Satu pintaku pada ayah, segeralah kembali
-Syaquella Andira Perwira
***
Rara sudah sampai dirumah sejak 1 jam yang lalu. Jangan kalian fikir Rara pulang bersama Sasa karena itu tebakan yang sangat salah. Seperti biasa Rara akan pulang menggunakan angkutan umum atau kalau dia sudah tidak menemukan angkutan umum dia akan pulang berjalan kaki.
Rara sekarang telah berada dikamar nya. Dia baru saja selesai menunaikan ibadah sholat ashar kewajibannya sebagai ummat islam. Walau pun dia tidak menutup auratnya tapi dia tetap melaksanakan sholat lima waktu.
Setelah sholat Rara segera menaruh mukenah dan sajadahnya diatas meja belajarnya.
Rara merebahkan badannya di kasur empuk dan halus itu. Rara menghela nafasnya dan menghembuskan pelan. Rara sedang memikirkan perubahan ibunya belakangan ini. Meskipun tidak ada yang aneh bagi kebanyakan ibu yang menyayangi anaknya, tapi bagi Rara itu sangat ganjal.
Sekali lagi Rara menghembuskan nafasnya. "Kenapa tadi pagi Mama baik banget yah? Apa mungkin karena cuma ada Ayah?. Ngga, mungkin aja Mama udah berubah. Jangan nething Ra!" Rara bermonolog dalam hati seraya menggelengkan kepalanya saat dia telah berfikir yang negatif tentang ibunya. Gadis yang tengah berbaring menghadap langit kamarnya itu berusaha mengusir kemungkinan-kemungkinan yang membuat ibunya berubah. Dia berusaha untuk berfikir yang positif tentang ibunya.
Rara menutup matanya tidak ingin memikirkan ibunya. Rara berdo'a semoga ibunya tidak berubah lagi. Tidak lama kemudian Rara tertidur.
Tapi baru saja Rara akan masuk ke alam mimpi, sudah ada yang menggedor pintunya dengan tidak sabaran. Dengan langkah gontai Rara melangkah mendekati pintu dan memutar handlennya.
"Lama banget sih" Semprot tiba-tiba orang itu, karena Rara lama sekali membuka kan pintu untuknya.
"Maaf kak, tadi aku tidur sebentar" Jawab Rara pelan kepada Sasa. Entah ada gerangan apa Sasa tiba-tiba mau masuk ke kamar Rara.
"Gue ngga peduli, nih gue ada tugas lo kerjain" Sasa melempar buku tugasnya kepada Rara dengan sigap Rara menangkap buku itu. Walau Rara bukan jurusan IPS tapi Rara sangat pintar dibidang apapun. Jadi tak heran kalau dia bisa mengerjakan tugas Sasa. Bukan hanya sekali Sasa menyuruh Rara untuk mengerjakan tugasnya.
"Iya kak"
"Ntar malem harus selesai"
"Iya kak"
Sasa melangkah keluar dari kamar Rara, tanpa mengucapkan terima kasih. Rara hanya bisa sabar dengan perlakuan kakak nya itu. Sejahat apapun Sasa tetaplah kakak nya, kata itulah yang sering Rara tanamkan dalam hatinya.
Rara segera masuk dalam kamarnya dan menutup pintu tak lupa juga menguncinya. Rara mulai mengerjakan tugas yang sebenarnya untuk Sasa, walau harus mengorbankan tidurnya yang terganggu tadi. Dan sekarang sebenarnya dia sudah sangat mengantuk tapi ditahannya takut dia tidak bisa mengerjakannya dimalam hari.
1 jam berlalu akhirnya tugas yang Sasa berikan selesai juga. Tak sadar sekarang sudah dekat magrib sedangkan Rara belum mandi. Rara pun bergegas untuk mandi dan menunaikan sholat magrib.
Setelah sholat, turun kebawah untuk makan malam. Diruangan makan hanya ada Bi Sumi yang menyiapkan makan malam. Sedangkan yang lainnya berada diruang tengah.
Rara menghampiri keluarganya yang sedang di ruang tengah. Seperti nya mereka sedang bercanda riah. Rara hanya menghela nafas sedih melihat mereka yang bisa bercanda tanpa dirinya. Rara berfikir dua kali untuk menghampiri keluarganya itu. Dengan berperang batin akhirnya Rara menghampiri mereka dengan senyuman yang di paksakan seperti biasa.
"Wah! Lagi asik nih, kok ngga ajak-ajak Rara sih"
"Abisnya kamu didalem kamar terus" Yuda menjawab sapaan Rara. Sedangkan Sasa dan Rina hanya menatap datar kearah Rara.
"Heheheh, maaf Ayah" Balas Rara dengan tertawa sumbang. Tidak mungkin dia mengatakan yang sejujurnya, kalau dia tadi sedang mengerjakan tugas Sasa mau cari mati atau apa.
Obrolan mereka terhenti ketika mendengar Bi Sumi mengatakan bahwa makan malam telah selesai disiap kan.
"Tuan, maaf makanan sudah selesai" Ujar Bi Sumi dengan sopan.
Yuda melihat ke arah Bi Sumi dan kemudian mengangguk. "Oh, iya Bi"
Kemudian Yuda melirik anak beserta istri nya, lalu segera beranjak ke meja makan dan diikuti oleh Rara,Sasa,dan juga Rina istri nya.Sesampainya dimeja makan, mereka langsung mengambil tempat masing-masing. Mereka makan dalam diam hanya dentingan sendok yang terdengar.
"Besok Ayah mau keluar kota" Yuda memulai obrolan setelah selesai makan malam.
"Berapa lama Ayah disana?" Tanya Rara, setelah lama terdiam akhirnya dia membuka suara seakan-akan mewakili ibu dan kakaknya yang hanya diam sedari tadi.
"Sekitar satu Bulan"
"Kok, lama banget sih Yah?" Rara terkejut mendengar ketika ayahnya satu bulan pergi keluar kota. Walau itu bukan hal yang tabu bagi Rara, tapi dia masih takut kalau tak ada Yuda.
Sedangkan Rina hanya hanya tersenyum dibalik keputusan Yuda. Itu artinya dia tidak perlu lagi bersandiwara di depan Yuda atau berpura-pura baik kepada Rara.
"Gimana lagi. Kantor cabang yang ada di Sulawesi lagi ada masalah. Mau gak mau Ayah harus turun tangan mengatasinya. Doain aja Ayah cepet pulang yah" Tutur Yuda sembari tersenyum menatap Rara. Yuda tahu bahwa Rara tidak mau ditinggal, karena dulu sewaktu Rara berumur 10 tahun saja Rara masih menangis tidak ingin ditinggal kerja oleh Yuda.
"Tapi Ayah janjikan bakal cepet pulangnya?"
Rina dan Sasa jengah melihat Rara yang menurutnya sangat lebay. "Biasanya juga ditinggal" Ucap Rina dalam hati.
"Insyaallah, kalau kerjaan Ayah cepet selesai, Ayah cepet pulangnya" Jawab Yuda sambil sesekali mengelus kepala Rara. Sebenarnya Yuda tidak ingin meninggalkan Rara, tapi mau bagaimana lagi ini sudah menjadi tugasnya sebagai kepala rumah tangga untuk mencari uang dan nafkah untuk keluarga.
"Udah Ra, Ayah kamu pergi juga buat cari uang. Biasanya juga ditinggalkan. Mama ada buat jaga kamu. Kamu tenang aja" Rina yang sedari tadi diam, akhirnya membuka suara. Dia juga kesal Rara seakan-akan tidak mau tinggal berasama dirinya.
"Iya Ma" Jawab Rara pasrah dan pelan.
Rara beranjak dari ruang makan untuk kembali ke kamar tanpa berpamitan kepada ayahnya. Tidak sopan memang tapi dia sudah tidak sanggup untuk menahan airmatanya.
Yuda hanya menatap sedih punggung Rara yang menjauh. Dia tidak tahu mengapa Rara seakan-akan tidak mau tinggal dengan Rina. Tapi Yuda berusaha berfikir positif tentang Rina. Sekali lagi Yuda menghela nafasanya pelan.
Alhamdulillah up juga. Jujur ini singkat banget. Jangan bilang ini gaje karena tanpa kalian bilang pun aku tau hehehehh😜
.
.
.
Ingat gusy vote dan koment
KAMU SEDANG MEMBACA
Syaquella Andira
Teen Fiction"Apa salah Rara kenapa ibu sama kakak jahat sama Rara?" "Karena kamu itu anak pembawa sial dirumah ini!" "Dan juga gara-gara lo ayah jadi gak suka sama gue dan juga ibu!" . . . cerita perdana aku semoga suka