“Terkadang, hidup ini tak seindah kata-kata manisnya.”
—————
Deruman suara kendaraan disertai klakson yang sangat bising terus memasuki telinga Xalova, gadis manis berusia 15 tahun tersebut."Ck, berisik banget sih." Gerutu Xalova.
"Pak, maaf, bisa nyelip gak? Aku keburu telat."
"Mana bisa, Non. Ini kan mobil, kalau motor mah serba bisa ini itu, nyempil-nyempil kayak upil."
Xalova pun mendengus, menggerutuki nasib karena memikirkan kejadian yang akan terjadi nanti saat gendang telinganya akan pecah karena ulah salah seorang guru.
"Pak, aku keluar aja deh. Udah jam segini nih, nanti aku telat. Yang ada malah diomelin guru lagi." Ujar Xalova pada supirnya.
"Gak apa-apa, Neng?"
"Iya gak apa-apa." Selepas itu, Xalova pun langsung mengeluarkan diri dari mobil, meninggalkan supir pribadinya yang ada didalam mobil tersebut untuk pergi berlarian menuju sekolah.
Saat Xalova sudah sampai ke sekolah, jantungnya berdegup lebih cepat karena telah berlarian sedari tadi. Ia pun langsung mengatur nafasnya dengan kasar.
"Pak, kok masih sepi aja? Apa jangan-jangan udah masuk ya?! Ih gimana nih, Pak, yah.. Aduh, YaAllah, Astagfirullah, hih!" Gerutu Xalova pada satpam sekolahnya. Sesambil mengepalkan tangannya, menyalurkan kekesalannya. Namun tanpa ia sadari, sedari tadi satpam itu memperhatikannya dengan bingung.
"Loh? Neng gak tau ya? Kan guru-guru lagi pada rapat full nih hari ini."
"HAH?!"
"Eits, pelan-pelan atuh neng ngomongnya, saya kaget."
"Eh iya pak, sorry-sorry, reflek. Yaudah deh saya pulang aja, makasih ya, Pak,"
Dengan lesu, ia mengambil sebuah ponsel yang ia letakan didalam tasnya. Lalu ia segera memesan ojek online lewat suatu aplikasi khusus.
Ia memikirkan betapa bodoh dirinya karena sudah lupa dengan pengumuman yang diberikan pada wali kelasnya kemarin."Lova, lova.. Kenapa sih lo bego banget?" Gumam Xalova pada dirinya sendiri
***
Xalova pun membuka pintu rumahnya dengan lemas, masih dengan kekesalan yang beriak-riak.
"Lova? Kok udah pulang? Emangnya gak sekolah? Apa kamu bolos lagi ya? Gimana sih kamu, mau pinter gak sih? Nilai raport aja jeblok semuanya, masih suka ngebolos terus. Liat tuh adik kamu, Farsha, nilai raportnya bagus banget. Selalu buat Mama bangga. Sedangkan kamu? Nilai raport kamu buat Mama miris terus kalo ngeliatnya."
Celoteh Joana, Ibu Xalova yang memang lebih menyukai adik Xalova, yaitu Farsha. Ibunya selalu membangga-banggakan Farsha, sedangkan Xalova? Ia selalu mendapatkan tekanan dari ibunya. Entah karena apa, Ibunya selalu saja membanding-bandingkan Xalova dengan adiknya. Padahal semua anak itu telah mempunyai keistimewaan masing-masing. Tapi dibalik semua omelan Joana, ada hal yang selalu membuat Joana membenci Xalova bila ia melihat ataupun mengingat hal tentang anak sulungnya itu.
"Libur gak taunya." Jawab Xalova dingin.
"Terus kenapa masuk kalau libur?"
"Lupa."
"Lupa? Gurunya udah ngasih tahu belum?"
"Udah."
"Terus kenapa lupa? Kamu gak dengerin apa kata guru kamu ya? Turunan siapa sih? Papa gak begitu, Mama juga gak. Farsha aja-"
"Ma, bisa gak sih, gak usah banding-bandingin aku sama Farsha? Dia mulu yang Mama banggain. Dimata Mama, apa cuma dia yang menakjubkan? Anak kesayangan yang selalu Mama bangga-banggain cuma dia ya? Sebenernya Lova tuh anak pungut apa gimana sih? Sampe segitunya banget kayaknya."
Plak.
Sebuah tamparan Joana telah lolos membuat Lova terdiam, menahan perih yang berasal dari pipinya maupun hatinya.
"Jaga mulut kamu, Lova!" Bentak Joana.
"Kalau gak bisa? Gimana?"
"LOVA!!"
Plak.
Dua tamparan.
"GAK USAH BANTAH MAMA."
"Mamanya aja begitu."
Plak.
Tiga tamparan, mungkin ini sebuah tamparan yang kesekian kalinya. Untuk hari ini saja.
"Ma, udah cukup namparnya? Mau lagi gak?" Lirih Xalova dengan suara bergetar.
Ia mencoba mengulas setitik senyuman pada bibirnya, walau matanya sudah memanas. Tinggal menunggu saja apa yang akan dikeluarkan dari indra penglihatannya itu.Joana pun hendak menampar Lova kembali, namun terhenti karena melihat setetes air mata itu terjatuh dari indahnya mata cokelat yang dimiliki oleh seorang Xalova, gadis yang periang jika dilihat dari luarnya saja.
"Kenapa gak jadi, Ma? Masih kuat nahannya kok." Mendengar suara Xalova yang semakin bergetar, membuat Joana terdiam.
Memperhatikan anaknya yang sedang mengeluarkan air mata yang telah ia tahan sejak tadi."Nangis aja teru-" Kata Joana terhenti saat ia mendapati Farsha yang sedang menuruni anak tangga dengan perlahan, sebab Farsha baru saja bangun dari tidurnya yang lelap.
"Good Morning, Sweetie! Mama udah siapin nasi goreng tuh di meja makan. Udah jam segini, gak usah dateng ya ke sekolah? Sekalian nanti temenin Mama jalan-jalan, oke?" Ajak Joana pada Farsha.
"Okay, Mom!" Sahut Farsha sesambil mencium pipi kanan Joana, dan Joana pun langsung pergi menuju kamarnya.
Tanpa mereka sadari, ada seorang gadis yang melihat mereka dengan tatapan iri. Gadis yang iri karena ingin merasakan kejadian yang ia lihat itu.
Gadis yang baru saja dilukai hatinya oleh Ibunya sendiri.—————
dont forget to leave ur vote
thanks!
KAMU SEDANG MEMBACA
A Missing
Teen FictionIni adalah sebuah kisah tentang kehilangan. Kehilangan seseorang yang selama ini telah hadir sebagai obat pemulih luka lama. Namun, seseorang itu pun pergi. Menghilang, karena sebuah keegoisan hati. Marilah merayakan kehilangan, dengan berjuta luka...