna, kamu harus selalu cantik. Itu untuk kebaikan dirimu sendiri Lin, selalu banggain kakak, semua orang perlu pencitraan"

Alin menghela napasnya lagi dan lagi...


~~~~~~

WAHHH MAKASIH YANG UDAH SINGGAH DILAPAK GAK GUNA INI MANTEMAN SEMUA, I LOVE U SO MUCH:(((

JANGAN LUPA VOTE KOMENNYA YAAAAAAAAAKKKL

WAJIB FOLLOW YA, YANG FOLLOW AKU DOAIN DIMUDAHKAN REZEKINYA HEHEHE

RULESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang