15

5.3K 1.1K 96
                                    

Lima hari setelah Fraam mengantarnya ke St. Norbert Hospital, sebuah pesan dikirim kepada Lucy.

Gadis itu sedang membujuk salah satu pasien kecilnya yang sedang meronta-ronta karena berusaha mencabut jarum infusnya, ketika Rachel, salah seorang teman sesama siswa perawat, mengatakan bahwa dia dipanggil Miss Padget sekarang juga.

"Sekarang juga?" Lucy membelalakkan mata sambil nyengir, menunjuk Baby Boy di tangannya.

Rachel tertawa terbahak-bahak. Kejudesan Miss Padget yang sudah melegenda itu kerap dijadikan lelucon di kalangan para siswa dan perawat senior. Untungnya rekan lain dengan cepat mengambil alih tugas Lucy.

"Pergilah ke kantor Miss Padget. Kami tidak ingin wanita itu datang ke sini dan senyum masamnya akan membangunkan semua anak-anak yang sudah dengan susah-payah kita tenangkan," kata Sonya sambil mendorong Lucy.

Tetapi karena halangan ini dan itu, baru sepuluh menit kemudian Lucy tiba di kantor perawat, mengetuk pintunya sekilas, dan masuk. Miss Padget duduk di belakang mejanya dan terlihat sangat tidak sabar, sedangkan Fraam duduk di sisi dekat jendela. Pria itu terlihat tenang dan santai, seolah dia tak melakukan apapun seharian.

"Dan apa yang membuatmu begitu lama, Miss Prendergast?" tanya perempuan itu dengan geram sambil bangkit dari tempat duduknya. "Tidak hanya membuatku menunggu, tetapi kau juga telah menyia-nyiakan waktu Profesor der Linssen yang berharga."

Lucy tak menjawab pertanyaan itu karena tahu bahwa Miss Padget hanya mencari pelampiasan kekesalan dan tak membutuhkan jawaban. Perempuan senior itu terlihat gusar, namun tidak meneruskan omelannya. "Nah, Miss Prendergast, Profesor der Linssen ingin menyampaikan sesuatu padamu," kata perempuan itu akhirnya. Sambil kembali duduk untuk mengawasi dirinya. Seolah tidak ingin melewatkan sesuatu pun.

Fraam tersenyum kalem kepada Miss Padget sebelum menyapa Lucy. "Halo, Miss Prendergast."

Fraam mengeluarkan segala pesonanya, bersikap seolah dia senang sekali bertemu siswa perawat di St. Norbert tersebut. Memberikan pujian secukupnya kepada Kepala Perawat yang duduk di belakang mejanya. Dalam kondisi normal mungkin Lucy akan tertawa terbahak-bahak pada semua kata manis yang disampaikan oleh Fraam, menyuruhnya diam, melewatkan bagian tidak penting, dan langsung mengutarakan maksudnya.

Seolah menyadari apa isi kepala Lucy, akhirnya Fraam menyampaikan maksudnya. Tentang persetujuan rumah sakit untuk memberi Lucy izin ke Amsterdaam. Dan Fraam, dengan sedikit mengerling pada wanita malang yang sedang duduk menyimak dengan intens itu, menambahkan bahwa atas kebaikan hati Miss Padget, Lucy mendapatkan izin dengan hitungan hari kerja normal. Bukan dengan memotong jatah cutinya seperti rencana semula. Dan memastikan Lucy bisa menghabiskan malam Natal bersama keluarga.

Dasar setan perayu tak tahu malu, umpat Lucy dalam hati. Gadis itu tak tahu bagaimana cara Fraam merayu wanita judes itu untuk begitu bermurah hati dengan hari cuti!

"Tujuh belas hari adalah waktu minimal yang saya janjikan, saat Dr. De Groot sudah lewat dari masa krisisnya," katanya. Lalu menoleh kepada Lucy yang menatapnya dengan penuh tuduhan. "Jadi, Miss Prendergast, kau sudah menetapkan hatimu dan bersedia segera berangkat?"

"Tentu. Kapan saya harus berangkat, Profesor?" tanya Lucy sambil mengusap rambut di tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal.

"Besok sore. Pembedahan akan dilakukan pagi berikutnya."

"Baiklah. Semakin cepat semakin baik. Karena Natal juga tidak lama lagi," kata Lucy sambil mengangguk.

"Tiketmu akan dikirim melalui surel. Mungkin besok pagi. Karena aku harus segera berangkat ke Amsterdaam petang ini. Nanti akan ada seseorang yang menjemputmu di Schipol dan mengantarmu ke rumah sakit. Kau tinggal di asrama perawat di sana hingga Dr. De Groot pulang."

Run To You (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang