05. Yuki's Decision

570 89 15
                                    

"Apa kau sedang memikirkan sesuatu?"

Yuki tampak berpikir sejenak. Gadis itu kembali teringat dengan perkataan Hannah. Apa yang harus aku lakukan? mengatakannya sekarang?

.
.
.

Yuki tersenyum simpul lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, tidak ada." Jawabnya. Gadis itu berbohong pada William.

William mengulum senyumnya. Pemuda itu sama sekali tak menaruh curiga pada Yuki. Ia mengambil piring kotor miliknya dan milik Yuki, kemudian mencuci piring itu dan kembali bersuara. "Setelah ini apa kau akan berangkat bekerja?"

"Hari ini aku kedapatan shift malam." Kata Yuki, gadis itu membuka isi kulkasnya lalu beralih mengabsen beberapa bumbu dapur yang telah habis. "Hemh, sepertinya ini saatnya untuk belanja."

Meletakan piring ke raknya, William berbalik menatap Yuki. "Keberatan jika aku ikut?"

"Tentu saja tidak." Jawab Yuki cepat. Senyum kembali membingkai wajah cantiknya. "Tapi, aku harus membongkar beberapa kotak penyimpanan barang di gudang." Yuki memberi jeda di kalimatnya. "Kau tidak mungkin pergi dengan ku dengan berpenampilan seperti itu, bukan?"

William menunduk menatap baju yang dikenakannya. Wajah pemuda itu memerah, ia merasa malu menyadari penampilannya saat ini. Memakai celana training dan kaos putih kebesaran milik Yuki lengkap dengan motif bunga. "Geez, kau benar. Bagaimana bisa aku keluar dengan penampilan seperti ini?" Keluhnya.

Yuki menutup mulutnya menggunakan satu tangannya, sedang tangan yang lain ia gunakan untuk memegang perutnya, menahan tawa karena merasa gemas melihat wajah kesal pemuda di hadapannya. "Pft.. Tapi jika kau merasa baik-baik saja dengan itu, ku rasa tidak masalah. Kita bisa pergi berbelanja sekarang."

William menyilangkan kedua tangannya di depan Yuki, membuat Yuki gemas di dalam hati. "Tidak, sebaiknya aku di rumah saja." Balasnya dengan sudut bibir menurun. Pemuda itu sepertinya meras kesal karena Yuki menertawakannya. "Kau pergilah sendiri."

"Hemh? Bukankah kau ingin ikut dengan ku?" Yuki bertanya dengan nada sedikit jahil. Gadis itu sepertinya belum puas melihat wajah kesal William. "Aku tidak mungkin membawa belajaan berat sendirian. Aku membutuhkan bantuan mu, tuan William."

William mendesah pelan. Ia ingin menolak namun, ia sadar saat ini ia sedang di bantu oleh Yuki. Mulai dari tempat tinggal, pakaian dan makanan semua telah di sediakan oleh Yuki untuknya. William bukanlah orang yang tidak tahu berterimakasih. Dengan keadaannya yang seperti ini, ia tak dapat melakukan banyak hal untuk membalas kebaikan Yuki. Sebagai tindakan awal, mungkin ia bisa mengungkapkannya dengan cara membantu gadis itu membawa belanjaannya. Yah, meskipun harus bepergian dengan pakaian ini.

"Aku hanya bercanda. Sebenarnya aku masih menyimpan pakaian ayah ku. Ku rasa ukurannya cocok untuk mu." Ucap Yuki mengakhiri kejahilannya.

Mata William melebar sempurna mendengar ucapan Yuki. Mulutnya sedikit menganga karena terkejut. "Kau memiliki pakaian yang lebih layak untuk kunamun kau menyuruhku memakai pakaian wanita?"

Yuki tak dapat menahan tawanya. Tawa gadis itu meledak seiring dengan kedua telapak tangannya yang menyatu membentuk gestur permohonan maaf —yang menurut William tidak seperti itu.

Kau menikmatinya, bukan? Menikmati menjahili ku! Gadis ini!

"Maafkan aku, William. Hanya saja aku merasa kau lebih imut menggunakan pakaian wanita. Kau manis sekali. Sungguh!" Ucap Yuki jujur.

William untuk kesekian kalinya mendesah. Pemuda itu ingin melontarkan kata-katanya sebagai bentuk protes untuk perbuatan Yuki. Namun, ia menahannya. Hatinya mengingatkan bahwa Yuki masih berbaik hati mau menolongnya —walau kebaikan hati itu dibumbui dengan tindakan jahil.

"Apa kau marah?" Yuki bertanya seraya mendekati William, gadis itu dengan santainya menusuk-nusuk lengan William menggunakan jari telunjuknya, seolah-olah mereka sudah saling mengenal satu sama lain sejak lama. "Ayolah, aku hanya bercanda. Tidak perlu marah seperti itu. Lagi pula, aku tidak sepenuhnya menjahili mu. Pakaian ayah ku berada di gudang dan aku tidak punya banyak waktu untuk membongkar isi gudang."

William menunduk melirik Yuki di sampingnya. Untuk pertama kalinya selama tinggal beberapa hari bersama gadis itu, William menyadari bahwa Yuki begitu cantik hingga membuatnya terkesima. Di tambah lagi, saat ini ekspresi gadis itu begitu menggemaskan dengan bibir mengerucut lucu. "Ya sudah. Lupakan saja." Jawab William memalingkan wajahnya. "Aku ingin mandi" setelah itu, William berjalan meninggalkan Yuki yang tiba-tiba merasa bingung dengan sikapnya.

"Kenapa dia tidak melihat ku?" Gumam Yuki.

.
.
.
.

Yuki melirik ponselnya dengan wajah bimbang. Gadis itu kembali teringat dengan ucapan Hannah yang mengatakan bahwa ia harus segera melapor kepada pihak berwajib mengenai keberadaan William. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, gadis itu merasa melaporkan keberadaan William pada pihak berwajib bukanlah pilihan yang tepat.

Bagaimana jika mereka malah berbalik menangkap William?

Bagaimana jika keberadaan William sedang di incar?

Bagaimana kalau nyawa pemuda itu berada di dalam bahaya?

Bagaimana, bagaimana dan bagaimana... kata-kata itu terus mengiang di pikirannya dan ia merasa cemas.

William mungkin adalah orang yang baru di temuinya. Ia bahkan tidak tahu masa lalu pemuda itu. Tetapi, entah mengapa ia merasa harus melindungi pemuda itu. Setidaknya sampai ia mengingat jadi dirinya.

Yuki tak peduli masalah apa yang akan menantinya di kemudin hari, ia tak peduli jika suatu saat salah satu dugaannya tentang William (teroris, pembunuh bayaran, dan sejenisnya) benar adanya. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah; Aku akan melindunginya.

Yah, aku akan melindunginy. Putus Yuki dengan keyakinan.

STEFAN & YUKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang