Jilid 23/24

1.3K 16 0
                                    

Melihat keadaan Si Bangau Merah itu, Hui Eng bertanya kepada Cu Kim Giok dengan suara yang tegas.

"Cu Kim Giok, katakan terus terang, demi nama baik nenek moyangmu yang terkenal sebagai pendekar-pendekar besar Lembah Naga Siluman, apa engkau melihat sendiri kematian Yo Han itu?"

Kini Cu Kim Giok memandang kepada Hui Eng dengan alis berkerut, "Hemmm, tidak perlu aku menjawab pertanyaanmu. Engkau sendiri adalah puteri ketua Pao-beng-pai yang pernah mengacau dan memusuhi keluarga besar kami, bahkan kemudian menurut ayahmu, engkau menjadi seorang pengkhianat dan anak yang durhaka. Aku mau bicara dengan Tan Sian Li, bukan denganmu!"

"Kim Giok, engkau tidak tahu dengan siapa engkau bicara. Ketahuilah bahwa enci Eng ini adalah Sim Hui Eng, puteri Paman Sim Houw yang hilang itu dan sekarang dia telah mengetahui siapa dirinya."

"Ahhh...! " Cu Kim Giok terkejut. "Kalau... kalau begitu, kalian berdua harus mau bekerja sama, aku tidak ingin melihat kalian celaka. Aku mohon kepada kalian, terimalah uluran tangan Ouw Pangcu untuk bekerja sama dan berjuang, atau setidaknya, kalian jangan memusuhi kami. Kalau kalian berdua mau berjanji di depan pangcu, maka aku yang akan menanggung..."

"Sudahlah, Kim Giok. Sebaiknya kau jawab saja pertanyaan enci Hui Eng tadi. Apakah engkau melihat sendiri tewasnya Han-koko di sumur tua itu?" tanya Sian Li tak sabar.

"Pada saat Yo Han datang, aku memang melihatnya, bahkan kami berkenalan. Dia pun bicara dengan baik-baik kepada Ouw-pangcu, kemudian dia bicara empat mata dengan Ouw-pangcu. Aku tidak tahu apa yang terjadi, akan tetapi tahu-tahu aku mendapatkan Ouw-pangcu sudah terluka parah terkena pukulan di dadanya, sedangkan para anggota Thian-li-pang melempar-lemparkan batu ke dalam sumur tua. Barulah aku tahu bahwa Ouw-pangcu hampir dibunuh oleh Yo Han dan karena bantuan para anak buah, Yo Han dapat didesak dan terjerumus ke dalam sumur. Para anggota Thian-li-pang menimbuni sumur itu dengan batu karena maklum bahwa kalau Yo Han dapat keluar, tentu akan mengamuk dan semua orang dibunuhi."

Keterangan bahwa Kim Giok tidak melihat sendiri kematian Yo Han, membuat hati Sian Li merasa lega kembali. Ia tetap tidak percaya bahwa Yo Han telah tewas. Lebih tidak percaya lagi bahwa Yo Han telah membunuh para pimpinan Thian-li-pang dan berusaha membunuh Ouw Seng Bu. Ia mengenal pria yang dikasihinya itu.

Yo Han tidak mau membunuh orang, apa lagi para pimpinan Thian-li-pang di mana dia menjadi ketua kehormatan. Tidak masuk di akal semua berita itu, walau pun ia percaya bahwa puteri Lembah Naga Siluman ini tidak bohong. Tentu gadis ini telah dipengaruhi Ouw Seng Bu dan tertipu!

Pada saat itu ada dua orang pengawal masuk dan berkata kepada Cu Kim Giok dengan sikap hormat, "Nona, pangcu minta agar Nona suka menemuinya di ruangan dalam."

Sikap dan ucapan penjaga itu saja sudah membuktikan bahwa ketua baru Thian-li-pang amat menghormati gadis itu. Ia bukan dipanggil, melainkan diminta!

Cu Kim Giok menoleh kepada dua orang gadis tawanan, kemudian pergi meninggalkan tempat tahanan itu, diikuti dua orang penjaga dengan sikap hormat. Setibanya di ruang dalam, Ouw Seng Bu sudah menyambutnya dan kedua orang penjaga itu pun segera mengundurkan diri.

"Ada urusan apakah, Bu-Ko?" tanya Kim Giok.

"Giok-moi, ada lagi orang-orang yang menyelidiki tempat kita tetapi kini mereka telah tertangkap."

"Siapakah mereka?" Kim Giok mengerutkan alisnya.

Di dalam hatinya ia merasa tidak setuju kalau Thian-li-pang menangkapi orang, apa lagi kalau mereka yang ditawan itu tokoh-tokoh pendekar seperti Sian Li dan Hui Eng. Kalau sampai Thian-li-pang memusuhi para pendekar dan perkumpulan para pendekar dunia persilatan, hal itu sungguh tidak baik dan tidak benar. Seluruh keluarganya tentu akan marah dan menyalahkan dia membantu perkumpulan yang memusuhi dunia persilatan dan menawan para pendekar.

"Lima di antara mereka adalah para tosu Bu-tong-pai yang tempo hari, dan dua yang lain adalah seorang pemuda dan seorang gadis. Bagaimana dengan hasil pembicaraan dengan Si Bangau Merah dan puteri Paman Siangkoan Kok tadi?"

Kim Giok mengerutkan alisnya. "Mereka masih belum mau berbaik, dan puteri Paman Siangkoan Kok itu ternyata adalah puterinya Paman Sim Houw yang dulu hilang dicullik orang ketika masih kecil. Hal ini menambah gawat keadaan, Koko, karena Paman Sim Houw adalah Pendekar Suling Naga yang sakti, pendekar besar dan tokoh di Lok-yang. Kalau ayah Sian Li, Pendekar Bangau putih dan Pendekar Suling Naga mengetahui puteri mereka ditawan di sini, lalu memusuhi kita, sungguh amat berbahaya bagimu, Koko. Lalu siapa pula dua orang pemuda dan gadis yang tertawan bersama lima orang tosu Bu-tong-pai itu?"

Ouw Seng Bu kelihatan muram dan berduka. "Giok-moi, sesungguhnya engkau sendiri pun tahu bahwa aku tidak pernah mencari perkara dan tidak pernah memusuhi mereka. Adalah mereka sendiri yang datang memusuhi Thian-li-pang. Aku pun merasa heran mengapa para pendekar itu tidak mau menyadari dan mereka bahkan berpihak kepada kerajaan Mancu, penjajah yang mencengkeram tanah air dan bangsa? Nah, cobalah engkau temui dua orang muda itu dan syukur kalau dapat membujuk mereka dan lima orang tosu itu, menyadarkan mereka akan pentingnya persatuan antara kita untuk dapat membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah."

Kim Giok merasa lemas karena pekerjaan membujuk ini merupakan pekerjaan yang sangat berat baginya. Akan tetapi, ia yakin bahwa kekasihnya benar, maka ia pun siap untuk membelanya.

Bagaimana lima orang Bu-tong-pai dan dua orang muda itu dapat tertawan? Seperti kita ketahui, Gak Ciang Hun, Gan Bi Kim dan lima orang tosu itu mendaki Bukit Naga untuk melakukan penyelidikan terhadap Thian-li-pang karena dicurigai kebersihannya. Mereka tidak menyadari bahwa gerak-gerik mereka telah diikuti oleh para anggota Thian-li-pang. Seorang di antara para anggota itu melapor kepada Seng Bu yang segera ditemani Siangkoan Kok, Im Yang Ji dan Kui Thiancu, juga beberapa orang tokoh sesat lain yang telah bergabung, menyambut rombongan yang mendaki bukit itu.

Sebelum sampai di perkampungan Thian-li-pang, Gak Ciang Hun dan kawan-kawannya secara tiba-tiba saja sudah dikepung oleh puluhan orang Thian-li-pang sehingga mereka berhadapan dengan Ouw Seng Bu dan kawan-kawannya.

Dengan sikap hormat Seng Bu mengangkat tangan memberi hormat kepada lima orang tosu dan dua orang muda itu. "Selamat pagi Ngo-wi Totiang dan kalian berdua sobat muda. Tidak tahu, entah angin baik apa yang meniup kalian datang ke sini. Kami harap saja Ngo-wi Totiang sudah menyadari bahwa akhirnya kita semua, tanpa peduli dari golongan apa, mempunyai tekad yang sama, yaitu bersatu padu menghadapi penjajah Mancu dan mengusir mereka dari tanah air kita."

Thian Tocu, tokoh Bu-tong-pai yang menjadi pemimpin rombongan tokoh Bu-tong-pai yang lima orang itu, membalas penghormatan Ouw Seng Bu dan berkata dengan sikap dan suara yang amat dingin, "Ouw-pangcu, kami berlima datang kembali bukan dengan maksud untuk menyerah, walau pun kami mengakui bahwa kami sudah kau kalahkan dalam pertandingan. Kami bertemu dengan dua orang sahabat muda ini dan kami ingin menemani mereka untuk berkunjung ke Thian-li-pang. Ketahuilah bahwa saudara muda ini adalah saudara Gak Ciang Hun, putera dari mendiang Beng-san Siang-eng, dan ini adalah nona Gan Bi Kim."

"Ahhh, kiranya Gak-enghiong yang datang berkunjung. Kami dari Thian-li-pang merasa mendapat kehormatan besar sekali dengan kunjungan Gak-enghiong dan nona Bi Kim. Kami memang sedang menghimpun tenaga dari seluruh penjuru tanah air untuk segera mengadakan persiapan menyerang penjajah Mancu dan mengusirnya. Kami mendengar bahwa keluarga Gak dari Beng-san adalah pendekar-pendekar dan pahlawan-pahlawan besar dan gagah yang tentu saja akan suka bekerja sama dengan kami untuk mengusir penjajah Mancu."

Gak Ciang Hun sudah mendengar dari para tosu Bu-tong-pai betapa cerdik dan liciknya ketua baru Thian-li-pang itu. Kini begitu bertemu, ketua itu ternyata telah menunjukkan dua macam kelihaiannya.

Pertama, dia serombongannya mendadak saja sudah dikepung, ini berarti bahwa sejak mendaki bukit, mereka telah diketahui dan dibayangi. Dan ke dua, begitu bertemu, ketua itu sudah bersikap demikian ramah dan hormat sehingga dia sendiri andai kata belum mendengar dari para tosu, tentu akan terpikat hatinya oleh keramahan pemuda tampan itu.

Akan tetapi karena sebelumnya dia sudah mendengar bahwa pemuda ini seorang yang palsu dan dikabarkan telah membunuh Yo Han, dia pun menyambut dingin saja.

"Pangcu, kami sengaja datang ke Thian-li-pang dengan tujuan untuk mencari nona Tan Sian Li. Apakah ia berada di sini?"

"Ahh, apakah kau maksudkan Si Bangau Merah? Benar, ia berada di sini, menjadi tamu kehormatan kami. Ia sudah menyatakan setuju untuk membantu kami, untuk bekerja sama menentang penjajah Mancu. Kalau Gak-enghiong ingin bertemu dengannya, mari, silakan masuk ke perkampungan kami!" kata Seng Bu dengan wajah cerah berseri.

Mendengar jawaban ini, Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim tercengang. Jawaban yang tidak mereka sangka-sangka sama sekali dan mereka berdua sudah merasa gembira.

Akan tetapi, Thian Tocu, tosu Bu-tong-pai itu sudah berkata dengan suara lantang.

"Ouw-pangcu, tidak perlu engkau membohongi Gan-taihiap dan kami. Kami sama sekali tidak percaya bahwa nona Tan Sian Li mau bekerja sama denganmu. Kami pun sudah berjumpa dengannya dan mendengar bahwa engkau telah membunuh Sin-ciang Taihiap Yo Han, bagaimana mungkin ia mau bekerja sama denganmu? Kalau kau mengatakan bahwa engkau telah menjebaknya dan menawannya, kami akan lebih percaya!"

Wajah Seng Bu berubah merah dan matanya kini mencorong memandang kepada tosu Bu-tong-pai itu. Dia merasa heran bagaimana tosu ini dapat sembuh demikian cepatnya, padahal dia tahu benar bahwa tosu ini sudah terkena tangan beracun sehingga terluka parah.

"Totiang, kalau pihakmu hendak menjadi antek penjajah Mancu dan tidak mau bekerja sama dengan kami para pejuang patriot bangsa, itu urusanmu. Akan tetapi tidak perlu banyak mulut di sini. Kami pernah mengampuni kalian dan membiarkan kalian pergi. Apakah kini kalian minta mati?"

Perubahan sikap ketua Thian-li-pang ini membuat Gak Ciang Hun yang tadinya tertarik, menjadi terkejut dan tidak senang. Sikap ketua Thian-li-pang itu sangatlah aneh. Baru saja wajahnya nampak tampan dan ramah ceria, akan tetapi sekarang kelihatan begitu bengis, dingin dan sadis. Bahkan sepasang matanya yang mencorong itu mengandung nafsu membunuh yang mengerikan.

"Ouw-pangcu, agaknya membunuh merupakan pekerjaan biasa bagimu dan mungkin menjadi kegemaranmu. Kalau memang engkau merasa sebagai seorang yang gagah, jangan menyangkal perbuatanmu sendiri dan akui sajalah apa yang telah terjadi dengan nona Tan Sian Li. Kecuali jika engkau memang pengecut, tidak berani mempertanggung jawabkan perbuatanmu..."

"Tutup mulutmu, tosu jahanam!" Seng Bu membentak.

Seng Bu sudah menggerakkan tangannya. Dia menampar ke arah Thian Tocu sambil mengerahkan ilmunya yang sangat dahsyat. Hawa beracun yang amat kuat menyambar ke arah tosu Bu-tong-pai itu.

Melihat hal ini, Gak Ciang Hun yang mengenal pukulan ampuh, meloncat ke depan dan menangkis dari samping untuk menolong tosu itu.

"Dukkk...!"

Mendapat tangkisan ini, Seng Bu mengeluarkan seruan kaget. Dia mundur dua langkah, akan tetapi Gak Ciang Hun lebih terkejut lagi karena dia sempat terhuyung! Padahal, putera pendekar kembar Gak ini memiliki tenaga sinkang yang amat kuat, sebab pernah menerima pemindahan tenaga sinkang dari kakeknya, mendiang Bun-beng Lo-jin Gak Bun Beng! Tetapi, ketika menangkis, dia merasa betapa dari tangan ketua Thian-li-pang itu menyambar hawa dingin yang aneh sekali, yang membuat dia sampai terhuyung.

"Pangcu dari Thian-li-pang, kalau memang ucapan Thian Tocu Totiang tadi tidak benar, engkau berhak menyangkal, akan tetapi jika benar, memang sudah sepatutnya engkau berterus terang, bukan malah lalu menyerang seperti yang kau lakukan tadi!" Ciang Hun menegur.

Senyum iblis muncul di mulut Ouw Seng Bu. "He-he-he, kami hendak menerima kalian sebagai sahabat, akan tetapi kalau kalian menghendaki kekerasan baiklah. Seperti yang kami lakukan terhadap Si Bangau Merah, kami menawarkan persahabatan dan kerja sama, akan tetapi kalau kalian menolak dan bersikap memusuhi kami, terpaksa kami harus menawan kalian seperti yang telah kami lakukan terhadap Si Bangau Merah!"

Mendengar ini, Ciang Hun lalu mengerutkan alisnya. "Pangcu, kami tidak menghendaki persahabatan, juga tidak mencari permusuhan. Akan tetapi bila engkau telah menawan nona Tan Sian Li, kami menuntut agar engkau suka membebaskannya sekarang juga."

"Heh-heh-heh, bagaimana kalau kami tidak mau membebaskannya?"

"Ouw Seng Bu, kalau engkau tidak mau membebaskan Tan Lihiap, kami akan mengadu nyawa denganmu!" bentak Thian Tocu marah. Lima orang tosu Bu-tong-pai itu sudah mencabut pedang mereka masing-masing, siap bertanding mati-matian untuk menolong Si Bangau Merah.

"Ouw-pangcu, kami harap engkau suka membebaskan nona Tan Sian Li, supaya kami tidak harus menggunakan kekerasan."

Siangkoan Kok yang sejak tadi mendengarkan saja, kini menjadi tidak sabar. "Pangcu, serahkan saja kepadaku untuk menelikung pemuda sombong ini!"

