17

4.6K 922 69
                                    

Note : Hepi wiken semua. Hari ini aku updet dobel ya. Dan kita ketemu lagi minggu depan.

Jangan berekspektasi berlebihan tentang tulisan ini. Hanya sekadar hiburan bagi yang merasa terhibur. Bagi yang merasa nggak cocok, feel free to skip aja ya.  


Saat semua proses utama berakhir, para asisten bertugas merapikan segalanya. Fraam terlihat meluruskan punggung, mengangguk sejenak kepada para asisten, mengucapkan terima kasih, dan berlalu.

Keberadaan Lucy yang agak jauh di pojok ruangan sama sekali tak masuk dalam jangkauan perhatian pria itu. Tapi gadis itu memanfaatkan kesempatannya dengan baik, memuaskan diri mengamati Fraam yang sedang berjalan keluar ruangan. Sebelum Lucy mengikuti proses berikutnya, hingga pasien kembali ke dalam pengawasannya di ruang observasi.

Dr. De Groot sempat tersadar dan mengucapkan beberapa kata sebelum akhirnya menutup mata lagi. Lucy menyibukkan diri dengan apa yang harus dilakukan selama masa observasi tersebut. Dia begitu tenggelam dalam catatan, berusaha keras memahami setiap informasi sebagai tambahan ilmu baru, sehingga tidak menyadari kehadiran Fraam yang mengamatinya dari pintu. Pria itu kemudian menyingkir diam-diam.

Sepanjang hari itu Lucy dibantu oleh Zuster Slinga, sehingga bisa beristirahat secara bergantian. Fraam datang untuk memantau kondisi pasien istimewanya. Lagi-lagi bersikap asing kepada Lucy, seolah tidak mengenalnya. Barulah menjelang petang barulah Dr. De Groot lepas total dari efek anastesi.

Jaan datang mengunjungi ayahnya tepat saat Lucy akan berganti tugas dengan perawat yang berdinas malam. Melihatnya di dalam ruangan, Pemuda itu tersenyum lebar.

"Lucy!" serunya dan memeluk Lucy dengan akrab.

Lucy menerima kehadiran Jaan dengan lega. "Jaan! Akhirnya! Aku menunggu kemunculanmu dan Mies dari tadi. Tempat ini terasa asing tanpa kalian," katanya sepenuh hati.

"Aku hampir tak percaya ketika semalam Papa mengatakan bahwa kaulah yang akan merawatnya. Aku tahu kalau Papa memang mengharapkanmu. Tetapi tidak yakin kau akan bersedia," kata Jaan.

Lucy tertawa. "Tidak bersedia? Kau pasti bercanda!"

Keduanya menoleh ketika Dr. De Groot memanggil. "Kau tidak percaya kan, Jaan, kalau Lucy akan datang?"

Jaan tersenyum. "Kupikir Papa bercanda."

"Sebagai rasa terima kasih mewakili keluarga, ajak Lucy makan malam ke tempat yang bagus. Kau bisa menagihnya padaku nanti."

"Papa!" Jaan berseru dengan malu. Wajahnya yang memerah membuat Lucy tergelak-gelak. Namun saat sadar dimana mereka berada Lucy segera menutup mulutnya.

"Aku tidak keberatan makan di tempat yang biasanya, kok," kata Lucy menenangkan Jaan. "Apakah kau sibuk?"

"Aku harus on call malam ini. Sial sekali. Tadi pagi aku sudah ingin menemuimu, namun kesempatannya sangat tidak memungkinkan. Oh ya, Mies menitip salam. Dia baru bisa datang esok hari. Sebetulnya dia sudah tidak sabar untuk datang, namun aku pastikan semua baik-baik saja dan dia tidak perlu kemari. Oh ya, dia sudah tidak bekerja di sini. Awal bulan lalu dia membantu Papa di klinik."

Jaan menunggu beberapa saat sampai Lucy selesai mendelegasikan tugasnya kepada perawat lain, menyerahkan laporan, serta mencatat instruksi-instruksi yang diberikan. Dia keluar ruangan dan mendapati Jaan yang duduk di bangku yang ada di lorong.

"Kuharap kau tidak terlalu capek, Lucy."

"Ah biasa saja. Undangan makan malamnya sangat kuharapkan."

Jaan tertawa sambil mengacak-acak rambut Lucy, tak mempedulikan protes keras gadis itu. "Rasanya masih tak percaya kau berada di sini, Luce." Jaan mengulang kata-katanya. "Kau dan pendidikan perawatmu itu, di lain kota, lain negara..." Jaan tercenung.

Run To You (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang