Urusan Angga dengan Rara memang membuatku gue mau gak mau harus ikut campur. Rara yang ingin sekali berbicara dengan Angga tapi tidak punya nyali, terpaksa menggunakan akun gue dan memanfaatkan kepentingan ekskul kami yang sama untuk membuat berbagai macam alasan dan motif apapun agar bisa ngchat Angga.
"Yas, emang loe gak takut apa kalau ternyata Angga ngira yang selama ini ngchat dia adalah gue beneran? Terus dia jadi baper sama gue deh. Hahaha" goda gue dan timpukan bantal sebagai balasannya.
"Hmm iya juga sih ya... tapi... gue gak ada cara lain Ra. Gue sama Angga kan gak pernah saling berbicara. Aku aja sangsi dia kenal denganku apa nggak. Cuma kamu Ra yang punya kepentingan..."
Gue paling miris kalau sudah lihat wajah Tyas yang memelas. Kenapa sih dia harus tergila-gila sama seorang Angga? Padahal mereka nggak pernah saling berbicara. Dan gue takut kalau kembaran gue ini akhirnya patah hati.
Aku dan Angga kebetulan berada dalam ekskul yang sama. Karate. Sewaktu Tyas menonton pertandinganku lah awal dia mengenal Angga. Sabuk hitam yang melingkar di pinggangnya itu terkesan sangat mengagumkan bagi dia. Padahal gue, kembarannya sendiri juga pemegang sabuk hitam. Gue rasa, Tyas hanya mengagumi Angga. Bukan cinta. Tidak sepertiku, yang bahkan bayangannya masih belum tergantikan. Si pemegang sabuk hitam pertama di club SMP kami. Entah bagaimana kabarnya, setelah kami melanjutkan ke SMA pilihan masing-masing, kabar tentangnya seolah tertelan.
Aku sudah sering bertanya kabarnya lewat sesama anak karate se-jabodetabek, tapi mereka seolah tak mengenal nama itu. Nama yang bahkan dulu selalu muncul dalam koran atau majalah karena prestasinya dalam karate. Bahkan di setiap pertandingan karate, dia tak pernah muncul. Dia seolah menghilang. Bahkan teman satu SMP pun tidak ada yang tahu kabarnya. Mana mungkin seseorang bisa menghilangkan jejak dengan sangat sempurna seperti itu. Tapi aku yakin, suatu saat nanti kita pasti akan bertemu lagi.
"Ra, loe semangat ya tandingnya... gue bakal dukung loe kok... sama Angga juga. Pokoknya club kita harus menang!" ujar Tyas masih sambil sibuk memeriksa perlengkapan minum dan makanan yang ia bawa dari rumah. Gue mengencangkan kembali sabuk hitam dan pikiranku masih melayang mengingatnya.
"Eh maaf!" Tyas yang berjalan di belakang gue mengaduh. Sepertinya dia baru saja tertabrak seseorang karena terdengar suara benda jatuh. Gue membalikkan badan. Gue berharap itu bukan Angga dan adegan dramatis uluran tangga gak akan terjadi.
Seorang perempuan mengulurkan tangannya ke arah Tyas yang terduduk jatuh dengan snack bertebaran. Seorang laki-laki memunguti snack yang bertebaran. Setelah memastikan Tyas baik-baik saja, mereka berdua lantas pergi meninggalkan arena padahal pertandingan bahkan belum dimulai. Lantas untuk apa mereka kemari jika bukan untuk menikmati pertandingan karate? Entahlah... terkadang memang ada beberapa penonton tidak sabar dengan waktu yang mundur.
"Kamu nggak apa-apa, Yas?" tanyaku menghampiri Tyas.
"Nggak kok. Cuma kesenggol sedikit tadi, sepertinya pasangan kekasih itu sedang buru-buru"
YOU ARE READING
Lipstick
Подростковая литератураRara dan Tyas, kembaran yang berbeda kepribadian. Yang satu suka sekali dengan fashion dan make up, yang satunya lagi membedakan lipstick dan lip balm saja tidak bisa. "Kenapa ya Ra dunia ini isinya hanya ada dua, antara loe jatuh atau loe cinta" "K...