"Dan lima orang tosu Bu-tong-pai ini serahkan kepada kami!" kata Kui Thiancu dan Im Yang Ji.

Ouw Seng Bu mengangguk dan para pembantunya itu segera bergerak menyerang.

Lima orang tosu Bu-tong-pai, Ciang Hun beserta Bi Kim menggerakkan senjata mereka menyambut dan terjadilah perkelahian yang berat sebelah. Baru tiga orang pembantu Seng Bu itu saja, bekas ketua Pao-beng-pai, wakil Pek-lian-kauw dan wakil Pat-kwa-pai sudah merupakan lawan berat bagi lima orang tosu. Sementara itu masih banyak pula anggota Thian-li-pang tingkat tinggi yang melakukan pengeroyokan.

Akan tetapi, bagaimana pun juga Gak Ciang Hun adalah keturunan pendekar sakti. Permainan pedangnya mantap dan kuat, tenaga sinkang-nya pun mampu menandingi lawan yang bagaimana pun sehingga Siangkoan Kok yang menandinginya, tidak dapat mendesaknya dengan cepat.

Gan Bi Kim juga terdesak hebat oleh Kui Thiancu yang mengejeknya, sedangkan lima orang tosu kewalahan menghadapi pengeroyokan banyak anak buah Thian-li-pang.

Melihat betapa Siangkoan Kok belum juga mampu menundukkan Ciang Hun, Seng Bu menjadi tidak sabar lagi. Dia tahu bahwa bekas ketua Pao-beng-pai itu cukup tangguh dan tidak akan kalah, akan tetapi dia tidak ingin perkelahian itu berlangsung terlalu lama.

Kalau sampai Kim Giok mengetahui, gadis itu tentu akan merasa tidak senang. Juga, tidak baik kalau mereka ini sampai terbunuh. Kalau dia dapat membujuk orang-orang yang lihai itu untuk bersekutu dengannya, hal itu akan amat menguntungkan dan akan memperkuat kedudukannya.

Maka ia pun segera meloncat ke depan dan menyerang Gak Ciang Hun dengan totokan jari tangannya, menggunakan ilmunya yang aneh, akan tetapi dia membatasi tenaganya agar jangan sampai melukai berat atau membunuh pemuda itu.

Dengan lengking yang aneh menyeramkan, Seng Bu menyerang dan Ciang Hun yang menghadapi Siangkoan Kok saja sudah merasa sibuk karena ilmu kepandaian kakek tinggi besar itu memang hebat, kini merasa ada sambaran angin dingin dari samping. Dia mengelak ke kiri dan pada saat itu, Siangkoan Kok menyerangnya dengan pedang, dibarengi pula dengan tamparan tangan kiri. Ciang Hun menangkis pedang lawan, lalu memutar tubuh dan menyambut tamparan tangan kiri lawan itu dengan tangan kirinya pula.

"Trang... plakkk!"

Kedua tangan itu bertemu dan melekat dan pada saat itu, totokan kedua yang dilakukan Seng Bu tiba. Ciang Hun tak mampu menghindar lagi dan dia pun roboh lemas terkena totokan ampuh jari tangan Seng Bu.

"Tangkap mereka, jangan bunuh!" teriaknya dan teriakan Seng Bu ini menolong.

Gan Bi Kim yang sudah terdesak, juga lima orang tosu itu, akhirnya roboh. Hanya lima orang tosu itu yang luka-luka, namun bukan luka yang terlalu parah. Sedangkan Gan Bi Kim juga roboh terkena totokan Im Yang Ji.

Demikianlah, lima orang tosu Bu-tong-pai, Ciang Hun, dan Bi Kim lantas tertawan oleh Thian-li-pang. Mereka dimasukkan ke dalam sebuah kamar tahanan yang cukup lebar, tidak dirantai seperti halnya Sian Li dan Hui Eng. Akan tetapi kamar tahanan itu berjeruji tebal dan kokoh kuat, sedangkan di depannya terdapat penjagaan yang ketat terdiri dari belasan orang anak buah Thian-li-pang.....

SI TANGAN SAKTI (seri ke 15 Bu Kek Siansu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang