Chapter 30 : Aku merindukanmu

9.6K 402 19
                                    



Di bawah naungan sinar bulan yang redup, seorang wanita cantik sedang duduk melamun sambil menatap kolam di depannya dengan mata berkaca-kaca. Dia seakan mengabaikan udara dingin di sekitarnya dan hanya mengenakan gaun hitam tipis yang mengungkapkan sosok dan pesonanya yang menggoda.

Walaupun wajahnya cantik rupawan, tapi kabut kesedihan yang menyelimuti wajahnya sedikit mengaburkan kecantikannya. Mungkin jika ada seseorang yang melihatnya saat ini, orang akan merasa sedih dan kasihan. Dan Jika ada sesuatu yang mengusik pikiran wanita itu, itu mungkin karena cinta.  Karena dari dulu begitulah cinta, deritanya tiada pernah berakhir.

Memikirkan bayangan pria yang selalu menghantui pikirannya, wanita itu bergumam dengan lembut,
“Apakah kau tahu, aku di sini menunggumu?
Aku menanti akan kehadiran dirimu.
Jujur, aku tak sanggup bila kau jauh,
Terasa berat dan hampir ingin mengeluh.
Senyum mu akan selalu ku ingat,
Karena tanpa mu hidup terasa berat.
Aku merindukanmu.
Aku merindukanmu.
Aku merindukanmu.”

Semilir angin bertiup mengaburkan suara lembutnya dan rambut hitam panjangnya yang tergerai, bertebaran mengikuti arah angin. Tanpa sadar, tubuh wanita itu sedikit gemetar karena dinginnya angin malam.

Dan entah sejak kapan, seorang pria berdiri di belakang wanita itu dan saat melihat tubuhnya yang sedikit bergetar, dia melepaskan jaket yang dikenakannya dan dengan lembut meletakkan jaket ke bahu lemah wanita itu dan dengan lembut bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan di sini?”

Mendengar suara yang akrab di telinganya, wanita itu sedikit terkejut dan dengan panik menyeka air mata yang membasahi sudut matanya. Dia sedikit mencengkeram jaket yang menutupi tubuhnya dan berbalik, untuk menunjukkan wajahnya yang tersenyum ceria.

“Sejak kapan kamu di sini, Yogi?” tanya balik wanita itu saat menatap pria tampan dan gagah di depannya yang mengenakan seragam Kepolisian. Semua kesedihannya tampak sirna di tiup angin dan hanya senyum ceria yang terpasang di wajahnya. Seolah-olah semua kesedihannya hannyalah sandiwara semata.

Yogi sedikit mengerutkan kening saat melihat mata wanita itu yang sedikit memerah dan bertanya dengan cemas, “Cristin, Jawab pertanyaan ku. Mengapa kamu di sini? Dan mengapa kamu menangis”

Saat Yogi hendak mengulurkan kedua tangannya dan meraih pundak lemah Cristin, Cristin membalikkan tubuhnya dan kembali menatap pantulan bulan yang tercermin di atas kolam.

“Aku tidak menangis...” jawab Cristin dengan lembut. Tapi, setelah kata-kata itu keluar dari mulutnya, dia tanpa sadar mengencangkan cengkeramannya pada jaket yang menyelimuti tubuhnya.

‘Apakah sekarang aku terlihat sangat menyedihkan?’ tanya Cristin sambil mencela dirinya sendiri. Meski dia sangat ingin menangis di hatinya, tapi dia selalu memasang topeng ceria dan bahagia di wajahnya.

Apakah perlu untuk memberitahu dunia, bahwa dia sedang sedih, kesepian, menangis, dan merana? Bahkan jika dunia tahu, apa yang bisa mereka lakukan untuk membantu? Hanya kata-kata simpati yang hanya akan masuk dari telinga kanan dan keluar ke telinga kiri. Pikir Cristin dengan sinis.

Merasakan tangannya yang hanya meraih udara kosong, Yogi terdiam sejenak dan menurunkan tangannya lalu mendesah pasrah di dalam hatinya. Mungkin jika dia terus berusaha dan mencoba, dia akan bisa membuka hati wanita di depannya. Walaupun wajahnya terlalu tampan untuk digambarkan, Yogi merasa, itu tidak terlalu berharga untuk wanita di depannya.

Terkadang, dia sempat bertanya di dalam hatinya, ‘Apakah Cristin tidak menyukai pria, dan hanya mencintai wanita?’

Tapi Yogi dengan cepat membuang semua pikiran itu, karena dia tidak pernah melihat Cristin begitu dekat dengan pria ataupun wanita selain dirinya, dan tidak pernah mendengar dia jatuh cinta terhadap pria ataupun wanita. Jika memang benar ada pria yang dicintainya, itu tentu dirinya, hanya dirinya dan pasti dirinya.

Perlahan maju dan berdiri di samping Cristin, Yogi Sedikit mengintip wajah cantiknya dan berkata, “Jangan berbohong padaku...”

Cristin sedikit menundukkan kepalanya dan  berbicara dengan suara yang semakin kecil, “Untuk apa aku berbohong padamu? Itu hanya...”

Sebelum Cristin bisa menyelesaikan alasannya, Yogi langsung menyela, “Hanya debu yang memasuki matamu? Apakah itu alasanmu?  Apakah kamu menganggapku anak berusia tiga tahun yang mudah ditipu?”

Setelah lebih dari sepuluh tahun mengenal dan berinteraksi dengan Cristin, Yogi merasa itu adalah waktu yang cukup untuk mengetahui dan sedikit mengukur kedalaman hatinya. Dan, jika ada pria yang lebih mengenal Cristin, itu pasti dia.

“Aku hanya merasa sedikit tidak nyaman hari ini dan mencari udara segar di sini” jawab Cristin dengan lembut. Setelah merasakan sedikit  kehangatan di tubuhnya, Cristin kembali bertanya, “Kenapa kamu di sini? Dan sejak kapan?”

Yogi dengan tidak senang bertanya, “Apa? Apakah aku tidak boleh datang dan melihatmu lagi? Dan apakah salah jika aku merindukanmu?”

Cristin hanya diam membisu mendengar pertanyaan Yogi, walaupun dia tahu Yogi mencemaskannya dan perhatian terhadapnya, dia tidak menganggap Yogi lebih dari sekedar teman dekatnya.

Tidak mendapat jawaban dari Cristin, Yogi hanya bisa pasrah dan berkata dengan tak berdaya, “Aku baru saja tiba dan kamu bahkan tidak menyadarinya,”

Mendengar kata-kata Yogi, Cristin hanya tersenyum ringan. Tapi, bagi Yogi, senyum itu bagaikan bunga yang tumbuh di gurun pasir, dia ingin merawat dan menjaga senyum itu, bahkan jika dia harus menanggung panasnya sengatan matahari.

“Apakah kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Yogi dengan lembut dan sedikit khawatir.

“En...” angguk Cristin dengan lemah. “Mungkin aku hanya sedikit kelelahan.”

Merasa sedikit lega, Yogi terdiam dan memilih kata-kata yang ingin dia ucapkan, “Cristin, apakah... “

“Sudah larut malam sekarang, Aku ingin beristirahat. Apakah kamu ingin menginap?” tanpa membiarkan Yogi menyelesaikan kata-katanya, Cristin bertanya dengan senyum cerah dan sedikit menggoda di wajahnya sambil menatap Yogi yang masih ternganga.

Melepaskan jaket yang melilit tubuhnya, Cristin menyerahkan jaket ke tangan Yogi dan dengan lembut berkata, “Aku tidak ingin memikirkannya sekarang”

Melihat Cristin yang perlahan pergi menjauh, Yogi menatap jaket yang masih memiliki aroma Cristin di tangannya. Mengangkat jaket ke hidungnya, Yogi menarik nafas dalam-dalam dan menikmati aroma mawar dengan mata terpejam.

“Aku akan selalu menunggumu, tidak peduli berapa lama aku harus menunggu. Karena hanya aku yang pantas untukmu” bisik Yogi dengan yakin.

Walaupun banyak wanita yang mengejarnya, tapi, entah mengapa, hanya Cristin yang dapat masuk ke dalam pandangannya dan tercetak di benaknya. Dan semua itu tak akan berubah dari sepuluh tahun yang lalu ataupun seribu tahun kemudian.

...

Terbangun oleh aroma wangi yang memasuki hidungnya, Angga membuka matanya dan dengan cepat bangkit dari tempat tidurnya lalu berlari menuju kamar mandi. Karena sudah menikah, dia tidak sabar untuk mengawali aktivitas di pagi hari dengan ... ....

Mengenakan pakaian yang rapi, dan tak lupa memeriksa gigi yang bersinar bersih berseri, Angga keluar dari kamarnya dengan senyum penuh percaya diri.


...
...
...

Terima kasih telah membaca, jika berkenan,

- Pembaca diharapkan memberi penilaiannya pada cerita ini dalam skala 1 - 100 (silakan tulis di kolom komentar),
- Jika pembaca mendapati typo, salah dalam penempatan tanda huruf, atau yang lainnya, harap untuk mengomentarinya di kolom komentar. Untuk pembelajaran ke depannya.

Like & Share if you care

Pernikahan Kontrak 1 Milyar (Tunda)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang