21 + 1

119 16 7
                                    

"Bang, lo sama Mawar emang pake 'lo-gue' atau gimana?" tanyaku saat aku dan Calum sedang dalam perjalanan menuju studio musik yang terletak di lantai tiga gedung A Perguruan Satria Muda.

Kalau saja aku bisa sedikit mencurahkan isi hatiku di sini, aku ingin memberitahu bahwa aku sebenarnya sangat ingin menggunakan kata-kata yang lembut kepada Calum. Namun, ada sesuatu yang menghalangiku, sesuatu itu membuatku sedikit geli jika bertutur lembut kepada Calum. Aku tak tahu pasti mengenai sesuatu itu, tetapi yang jelas, sesuatu itu tak perlu dipikirkan karena ia tak penting.

"Emang kalau pacaran harus pake 'aku-kamu' gitu?" tanya Calum. Aku bisa merasakan ia sedang menatapiku, tetapi aku memutuskan untuk fokus pada tangga yang sedang kami naiki.

"Ya, gak gitu juga, sih, Bang, cuma, kan, aneh aja gitu," jawabku. "Lo ngomong sama gue pake 'aku-kamu' sementara ngomong sama Mawar pake 'lo-gue'."

"Ya, seharusnya kamu tau kenapa Abang kayak gitu," ujar Calum.

Aku menghentikan langkahku akibat mendengar ujaran Calum yang berhasil membuatku sedikit terkejut dan kebingungan. "Maksud lo?"

Calum menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya. Sekarang jarak kami terpisahkan oleh tiga anak tangga. "Perasaan abang ke adiknya pasti lebih besar dari perasaannya ke pacarnya, kan?"

"Bang Cal, panggung udah bisa dipake."

Suara itu membuatku membatalkan niatku untuk menanggapi pertanyaan Calum barusan. Suara itu juga membuat pikiranku tertuju kepada satu orang. Aku tak mungkin salah, pemilik suara ini adalah dia. Dia tak boleh melihatku, begitu juga denganku. Tetapi apa yang harus kulakukan? Aku tak mungkin meneruskan langkahku dan meninggal Calum di sini karena jika aku melakukan itu, maka Calum akan curiga denganku.

"Drum buat 5SOS sama Jamming J gimana, Sher?" tanya Calum.

Aku tak salah. Orang yang berdiri di belakangku ini adalah dia. Semoga saja dia tak ikut dengan aku dan Calum ke studio musik.

"Kalau drum 5SOS pake punya sekolah, Bang, kalau drum Jamming J gue belum tau, tapi kayaknya mereka bakal pake drum gue, Bang," jawab Asher.

Astaga. Aku baru ingat. Asher dulunya sangat suka bermain drum dan kurasa sampai sekarang, ia masih mencintai alat musik itu. Ya ampun, kenapa aku bisa melupakan hal kesukaan Asher, ya?

"Emangnya drum yang dipake Joshua gak bisa dipake di panggung, Sher?" tanya Calum.

"Gak tau juga, sih, Bang, ini gue mau ngecek lagi," jawab Asher.

"Oh gitu, ya udah, yuk bareng, gue sama Bella juga mau ke studio juga," ajak Calum.

Aku memejamkan mataku, bermaksud untuk meredam emosiku karena Calum baru saja menyebutkan namaku di hadapan Asher. "Bang, gue ke toilet dulu, ntar gue nyusul." Kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku seraya aku membalikkan badanku, bermaksud untuk kembali ke lantai satu.

Aku menghembuskan napas lega ketika aku sudah memasuki toilet wanita. Untung saja aku bisa menghindari Asher dan semoga saja dia tidak sadar bahwa Bella yang dimaksud oleh Calum adalah aku.

"Sumpah, ya, gue gak nyangka Cal ngomong pake-"

Suara yang sangat familiar di telingaku itu membuatku langsung memasuki salah satu bilik toilet yang berada di dekatku. Aku sangat yakin Mawar dan lawan bicaranya akan membicarakan Calum. Dan aku juga sangat yakin, aku pasti terlibat di dalamnya.

"Ya ampun, War, itu hal biasa kali," kata lawan bicara Mawar yang tak lain dan tak bukan adalah Gytha. "Cal, 'kan, nganggap Bella sebagai adiknya, wajar aja kalau dia lembut banget sama Bella."

Catch Fire × Calum Hood || ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang