Aku menyibakan tirai dan memandang berkeliling ruangan. Sinar matahari yang masuk membuat lantai kayu kamar tidurku terlihat hangat dan nyaman (kecuali bagian yang mencuat dekat tempat tidur reotku. Ingin sekali memanggil tukang kayu untuk membuatnya berhenti berdecit).
Di pojok kamar kecil itu terdapat sebuah meja kecil dimana aku menyimpan tiga toples besar berisi koin-koin dan disebelahnya terletak foto kedua orang yang hanya bisa kulihat melalui foto itu, ayah dan ibuku.
Ibuku meninggal saat aku berumur 12 tahun karena penyakit yang parah. Bukanlah sebuah pemandangan yang indah untuk melihat ibumu terbaring di tempat tidur dan mendengarnya mengerang di malam hari.
Empat tahun setelah kepergian ibuku, tugas negara memanggil ayahku. Masih tergambar jelas di benakku bagaimana ia menggendong adikku, Edgar, sambil berjanji pada bayi kecil itu untuk pulang cepat. Tapi nyatanya sampai sekarang jangankan bertemu, mendengar kabar darinya pun tidak.
Kayu yang mencuat itu berdecit ketika Edgar menginjaknya. Aku memutar badanku dan tersenyum memandang anak kecil berambut coklat berombak itu. Ia pun tersenyum balik. Tangan kecilnya teracung ke atas dan akupun menggandengnya keluar.
Di liar, keadaan sudah ramai. Toko sayuran di depan rumahku sudah ramai dengan pelanggan. Para ibu sibuk menciumi bau ikan sambil saling berkomentar tentang kualitas ikan yang menurun. John, sang pemilik toko, sedang sibuk mengejar anak-anak kecil yang mengubah melonnya menjadi bola sepak (jangan tanya aku bagaimana mereka kuat menendangnya kesana-kemari). Seorang anak berlari mundur dan menabrak bahu Edgar. Ia menggenggam tanganku lebih erat dan merapatkan tubuhnya ke kakikku.
Setelah perjalanan selama Lima menit, akhirnya kami sampai di tempat kerjaku, sebuah toko kue kecil di sudut jalan.
Ketika kami melangkah masuk, bel di atas pintu berdenting. Detik berikutnya, hal yang selalu terulang selama empat tahun terjadi. Terdengar pekikan dan seorang gadis yang sebaya denganku berlari ke arah kami. Edgar berlari dan bersembunyi di belakang kakiku. Tangannya mencengkram celanaku. Dia paling tidak suka saat-saat ini.
Tiba-tiba saja aku merasakan hempasan besar di kakiku. Edgar terangkat ke atas dan terdengar pekikan kecil, "Eddie!"
Aku memutar badan dan melihat pemandangan yang sudah sering kulihat selama empat tahun (percayalah. Lama-lama aku bosan juga melihatnya).
Seorang gadis dengan rambut hitam panjang sedang menggendong dan menciummi Edgar, sementara adikku terlihat muak. Ia meronta-ronta melepaskan diri. Satu menit lamanya, akhirnya Edgar berhasil membebaskan diri dari pelukannya dan berlari ke arahku. Gadis bernama Kathleen Midlestone itu tersenyum.
"Ah, Allison. Dia lucu seperti biasa." Katanya sambil mencubit pipi Edgar. "Ayo. Mom sedang membuat kue dan butuh bantuanmu untuk menghiasnya."
Kami masuki sebuah dapur kecil yang terletak dibelakang toko kue itu. Disana sudah terdapat kue coklat besar yang diletakkan di atas meja kayu panjang. Melihatnya saja sudah membuatku meneteskan air liur.
Seorang perempuan paruh baya menyembulkan kepalanya dari bawah meja. Wajahnya dihiasi senyuman besar membelah muka.
"Hai, Allison." Sapanya sambil mengelap tangannya ke celemek. "Bagaimana menurutmu? Bulat sempurna? Tidak kelihatan kempes kan?"
Aku tersenyum. Gerak-gerik Mrs. Midlestone sama seperti anaknnya, lucu dan tidak terlalu serius seperti kebanyakan ibu-ibu di sekitar tempat tinggalku. Aku berutang budi besar padanya. Semenjak kepergian ayahku, Mrs. Midlestone berbaik hati untuk merawatku dan Edgar.
"Iya. Kelihatannya sangat enak. Betul kan, Ed?"
Edgar mengangguk pelan. Ada perasaan aneh merayapi diriku ketika melihat tatapan matanya ke kue coklat itu. Aku tahu bahwa ia ingin sekali mencicipinya, tapi aku tidak bisa membelinya. Di sini, bisa dibilang, kue hanyalah makanan bagi warga terandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
This isn't What I Want
Short StoryCerita oleh Aisyah Adinda Sampul oleh Trixis dari Devianart (edited) Semua orang pasti merasa senang jika hari ulang tahunnya datang. Allison yang belum pernah merayakan ulang tahunnya ingin sekali bisa merasakan kesenangan yang orang lain rasakan...