Amara selalu memulai paginya dengan energi positif yang seakan meletup-letup keluar dari tubuhnya. Bahkan dari awal membuka mata ia sudah melangitkan syukur untuk nikmat lima indra yang masih berfungsi dengan baik dan ia menyukai fakta bahwa ia masih bisa memperbaiki diri setidaknya untuk hari ini, walau pada kenyataannya ia selalu harus meraba tentang apa yang harus diperbaiki dari dirinya, bukan karena ia tidak punya kekurangan tapi ia hanya ingin menganggap bahwa ia memang tidak punya kekurangan.
Rutinitas yang sering Amara lakukan setiap pagi adalah 'menyambung silaturrahmi', tentu saja versi Amara yaitu dengan menyapa siapapun dan apapun yang dijumpainya bahkan tak jarang ia menyanyi sambil melambai ke langit, ke arah pepohonan di sekitar bahkan pada kucing jalanan yang sibuk menggelandang mengais tulang.
'Selamat pagi langit biru selamat pagi duniaku
Kusambut hari ini dengan semangat baru
Kukayuh kayuh kayuh kayuh sepeda kerenku
Menyanyi hatiku'
Hari ini ia menggunakan sountrack film langit biru yang pernah ditontonnya sebagai nyanyian penyemangat pagi untuk menuju sekolah.
Udara yang dihirupnya pagi ini masih sama, masih dengan udara pagi penuh polusi kendaraan orang-orang yang berlalu lalang mengejar jam pagi mereka, keadaan disekilingnya pun masih sama, dengan gedung bertingkat dan hanya sedikit pepohonan yang terpaksa tumbuh di pinggir jalan hanya untuk mengurasi polusi asap knalpot para pengendara. Menyedihkan. Entah mengapa dimata Amara hidup pohon itu menyedihkan, dia sendirian disana, dipaksa menghirup udara kotor hanya untuk mengahasilkan oksigen yang dibutuhkan manusia, dia bekerja keras dari pagi sampai petang untuk kehidupan manusia tapi manusia itu sendiri tidak perduli dengan polusi yang dikeluarkannya setiap hari, mereka tidak mau menggunakan kendaraan lain selain kendaraan pribadi dengan berbagai macam alasan, seperti kenyamanan atau tidak mau berdesakan dalam kendaraan umum karna bisa terkontaminasi dengan bau keringat penumpang lain, padahal mereka hanya punya ego yang cukup tinggi untuk tidak mau terlihat rendah dimata manusia, mereka ingin dipandang berada dengan kendaraan mewah mereka.
Roda dalam kepala Amara berputar beriringan dengan roda sepedanya, otaknya tidak pernah kosong memikirkan hal-hal yang dilewatinya walau hal remeh sekalipun, memang sudah jadi kebiasaanya disaat tidak ada orang yang bisa dia ajak berdialog dia akan memutarkan monolognya sendiri di kepalanya tanpa ada seorangpun yang bisa mengintip.
Amara memarkirkan sepedanya bersebelahan dengan sepeda murid-murid lainnya, hari ini ia tiba tepat waktu tidak terlalu pagi tidak juga kesiangan, para murid Belantara lain juga rata-rata baru sampai. dalam perjalanan menuju kelas ia melihat dua manusia penghuni kelasnya yang hampir selalu berjalan beriringan di tengah koridor.
"Assalamua'alaikum"
Amara menepuk punggung dua murid jangkung di depannya.
"Eh, sorry gue ngasih salamnya cuma untuk Zain ya Sa, hehe"
"Siapa juga yang mau jawab"
Dingin seperti biasa, dan kenapa juga Amara harus terkejut dengan itu. Aksa Mahawira gitu loh.
"Heh Zain, lo muslim kan. jawab salam. Wajib."
"Wa'alaikum salam"
"Nah gitu dong. Oh dan Aksa, beneran deh kayaknya lo harus berjemur sebentar dibawah matahari pagi biar muka lo yang dingin itu bisa meleleh sedikit. You know, tapi menurut gue karakter cold agak kurang cocok dengan muka lo."
Amara menampakkan wajah yang amat serius dengan jari tangannya membuat bentuk segiempat yang seolah-olah adalah lensa yang cukup baik untuk menganalisa wajahnya Aksa, seperti lensa mikroskop yang dapat mengidentifikasi bentuk bakteri untuk menentukan apakah ia berbentuk coccus atau basil.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Closer
Teen FictionKisah empat orang anak manusia yang masing-masing menyembunyikan luka tanpa kata. Saling menunggu untuk bersuara, saling menggenggam dalam udara.