04

48 7 1
                                    

Naisa masih mengejar anak perempuan itu sampai koridor lantai tiga, ia juga berkali-kali memerhatikan posisi terakhir bocah itu menghilang hingga akhirnya Naisa mendengar sebuah suara yang memekik di dalam kepalanya.

"Gue mau lompat!"

"Jangan!" Kalang kabut, Naisa refleks berteriak, netranya kemudian menyapu pandangan dengan terburu-buru dan menangkap siluetnya di lantai dua, anak perempuan itu berusaha memanjat dinding yang membatasinya dengan lantai bawah dan berancang-ancang melompat.

"Tapi gue mau lompat."

Cewek itu meremas roknya dengan keringat dingin yang membasahi tangan. "Jangan!" Entah mengapa Naisa merasakan ikatan kuat dengan anak perempuan itu sehingga ia berani menahannya untuk tidak melompat.

"Tapi gue mau!"

"Jangan, Karra!"

"Ternyata Kak Naisa masih inget nama gue."

Hah? Jadi namanya Karra?

"Gue tunggu di kamar lo, Kak," anak perempuan itu berkata sambil tersenyum sebelum akhirnya menghilang secara tiba-tiba, meninggalkan Naisa yang shock seketika dan bahkan bingung mengapa ia bisa memanggil namanya dengan benar.

"Udah ngobrolnya?"

"Gu-gua takut, La."

Ayla mengelus kedua bahu Naisa, "tenangin dulu diri lu."

Mereka berdua berjalan ke kelas, beruntung saat ini kelas mereka sedang free di tiga jam pelajaran terakhir, Seni Budaya. Mereka berdua hanya diam, duduk di lantai tidak beralas alias leseh. Naisa mulai bisa menenangkan diri, walau anak perempuan itu terbilang cantik, tetap saja Naisa merasa takut karena hanya Naisa yang bisa melihatnya, apalagi ia orang yang parnoan.

"Sa, gua ke toilet dulu,"

Naisa mengangguk kaku, otaknya masih terlalu berat untuk mencerna semuanya.

"Kak, gue lupa sesuatu,"

Naisa terlonjak kaget ketika Karra tiba-tiba muncul di hadapannya, ia mengelus dada. "A-apa?"

"Bilang ke temen lo yang namanya Ayla, hari ini langsung ke rumah dan jangan kemana-mana,"

"Kenapa?"

"Pokoknya jangan, ada sesuatu yang mengerikan dan nggak bisa gue jelasin ke lo, Kak."

"Lo itu sebenarnya siapa? Kenapa gue harus percaya sama lo?"

"Coba inget-inget, Kak."

Naisa memutar keras otaknya, kilasan balik berputar dengan cepat, menguak memori yang pernah ia pendam, menggali kenangan terdalam yang terkubur seiring berlalunya waktu. Naisa menyernyit, teringat satu pecahan yang benar-benar janggal. Ia menatap Karra intens.

"Lo-temen gak terlihat gue pas masih kecil?"

Karra menjentikkan jarinya dan membentuk senyum lebar. "Nah!"

Bersamaan dengan itu, bel pulang melolong ganas, membuat seluruh kelas yang di dalamnya terdapat guru bersorak kegirangan begitu mereka bisa melampiaskan penat dengan keluar dari kelas secepat mungkin.

IRRÉELSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang