bagian dua : alma dan bima

802 35 7
                                    

"ALMA!" Nadia berlari ke arah Alma yang tengah duduk di rooftop. Sedangkan Alma tak menunjukkan tanda-tanda untuk melihat siapa yang memanggilnya.

"Al, Lo tau nggak? omongan Lo tadi pagi udah jadi gosip hot seantero sekolah," kata Nadia sedikit drama. Alma tau jika kata-kata nya tadi pagi pasti akan langsung menjadi hot issue.

"Omongan apaan?" tanya Alma seolah tak ingat apa yang ia lakukan.

"Soal anak IPA satu yang Lo bilang munafik semua! Parah si Lo ngomong kayak gitu di depan pak Joko." Nadia geleng-geleng kepala, tak habis pikir. Alma hanya tersenyum kecut menanggapi Nadia.

"Emang kayaknya bener kata guru-guru. Otak Lo waras tapi kelakuan nggak."

Alma menjentikkan jarinya di dahi Nadia. "Auw, sakit, Al." Nadia mengelus-elus dahinya seraya mengerucutkan bibirnya.

"Kapan ya kira-kira gue bisa kesana?" tanya Nadia tiba-tiba bermonolog sendiri, mengarah pada sebuah gedung yang terkenal dengan nama gedung fajar.

Alma menaikkan alisnya, bingung. Pasalnya temannya itu tak pernah sekalipun menunjuk ketertarikan pada gedung fajar yang sering dibicarakan banyak orang.

"Lo mau ke gedung fajar?"

"Eh, bukan gitu." Nadia menggeleng. "maksud gue sekali-kali lah, bukannya gue nggak suka sama gedung senja."

Nadia merasa sedikit bersalah karena mengucap hal yang sepertinya menyinggung Alma. Gedung senja adalah tempat tinggal yang lebih nyaman dibandingkan sebuah rumah untuk Alma. Gedung yang terdiri dari sepuluh lantai dengan lantai paling atas dan rooftop nya yang menjadi kafe, kafe senja. Tempat itu juga merupakan tempat tinggal keluarga Nadia.

Nadia dan keluarganya sudah lebih dari keluarga bagi Alma, jika dibandingkan keluarganya yang sesungguhnya.

"Sering juga nggak masalah." kata Alma jujur. Alma merasa seperti mendapat celah untuk kembali mendapatkannya.

"Serius?" tanya Nadia langsung sumringah, refleks ia menepuk jidatnya sendiri, sadar dengan apa yang ia katakan.

"Maksudnya-"

"Bantu gue buat ambil sesuatu yang seharusnya jadi milik gue," potong Alma cepat. Miliknya adalah hak mutlak.

"Hah?"

Alma berdiri dan menatap gedung fajar dalam. "Gedung fajar, milik gue."

°~°~°~°

Alina baru saja keluar dari kelasnya, namun sepertinya cewek itu kali ini harus menjadi narasumber dadakan. Pasalnya banyak sekali teman sekaligus adik kelasnya yang bertanya tentang ucapan Alma menyebut kelas IPA satu munafik, apakah yang dimaksud hanya Alina seorang? Oh, ayolah bahkan Alina baru mendengar kabar itu.

"Gue nggak tau, gue aja baru denger dari kalian." jawab Alina jujur.

"Lo sama Alma nggak pernah kelihatan akur selama lebih dari dua tahun ini. Lo sama dia kenapa?"

"Iya kak kakak berantem sama kak Alma?"

"Kak Alma sering jahat sama kakak ya?"

Romansa SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang